Minggu, 19 November 2017

TRENDING TOPIC SETNOV VS CAK IMIN (Antara fenomena Tiang Listrik dan Cawapres 2019)

Oleh : Fatharany Berkah Abdul Barry 
(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta)


 “Setya Novanto (Setnov) dan tiang listrik” adalah trending topik ini pekan ini, berbagai linimasa media dipenuhi berita tentang pertemuan ‘mereka’ (baca:Setnov dan tiang listrik) yang berujuang rumah sakit, disisi yang lain ada KPK yang mencari. Begitu dramatik, sekaligus menggelitik, kisah segitiga antara KPK, setnov dan tiang listrik. Namun ini bukanlah kisah pertama Setnov yang menyita perhatian publik. Ada banyak, mulai dari papa minta saham sampai papa minta bantal, yang kedua itu sering terekam oleh camera wartawan, tetapi yang terkini dan menjadi viral ketika Setnov tengah khusyuk dalam mimpinya disaat resepsi pernikahan putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution pada Rabu 8 Noverber 2017 Silam. 

Menariknya, ada satu sosok yang menyita perhatian karena sikap solidernya yang terekam dalam video tersebut dinilai sebagai upaya menutupi fenomena sleeping Beauty Setnov yang tengah lelap. Dialah Muhaimin Iskandar (Cak Imin) ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebuah asai dari Haris Firmansyah berjudul “Berkat Papa Setnov, Cak Imin melambung sebagai Cawapres 2019” (mojok.co/16/11/17) yang menyorot video itu, setidaknya telah memantik rasa penasaran penulis untuk kemudian membaca dan membuat komparasi atas fenomena kedua tokoh yang sama-sama menjadi trending topik pada beberapa minggu ini. Setnov menjadi trending topik karena fenomenanya yang begitu unik, dramatik, sekaligus menggelitik lucu. Ia seolah seperti Superman, yang kuat dan tak terkalahkan, meski sejumlah titik lemahnya dibidik ia tetap bisa luput, status tersangka, gugur dimeja prapradilan, sakit komplikasi akut tapi bisa berlari. Begitulah gambaran fenomenalnya seorang Setnov sehingga wajarlah ia menjadi trending topik. 

Sementara Cak Imin juga tak kalah fenomenal, ia memenangi tarung ‘melawan’ kelompok Gur Dur dalam berebut kuasa di PKB pada tahun 2008, lalu sukses menjaga surviver PKB di level aman angka parliamentary threshold pada pemilu 2009 dan 2014 hingga mengantarkan PKB sebagai Partai dilingkungan kekuasaan Jokowi-JK dengan posisi yang strategis. Bagi penulis itu semua tidak lepas dari kelihainnya dalam memilih momentum dan timing yang tepat untuk mengambil sikap berbeda atau bersama dalam koalisi. Tak heran jika kini, Cak Imin oleh banyak kalangan dinilai sebagai figur muda paling potensial dalam bursa calon Wakil Presiden pada Pemilu 2019 mendatang. Dalam kurun waktu Oktober-November PKB sudah menerima ± 71 dukungan dari berbagai kalangan masyarakat dari beberapa wilayah provinsi di Indonesia, baik dari kelompok partisan maupun non partisan yang mendeklarasikan dukungannya kepada Cak Imin untuk maju sebagai Cawapres (Kompas.com/9/11/17). Inilah yang menjadikan Cak Imin trending topik pemberitaan media, khusunya pada sejumlah media online mainstream. 

Mengamati fenomena trending topik Cak Imin ini, secara garis besar ada 2 (dua) hal yang menunjukan bahwa gelombang dukungan itu begitu objektif dan rasional. Pertama, Cak Imin adalah figur muda progresif, berpengalaman dan religius. Latar belakangnya sebagai seorang santri dan aktivis kampus era reformasi 98, serta rekam jejaknya sebagai pimpinan partai, anggota parlemen dan kabinet, dipandang cukup menjadi pertimbangan kelayakannya untuk menjadi Cawapres, untuk meretas sejumlah persoalan kebangsaan yang menjadi amanat reformasi yang belom terselesaikan. Kedua, mengakar dan memiliki basis massa yang riel. Kapasitasnya sebagai ketua umum PKB serta capaian 11.298.957 (9,04%) suara PKB pada Pemilu 2014, memberikan gambaran bahwa sosoknya populis dan memiliki kemampuan membangun dan menjaga jaringan sosio cultural partai khususnya dikalangan kaum Nahdliyin. Dengan modal ini, akan memungkinkan terbukanya dukungan ulama terhadap dirinya bila maju sebagai Cawapres. 

Dari kedua indikator tersebut, terlepas kemudian ada beragam asumsi orang tentang kisruh Cak Imin vs Gus Dur, apakah sekedar “dramaturgi politik Gus Dur” seperti kata Mas’ud Adnan Ketua IKAPETE (nu.or.id/06/04/14) atau benar sebuah pembangkangan seperti sanggahan Alissa Wahid pada satu artikel berjudul bapakku bukan perekayasa konflik (pribuminews.co.id/13/11/17). Tetapi yang pasti bagi penulis, karakter politik Cak Imin yang konsisten, toleran dan humble, bisa berkoalisi dengan siapa saja sepanjang sesuai dengan garis partai dan kemaslahatan umat membuat sosoknya bisa diterima oleh semua kalangan. Hal ini menunjukan bahwa Cak Imin adalah salah satu wujud suksesnya Gus Dur dalam melakukan proses kaderisasi. Tentu gaya politik semacam ini diperlukan untuk menjaga harmonisasi komunikasi antara pemerintah (kalangan nasionalis) dan agamawan (kalangan religius).

Apalagi ditengah menguatnya kembali sikap intoleransi atas berbagai keberagaman yang dapat memecah belah bangsa, maka figur dan karakter kepemimpinan ala Gus Dur tentu sangat relevan. Sehingga bila di bandingkan dengan sejumlah nama yang mencuat seperti Setya Novanto, Jenderal Gatot Nurmantyo, ataupun Agus Harimurti Yudhoyono, maka menurut hemat penulis Cak Imin adalah yang paling refresentatif, bila kita harus memadumadankan kalangan nasionalis dan religius, politisi dan teknokrat atau militer, Cak Imin dapat dipasangkan dengan siapa saja dari kalangan apapun Calon Presidennya, termasuk juga bila dipasangkan dengan petahana Joko Widodo.(**)