Oleh
: Fatharany Berkah Abdul Barry
Mantan
aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk
Berbicara
mengenai Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), maka kita akan bicara tentang PEMUDA. Pemuda bagi Bangsa
Indonesia adalah kelompok usia yang memiliki nilai serta posisi yang strategis
dalam masyarakat. Sejarah perjalanan Bangsa Indonesia selalu menyertai pemuda,
karena baik diminta maupun secara sukarela pemuda aktif di dalamnya. Berbagai
moment penting bagi Bangsa Indonesia lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan
para pemuda. Jika kita menengok peran hirtorisnya, sungguh tidak bisa
dipungkiri bila Republik ini lahir juga berkat perjuangan tiada henti dari
pemuda. Tokoh-tokoh pemuda yang lahir pada masa perjuangan revolusi fisik
hingga kemerdekaan adalah bukti konkrit eksistensi para pemuda mulai dari
peristiwa 1908,1928,1945,1965.1998 adalah saksi bisu peran kesejarahan yang
telah dilakoni pemuda.
Perjuangan para pemuda tentunya tidak
akan pernah berakhir karena secara sosiologis pemuda merupakan bagian dari
masyarakat yang memiliki sifat progresif, kritis, idealis, dan selalu gelisah
ketika melihat jalan kehidupannya tidak ideal, dan hal inilah yang menjadi
tungku semangat perjuangan pemuda. Kegalauan akan eksistensi perjuangannya untuk
rakyat, telah memunculkan banyak pemuda yang menghimpunkan diri dalam berbagai organisasi
kepemudaan berbasis kemahasiswaan yang memposisikan dirinya sebagai sparing
partner pemerintah, mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang
menyimpang dan tidak memihak kepada rakyat. Pada saat Negara mengalami
kemandegan mereka menekan negara untuk mengurangi hegemoninya dan menuntut pemerintah
agar memberikan kebebasan berkreasi dan berkembang pada rakyat, mereka
melakukan gerakan-gerakan memperjuangkan kepentingan rakyat serta tetap
mempertahankan independensinya tanpa terkooptasi oleh kekuasaan. Itulah
sejatinya identitas pemuda yang kemudian melembagakan diri secara kolektif
dalam wadah berhimpunnya kaum muda mahasiswa seperti KAMI dan KNPI.
Tulisan ini sesunggunya
didedikasikan buat semua insan pemuda yang berafiliasi pada wadah KNPI secara
umum serta para pengurus daerah KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan secara khusus
dengan motivasi : (1) Sebagai JAWABAN atas persepsi sejumlah Pengurus Daerah
KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan yang konon katanya sangat mahir mengenai seluk
beluk dan latar belakang sejarah KNPI sehingga mengkalim tidak ada dalil
sedikitpun yang melegitimasi bahwa organisasi tempat berhimpunnya OKP ini,
dapat memberikan KOREKSI kepada pemerintah ketika ada kebijakan pemerintah yang
timpang dengan dalih KNPI adalah lembaga pemuda yang dependen terhadap
kekuasaan. (2). Sebagai GUGATAN terbuka terhadap eksistensi dan peran KNPI
Banggai Kepulauan dalam dinamika social daerah, khususnya peran KNPI menjelang
momentum pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA) Kabupaten Banggai Kepulauan
pada Juni 2011 mendatang yang sarat dengan tendensi politis, indentitasnya
sebagai organisasi pemuda yang bersifat INDEPENDEN pun diabaikan, peran KNPI
Banggai Kepulauan layaknya seperti partai politik pengusung calon pasangan
Bupati dan wakil bupati yang rutin mensosialisasikan kandididatnya secara vulgar dalam berbagai macam format. Oleh
sebab itu, dalam artikel ini, penulis sengaja menyajikan secara singkat awal
kelahiran histories KNPI, Paradigma KNPI, era orde baru (doeloe) dan era orde
reformasi (sekarang) yang sesungguhnya telah memiliki perbedaan, sebagai wujud
adaptasi tuntutan reformasi, baik itu dari segi SIFAT maupun PERAN organisasi
KNPI.
AWAL SEJARAH KNPI;
Ketika bangsa ini mengalami goncangan social dan politik pada era orde lama
akibat ancaman komunisasi idiologi Negara yang begitu kuat melalui gerakan
revolusioner Partai Komunis Indonesia (PKI), serta problem bangsa lainya yang
kian membebani rakyat, memantik semangat kelompok organisasi pemuda yang
berbasis mahasiswa untuk ikut mengambil peran atas kondisi kritis tersebut
dengan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25
Oktober 1965, KAMI kemudian mengelola massa dan melancarkan demontrasi yang
berujung pada pembubaran PKI dan lengsernya Orde Lama, meskipun peran tersebut harus dibayar dengan
gugurnya Arif Rahman Hakim sebagai pahlawan AMPERA.
KAMI
ini kemudian menjadi pelopor bangkitnya orde baru bersama ABRI, namun dalam
perjalanannya, KAMI justru gagal melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Akibatnya,
kaum muda sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah
situasi konflik nasional. Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, ketika
masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI, PMKRI, GMKI,
GMNI, PMII, serta Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa
Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa
Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi
maupun politik hingga akhirnya dibubarkan pada bulan Agustus 1966. Kegagalan
KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa untuk melanjutkan perannya
dalam masa orde baru, inilah yang menjadi awal sejarah KNPI.
Meskipun
mereka melakukan kiprah sendiri-sendiri, mereka tetap menyadari bahwa peran
yang lebih berarti yang dapat dilakoni oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa
dan negara hanya bisa dilakukan apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat
tetap dijiwai kaum muda dan pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang
pernah dilakukan KAMI. Sejak itu, dari dialog yang dikembangkan oleh para eks
tokoh KAMI lahirlah gagasan untuk menyelenggarakan suatu musyawarah nasional
(Munas) mahasiswa Indonesia di Bogor 14 -21 Desember 1970 yang mengarah pada
pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union
of Students (NUS). Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai karena
tidak adanya kesamaan persepsi mengenai bentuk dan format yang jelas tentang
organisasi yang akan dibentuk serta adanya rasa saling curiga antar organisasi
ekstra universitas.
Wacana
tersebut ternyata langsung ditangkap kekuatan politik utama Orde Baru yaitu
Golongan Karya (Golkar), mengngingat meleburnya kembali organisasi-oraganisasi
mahasiswa eks KAMI tersebut merupakan kebangkitan kembali kekuatan presur yang
militan karena latar belakang idiologi oraganisasi mereka adalah organisasi
pergerakan yang jika dilepas akan
mengintai dan mengancam kelanggengan kekuasaan yang sedang dibangun. Menyadari
hal itu Golkar segera melakukan pendekatan kepada organisasi kemahasiswaan
untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional
melalui Median Sirait Sekretaris Bidang Papelmacenta, Abdul Gafur dan David Napitupulu. Hal ini dilakukan Golkar
seiring dengan politik korporatisme Negara yang merupakan suatu sistem
perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam
pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan
itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum.
Penjajakan
yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral
antara Sekretaris Papelmacenta Golkar Median Sirait, dengan Ketua Umum PB HMI
Akbar Tandjung, Ketua GMNI Suryadi dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya
seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung,
serta organisasi kepemudaan seperti Gerakan Pemuda Marhaen(GPM), GP Anshor, dan
lain-lain dilakukan secara kontinyu sejak bulan Mei, Juni dan Juli guna
menyeragamkan visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Finalisasinya pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai
ketua umum pertama.
PARADIGMA KNPI
1.
Era
Orde Baru (Doeloe); Mencermati
sejarahnya tersebut, sesungguhnya motivasi orientasi pembentukan KNPI dari para
tokoh muda mahasiswa sebagai wadah persatuan dan kesatuan kaum muda pasca
kegagalan KAMI, bukanlah untuk menjadi bagian dari perpanjangan tangan penguasa
yang turut melestarikan kekuasaan rezim orde baru. Tetapi murni dilatari sebuah
kesadaran kritis kaum muda akan potensi dan tanggungjawab mereka sebagai social
control dan agent of change yang masih konsisten dalam khittah perjuangannya
untuk terus melakukan peran – peran progresif. Ketergabungan pemuda pada KNPI
ini, telah memikat penguasa saat itu untuk merebut dan meminangnya guna
mengebiri kekritisan kaum muda. Akibatnya visi ideal pembentukan KNPI, kemudian
terbajak oleh kekuasaan orde baru. Alhasil setelah dibentuk KNPI menjadi
organisasi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan
kemahasiswaan yang pada akhirnya membuat KNPI kehilangan Independensinya karena
mendukung rezim otoritarian. KNPI kemudian
memposisikan dirinya menjadi piranti politik pemerintah dalam menegakan UU
No.8/1985 atau yang dikenal dengan nama Undang-undang Keormasan. Akibat sikap pengurus yang
memposisikan KNPI sebagai piranti politik pemerintah pada waktu itu, maka cap
sebagai organisasi kepanjangan tangan pemerintah tidak bisa dielakkan. KNPI
menjadi anak emas dan stempel pemerintah untuk segala kebijakannya. Sementara
politik korporasi pemerintah orde baru dengan memanfaatkan seluruh organisasi
kemasyarakatan dan profesi untuk mendukung kebijakan pemerintah. Untuk
melegalkan hal itu, KNPI masuk ke dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara)
agar mendapat pengakuan konstitusi. Ketua Umum dan pengurus inti menjadi
elit-elit pemuda yang memiliki akses pada kekuasaan tanpa batas.
Jabatan-jabatan strategis seperti anggota DPR bahkan menteri bisa didapatkan
oleh pengurus inti DPP KNPI. Sesuatu yang sangat menggiurkan bagi siapa saja
yang haus kekuasaan dan jabatan.
KNPI inilah yang akhirnya kurang dipercaya masyarakat dan pemuda untuk menjadi kekuatan agregasi kepentingan pemuda Indonesia. Tak heran bila tuntutan pembubaran KNPI nyaring terdengar dan semakin kencang ketika gerakan reformasi berhasil menurunkan Presiden Soeharto. Karena dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
KNPI inilah yang akhirnya kurang dipercaya masyarakat dan pemuda untuk menjadi kekuatan agregasi kepentingan pemuda Indonesia. Tak heran bila tuntutan pembubaran KNPI nyaring terdengar dan semakin kencang ketika gerakan reformasi berhasil menurunkan Presiden Soeharto. Karena dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Masad Masrur dalam sebuah tulisannya menguraikan bahwa ada
tiga hal yang menjadi argumentasi atas tuntutan pembubaran KNPI, yaitu : Pertama,
kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin
yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini,
otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil.
Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan
kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. Kedua,
dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi
kekuasaan. Tidak dipungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources
politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar
dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat
diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan
menteri pada pemerintahan Soeharto. Ketiga, KNPI menjadi medan magnet
bagi ”perkelahian” untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk
meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan
watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering
nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan mengakui KNPI
sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
2. Era Orde Reformasi (Sekarang) ; Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Melalui Kongres IX di Caringin, Bogor tahun 1999 KNPI yang menghadapi desakan pembubaran berhasil merumuskan dirinya sebagai pendukung gerakan reformasi. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum pada Kongres itu, mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.
Lewat
keberanian untuk merubah paradigma KNPI itu, dari pendukung pemerintah menjadi kelompok penekan pemerintah (pressure group)
citra KNPI semakin mengalami perubahan. Ujian berat ini ternyata mampu diatasi
oleh KNPI dengan kecerdasan mengubah jati dirinya menjadi gerakan yang lebih
progresif. Walaupun akhirnya keistimewaan yang sempat dinikmati sebelumnya
harus dilepaskan. Jangankan untuk mendapat akses kursi kekuasan, untuk
mendapatkan anggaran dari pemerintah pun sulit. Perubahan paradigma inilah yang
menjadi garansi sehingga eksistensi KNPI di era reformasi sekarang tetap
dipertahankan.
Sayangnya,
harapan agar KNPI dapat memainkan peran sebagai kelompok penyeimbang pemerintah
ditengah dinamika kepemudaan saat ini masih belum terwujud secara real, karena
paradigma berpikir sebagian pengurus yang belum berubah dari paradigma lama
(Orde Baru) meyakini wadah KNPI dapat memberinya keistimewaan menyebabkan
rebutan kursi kekuasaan di KNPI masih terjadi. Jauh dari pikiran progresif revolusioner, yang muncul malahan
bagaimana mendapat uang dan kekuasaan yang terpikirkan. Akibatnya KNPI terjebak
pada konflik internal, konflik ini meletus pada penyelenggaraan pertemuan yang
bertema “New Deal Pemuda Indonesia” pada tanggal 28-30 Oktober 2007 di Hotel
Sahid, Jakarta. Pertemuan yang dihadiri oleh OKP dan BEM tersebut salah satunya
menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum DPP KNPI, Hasanuddin Yusuf
dan mendesak agar Hasanuddin Yusuf mundur dari jabatan ketua umum. Alasan
desakan ini salah satunya adalah aktivitas pendirian Partai Pemuda Indonesia
(PPI). Dimana sebagai pendiri dan Ketua Umum PPI Hasanuddin Yusuf telah
menunggangi KNPI untuk membangun infrastruktur PPI hingga ke daerah dimana Pengurus
DPP KNPI dan pengurus DPD KNPI Provinsi dan Kabupaten/Kota banyak yang diajak
dan terlibat dalam PPI. Langkah Hasanudin Yusuf ini dinilai bisa membawa KNPI
dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan
kepentingan partai politik sama seperti yang terjadi di era orde baru. Apalagi
posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin
mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di
masyarakat.
Menjelang
Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di Pekanbaru, Riau pada tanggal 22-25
Juli 2008 gerakan Kontra Hasanuddin semakin kencang melakukan konsolidasi. Hal
yang sama pun dilakukan oleh kelompok Pro Hasanuddin yang ingin melindungi
kepemimpinan Hasanuddin Yusuf. MPP Riau ini, menghasilkan dua keputusan yang
berbeda. Kelompok Pro Hasanuddin masih mengakui kepemimpinan Ketua Umum
Hasanuddin Yusuf. Sedangkan kelompok Kontra Hasanuddin menonaktifkan Hasanuddin
Yusuf dan mengangkat Hans Havlino Silalahi sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum
DPP KNPI yang bertugas untuk mempersiapkan Kongres XII di Bali pada tanggal 28
Oktober 2008. akibatnya Kongres KNPI ke XII akhirnya berlangsung di dua kubu
yang berbeda , dimana kubu pro Hasanudin Yusuf
melaksanakan Kongres di Hotel Mercure Conventional Center Ancol –
Jakarta Pada Tanggal 25 – 28 Oktober
2008 yang menghasilkan Ketua Umum Ahmad Doli Kurnia dan Sekretaris Jenderal
Pahlevi Pangerang. Sedangkan kubu kontra Hasanudin Yusuf melaksanakan Kongres di Hotel Convention
Center Aston Denpasar-Bali, pada tanggal 28 Oktober- 2 Nopember 2008 memutuskan
Azis Syamsudin sebagai Ketua Umum dan Sayed Muhammad Mualiady sebagai
Sekretaris Jenderal.
GUGATAN INDEPENDENSI; Bila kita
menilik sejarah KNPI era orde baru (doeloe) dan KNPI era reformasi (kekinian) sebagaimana
yang telah diuraikan diatas, nampak jelas bahwa ada perbedaan paradigma.
Sebagai imbas dari hegemoni gerakan reformasi 1998 yang memaksa Soeharto
lengser dari jabatannya, image KNPI sebagai bagian dari rezim orde barupun
dinilai patut untuk ikut direformasi. Karena sepanjang kiprahnya KNPI banyak
dijadikan sebagai alat mobilitas vertical untuk jabatan politik atau menjadi
lahan penghidupan yang mengatasnamakan kaum muda. Tidak Independen dan menjadi mitra pengawal kebijkan pemerintah khususnya
dibidang kepemudaan dan kemahasiswaan menjadi symbol paradigma KNPI era orde
baru. Sementara diera reformasi saat ini, sebagai garansi adaptasi terhadap
suhu reformasi yang begitu panas terhadap desakan untuk mereformasi semua
komponen orde baru, maka KNPI melakukan reposisi sifat dan perannya menjadi organisasi
pemuda yang bersifat independent dan berperan sebagai mitra kritis pemerintah. Tuntutan INDEPENDENSI
KNPI ini tentunya tidak hanya sekedar tekstual dalam konstitusi KNPI, tetapi
pada aplikasi teknisnya dalam managemen kepemimpinan organisasi termasuk dalam
hal pengambilan kebijakan organisasi harus mencerminkan profesionalitasnya
sebagai suatu organisasi yang benar-benar independen.
Sehingganya
sangat naïf jika ada yang mengharamkan KNPI mengoreksi pemerintah dengan
apologi bahwa tidak ada dalam sejarah KNPI berseberangan pendapat dengan
pemerintah, seolah menjastifikasi bahwa KNPI bersifat dependen kepada
pemerintah sehingga tidak ada ruang untuk tidak bersepakat dengan berbagai
macam kebijakan pemerintah sekalipun itu timpang. Paradigma pemuda khususnya
yang menjadi ketua atau pengurus KNPI dengan menyeragamkan antara KNPI era orde
baru dengan KNPI era orde reformasi patut dipertanyakan landasan berpikirnya,
baik dari segi referensi historis pemuda/KNPI maupun dari segi referensi
konstitusi KNPI. Termasuk jika, paradigma kolot seperti itu menjadi bagian dari
corak berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Kabupaten Banggai
Kepulauan. Kesesatan berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Banggai
Kepulauan dalam memaknai sifat dan peran KNPI dapat dilihat secara nyata pada kiprahnya
selama beberapa bulan belakangan ini.
Sejumlah
kebijakan organisasi yang inkonstitusional dapat kita jadikan sebagai indicator
variablenya. Mulai dari pelaksanaan rapat-rapat pleno KNPI yang jauh dari
quorum karena sengaja tidak menghadirkan para unsure pimpinan DPD KNPI Banggai
Kepulauan, serta pembentukan Pengurus Kecamatan (PK) yang tidak procedural
karena tanpa melalui proses Musyawarah Kecamatan (Muscam) melainkan para camat
se Kabupaten Banggai Kepulauan yang di mandatir untuk melakukan rekruitmen Pengurus
Kecamatan dimasing – masing kecamatan sesuai dengan wilayah kerja masing-camat
yang bersangkutan. Padahal jelas bahwa amanat konstitusi KNPI pada Anggaran
Dasar pasal 21 ayat (2) point C menyebutkan bahwa Muscam memiliki wewenang
untuk memilih dan menetapkan pengurus kecamatan, dan Pasal 30 ayat (1) bahwa Pengurus Kecamatan dipilih oleh Musyawarah Kecamatan
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
Kesan bahwa pembentukan PK yang dilegitimasikan
kepada masing-masing camat sarat dengan unsur politis atau dengan kata lain
bahwa pembentukan PK ini sengaja dipolitisasi bukan hanya sekedar sebagai
realisasi dari amanat Musyawarah Daerah Kabupaten (MUSDAKAB) III KNPI Banggai
Kepulauan tetapi lebih dari itu sebagai ajang rekruitmen tim sukses untuk
pemenangan incumbent pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Kepulauan yakni Irianto Malingong dan
Ehud Salamat (IRES). Sebab bagimana
mungkin seorang Bupati hanya dengan label ketua dewan pembina KNPI turut
menandatangani surat DPD KNPI Bangkep yang ditujukan kepada para camat se Kabupaten
Banggai Kepulauan perihal perintah pembentukan PK. Sementara dalam konstruksi struktur
organisasi KNPI, posisi dewan pembina yang meliputi unsur Muspida bersifat informal struktural, sehingga tidak memiliki
legitimasi konstitusi untuk dilibatkan dalam pengambilan kebijakan organisasi,
berbeda halnya dengan Dewan Pengurus dan Majelis Pemuda Indonesia (MPI) yang
bersifat formal struktural. Ini tentunya sangat lucu, sebagai organisasi
independen KNPI Banggai Kepulauan seolah seperti layaknya organisasi birokrasi semacam
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dalam pelaksanaan kebijkannya menggunakan
garis komando birokrasi.
Yang luar biasa lagi, penyebutan
struktur pengurus ditingkat kecamatanpun berubah nama dengan menggunakan
termilogi DPC (Dewan Pimpinan Cabang) KNPI, bukan Pengurus Kecamatan (PK) sebagimana
disebutkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KNPI, kemudian
adalagi ditingkat desa yang disebut PAC (Pengurus Anak Cabang) hal ini seperti
diberitakan dalam media massa yang menyebutkan bahwa Ketua KNPI Bangkep melantik
19 DPC KNPI Kecamatan. Penggunaan terminologi ini mengigatkan saya pada struktur
partai politik kita yang akrab menggunakan
penyebutan itu untuk pengurus ditingkat Kabupaten dan Kecamatan. Mungkin
penyebutan ini bagian dari isyarat bahwa memang KNPI Bankep adalah organisasi
politik, sama seperti PDIP dan PAN yang siap untuk mengusung calon Bupati dan
Wakil Bupati Banggai Kepulauan periode 2011-2016. sehingga pelantikan 19 PAC KNPI Bangkep
merupakan salah satu strategi konsolidasi untuk memenangkan kandidit yang
diusung DPD Partai KNPI kabupaten Banggai Kepulauan. Konsolidasi ke
kecamatan-kecamatan dengan menggunakan atribut KNPI, mobil berlogo KNPI dengan
gambar pasangan calon Bupati dan wakil bupati Bangkep merupakan salah satu instrumen untuk mensosialisasikan bahwa DPD
Partai KNPI Bangkep mendukung kandidat tersebut.
Inilah
gambaran KNPI Bangkep yang kehilangan independensi, karena bukan hanya sekedar
dibarter dengan alokasi APBD 2011 senilai Rp.250 juta, tetapi juga dibarter untuk
menaikan rating dimata penguasa guna mengenjot karier. Independensi KNPI pun
tersandera oleh kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dengan dalih
membesarkan KNPI untuk kepentingan pemuda. kalau toh sahwat kita besar untuk
ikut memainkan peran pada rana politik praktis menjelang PEMILUKADA dengan
orientasi tertentu untuk mencapai ambisi pribadi maupun kelompok, maka
seharusnya KNPI secara kelembagaan jangan digunakan sebagai wadah untuk menggalang
dukungan yang kemudian diarahkan untuk mendukung salah satu pasangan calon
karena itu merupakan infraksi konstitusi KNPI. Kalaupun KNPI ikut mengambil
peran pada momentum politik seperti PEMILUKADA, maka yang paling tepat
dilakukan oleh KNPI adalah bagaimana memberikan edukasi politik kepada
masyarakat dengan cara turut serta mensosialisasikan penyelenggaraan PEMILUKADA
dengan format yang lebih cerdas seperti acara seminar, debat kandidat dan lain
sebagainya, sehingga masyarakat bisa menentukan pilihannya sesuai hati nurani
masing-masing.
Profesionalisme
pengurus dalam memposisikan diri sesuai dengan kapasitas mereka secara personal
maupun inpersonal adalah sikap yang proporsional. Entah itu dalam kapasitas
sebagai pimpinan / pengurus KNPI (ketua pemuda), sebagai pejabat daerah (bawahan)
atau dalam kapasitas sebagai pribadi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan
pihak penguasa tentunya merupakan salah satu aitem agar independensi organisasi
tidak tericiderai. Karena sebagai lembaga berhimpunnya OKP, KNPI merupakan
wadah yang mengedepankan intelektualitas.
Tetapi
sepertinya susah untuk mengubah kondisi ini, peran yang tengah dilakoni KNPI
Banggai kepulauan telah menjadi ciri dari karakter berfikir mereka yang Orde
Baru-isme (ORBAISME). Apalagi ditambah
dengan managemen pemerintahan Banggai kepulauan yang dikelola dengan mengadopsi
konsep Orbaisme. Sehingga lengkaplah sudah bahwa Bangkep adalah miniature
Indonesia era Orde Baru. Bagaimana tidak, Paradigma DPD KNPI Banggai Kepulauan
masih terjebak pada paradigma lama (Orde Baru) karena masih beranggapan bahwa
KNPI sebagai lembaga kepanjangan tangan pemerintah. Aktivitas organisasi selalu
mengandalkan pada anggaran pemerintah APBD. Padahal dalam AD/ART KNPI tidak
tercantum bahwa sumber anggaran utama KNPI adalah dari APBD, melainkan dari iuran
anggota dewan pengurus yang ditetapkan oleh masing-masing tingkatan dewan
pengurus, Sumbangan anggota, bantuan pihak lain yang tidak mengikat, dan
usaha-usaha lain yang sah, dengan melalui badan-badan khusus yang dibentuk
untuk mengacu pasal 32 anggaran dasar ini, sesuai dengan pasal 33 Anggaran
Dasar KNPI. Kalaupun APBD masuk dalam kategori bantuan pihak lain yang tidak
mengikat, berati tidak ada sebuah keharusan bagi KNPI untuk melakukan segala
macam cara untuk kepentingan pemerintah / penguasa, hanya karena telah
mendapatkan alokasi APBD senilai Rp.250 juta.
Tetapi kadang karena kekakuan
berpikir kita dalam memaknai hal-hal yang sesungguhnya praktis seperti itu,
membuat ketergantungan eksistensi sebuah ogranisasi seperti KNPI mutlak berada
dalam uluran tangan pemerintah. Akibatnya independensi KNPI menjadi lentur yang
menyebabkan KNPI sulit bersikap kritis terhadap pemerintah. Padahal KNPI kekinian (orde reformasi)
bukanlah KNPI dulu (orde baru) KNPI sebagai institusi bagian dari pemerintah
yang harus mendapat fasilitas berupa anggaran, sarana, atau lainnya. Tetapi KNPI
adalah lembaga independen yang menyuarakan kebebasan berekspresi kaum muda di
ruang publik. Kebebasan berpendapat dan bersikap dilakukan untuk mengontrol
kebijakan pemerintah, menjaga harmonisasi kehidupan sosial, serta mewujudkan
keadilan sosial. Dan Pengurus KNPI bukan calon elit penguasa. Sebagai wadah
bersama KNPI bukan tangga kekuasaan. Tetapi KNPI adalah aggregator sekaligus
artikulator kepentingan masyarakat/pemuda. Aktivis pemuda yang menjadi pengurus
KNPI adalah aktivis pro demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan
kepentingan untuk menjadi penguasa yang dilakukan tetapi memperjuangkan amanat
penderitaan rakyat yang diutamakan. Dengan perubahan kondisi sosial politik
saat ini maka untuk menjadi penguasa baik di legislatif maupun eksekutif para
pemuda harus lewat jalur partai politik. KNPI dijadikan sebagai laboratorium
kader untuk mengasah kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak para pemuda
Indonesia.***
NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 25 - 29 Januari 2011
NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 25 - 29 Januari 2011