Sabtu, 12 Januari 2013

REFLEKSI HISTORIS & GUGATAN INDEPENDENSI (Sebuah Kritik Terhadap Peran KNPI Bangkep)


Oleh : Fatharany Berkah Abdul Barry
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk

Berbicara mengenai Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), maka kita akan  bicara tentang PEMUDA. Pemuda bagi Bangsa Indonesia adalah kelompok usia yang memiliki nilai serta posisi yang strategis dalam masyarakat. Sejarah perjalanan Bangsa Indonesia selalu menyertai pemuda, karena baik diminta maupun secara sukarela pemuda aktif di dalamnya. Berbagai moment penting bagi Bangsa Indonesia lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan para pemuda. Jika kita menengok peran hirtorisnya, sungguh tidak bisa dipungkiri bila Republik ini lahir juga berkat perjuangan tiada henti dari pemuda. Tokoh-tokoh pemuda yang lahir pada masa perjuangan revolusi fisik hingga kemerdekaan adalah bukti konkrit eksistensi para pemuda mulai dari peristiwa 1908,1928,1945,1965.1998 adalah saksi bisu peran kesejarahan yang telah dilakoni pemuda.
            Perjuangan para pemuda tentunya tidak akan pernah berakhir karena secara sosiologis pemuda merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki sifat progresif, kritis, idealis, dan selalu gelisah ketika melihat jalan kehidupannya tidak ideal, dan hal inilah yang menjadi tungku semangat perjuangan pemuda. Kegalauan akan eksistensi perjuangannya untuk rakyat, telah memunculkan banyak pemuda yang menghimpunkan diri dalam berbagai organisasi kepemudaan berbasis kemahasiswaan yang memposisikan dirinya sebagai sparing partner pemerintah, mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang menyimpang dan tidak memihak kepada rakyat. Pada saat Negara mengalami kemandegan mereka menekan negara untuk mengurangi hegemoninya dan menuntut pemerintah agar memberikan kebebasan berkreasi dan berkembang pada rakyat, mereka melakukan gerakan-gerakan memperjuangkan kepentingan rakyat serta tetap mempertahankan independensinya tanpa terkooptasi oleh kekuasaan. Itulah sejatinya identitas pemuda yang kemudian melembagakan diri secara kolektif dalam wadah berhimpunnya kaum muda mahasiswa seperti KAMI  dan KNPI.
            Tulisan ini sesunggunya didedikasikan buat semua insan pemuda yang berafiliasi pada wadah KNPI secara umum serta para pengurus daerah KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan secara khusus dengan motivasi : (1) Sebagai JAWABAN atas persepsi sejumlah Pengurus Daerah KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan yang konon katanya sangat mahir mengenai seluk beluk dan latar belakang sejarah KNPI sehingga mengkalim tidak ada dalil sedikitpun yang melegitimasi bahwa organisasi tempat berhimpunnya OKP ini, dapat memberikan KOREKSI kepada pemerintah ketika ada kebijakan pemerintah yang timpang dengan dalih KNPI adalah lembaga pemuda yang dependen terhadap kekuasaan. (2). Sebagai GUGATAN terbuka terhadap eksistensi dan peran KNPI Banggai Kepulauan dalam dinamika social daerah, khususnya peran KNPI menjelang momentum pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA) Kabupaten Banggai Kepulauan pada Juni 2011 mendatang yang sarat dengan tendensi politis, indentitasnya sebagai organisasi pemuda yang bersifat INDEPENDEN pun diabaikan, peran KNPI Banggai Kepulauan layaknya seperti partai politik pengusung calon pasangan Bupati dan wakil bupati yang rutin mensosialisasikan kandididatnya  secara vulgar dalam berbagai macam format. Oleh sebab itu, dalam artikel ini, penulis sengaja menyajikan secara singkat awal kelahiran histories KNPI, Paradigma KNPI, era orde baru (doeloe) dan era orde reformasi (sekarang) yang sesungguhnya telah memiliki perbedaan, sebagai wujud adaptasi tuntutan reformasi, baik itu dari segi SIFAT maupun PERAN organisasi KNPI.

AWAL SEJARAH KNPI; Ketika bangsa ini mengalami goncangan social dan politik pada era orde lama akibat ancaman komunisasi idiologi Negara yang begitu kuat melalui gerakan revolusioner Partai Komunis Indonesia (PKI), serta problem bangsa lainya yang kian membebani rakyat, memantik semangat kelompok organisasi pemuda yang berbasis mahasiswa untuk ikut mengambil peran atas kondisi kritis tersebut dengan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25 Oktober 1965, KAMI kemudian mengelola massa dan melancarkan demontrasi yang berujung pada pembubaran PKI dan lengsernya Orde Lama,  meskipun peran tersebut harus dibayar dengan gugurnya Arif Rahman Hakim sebagai pahlawan AMPERA.
KAMI ini kemudian menjadi pelopor bangkitnya orde baru bersama ABRI, namun dalam perjalanannya, KAMI justru gagal melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Akibatnya, kaum muda sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah situasi konflik nasional. Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, ketika masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI, PMKRI, GMKI, GMNI, PMII, serta Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi maupun politik hingga akhirnya dibubarkan pada bulan Agustus 1966. Kegagalan KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa orde baru, inilah yang menjadi awal sejarah KNPI. 
Meskipun mereka melakukan kiprah sendiri-sendiri, mereka tetap menyadari bahwa peran yang lebih berarti yang dapat dilakoni oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa dan negara hanya bisa dilakukan apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat tetap dijiwai kaum muda dan pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang pernah dilakukan KAMI. Sejak itu, dari dialog yang dikembangkan oleh para eks tokoh KAMI lahirlah gagasan untuk menyelenggarakan suatu musyawarah nasional (Munas) mahasiswa Indonesia di Bogor 14 -21 Desember 1970 yang mengarah pada pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union of Students (NUS). Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai karena tidak adanya kesamaan persepsi mengenai bentuk dan format yang jelas tentang organisasi yang akan dibentuk serta adanya rasa saling curiga antar organisasi ekstra universitas.
Wacana tersebut ternyata langsung ditangkap kekuatan politik utama Orde Baru yaitu Golongan Karya (Golkar), mengngingat meleburnya kembali organisasi-oraganisasi mahasiswa eks KAMI tersebut merupakan kebangkitan kembali kekuatan presur yang militan karena latar belakang idiologi oraganisasi mereka adalah organisasi pergerakan yang jika  dilepas akan mengintai dan mengancam kelanggengan kekuasaan yang sedang dibangun. Menyadari hal itu Golkar segera melakukan pendekatan kepada organisasi kemahasiswaan untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional melalui Median Sirait Sekretaris Bidang Papelmacenta, Abdul Gafur dan  David Napitupulu. Hal ini dilakukan Golkar seiring dengan politik korporatisme Negara yang merupakan suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum.
Penjajakan yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris Papelmacenta Golkar Median Sirait, dengan Ketua Umum PB HMI Akbar Tandjung, Ketua GMNI Suryadi dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung, serta organisasi kepemudaan seperti Gerakan Pemuda Marhaen(GPM), GP Anshor, dan lain-lain dilakukan secara kontinyu sejak bulan Mei, Juni dan Juli guna menyeragamkan visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk. Finalisasinya pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai ketua umum pertama.

PARADIGMA KNPI
1.      Era Orde Baru (Doeloe); Mencermati sejarahnya tersebut, sesungguhnya motivasi orientasi pembentukan KNPI dari para tokoh muda mahasiswa sebagai wadah persatuan dan kesatuan kaum muda pasca kegagalan KAMI, bukanlah untuk menjadi bagian dari perpanjangan tangan penguasa yang turut melestarikan kekuasaan rezim orde baru. Tetapi murni dilatari sebuah kesadaran kritis kaum muda akan potensi dan tanggungjawab mereka sebagai social control dan agent of change yang masih konsisten dalam khittah perjuangannya untuk terus melakukan peran – peran progresif. Ketergabungan pemuda pada KNPI ini, telah memikat penguasa saat itu untuk merebut dan meminangnya guna mengebiri kekritisan kaum muda. Akibatnya visi ideal pembentukan KNPI, kemudian terbajak oleh kekuasaan orde baru. Alhasil setelah dibentuk KNPI menjadi organisasi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan yang pada akhirnya membuat KNPI kehilangan Independensinya karena mendukung rezim otoritarian. KNPI kemudian memposisikan dirinya menjadi piranti politik pemerintah dalam menegakan UU No.8/1985 atau yang dikenal dengan nama Undang-undang Keormasan. Akibat sikap pengurus yang memposisikan KNPI sebagai piranti politik pemerintah pada waktu itu, maka cap sebagai organisasi kepanjangan tangan pemerintah tidak bisa dielakkan. KNPI menjadi anak emas dan stempel pemerintah untuk segala kebijakannya. Sementara politik korporasi pemerintah orde baru dengan memanfaatkan seluruh organisasi kemasyarakatan dan profesi untuk mendukung kebijakan pemerintah. Untuk melegalkan hal itu, KNPI masuk ke dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) agar mendapat pengakuan konstitusi. Ketua Umum dan pengurus inti menjadi elit-elit pemuda yang memiliki akses pada kekuasaan tanpa batas. Jabatan-jabatan strategis seperti anggota DPR bahkan menteri bisa didapatkan oleh pengurus inti DPP KNPI. Sesuatu yang sangat menggiurkan bagi siapa saja yang haus kekuasaan dan jabatan.
         KNPI inilah yang akhirnya kurang dipercaya masyarakat dan pemuda untuk menjadi kekuatan agregasi kepentingan pemuda Indonesia. Tak heran bila tuntutan pembubaran KNPI nyaring terdengar dan semakin kencang ketika gerakan reformasi berhasil menurunkan Presiden Soeharto. Karena dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Masad Masrur  dalam sebuah tulisannya menguraikan bahwa ada tiga hal yang menjadi argumentasi atas tuntutan pembubaran KNPI, yaitu : Pertama, kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil. Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. Kedua, dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi kekuasaan. Tidak dipungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan menteri pada pemerintahan Soeharto. Ketiga, KNPI menjadi medan magnet bagi ”perkelahian” untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.

2. Era Orde Reformasi (Sekarang) ; Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Melalui Kongres IX di Caringin, Bogor tahun 1999 KNPI yang menghadapi desakan pembubaran berhasil merumuskan dirinya sebagai pendukung gerakan reformasi.  Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum pada Kongres itu, mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.
Lewat keberanian untuk merubah paradigma KNPI itu, dari pendukung pemerintah menjadi kelompok penekan pemerintah (pressure group) citra KNPI semakin mengalami perubahan. Ujian berat ini ternyata mampu diatasi oleh KNPI dengan kecerdasan mengubah jati dirinya menjadi gerakan yang lebih progresif. Walaupun akhirnya keistimewaan yang sempat dinikmati sebelumnya harus dilepaskan. Jangankan untuk mendapat akses kursi kekuasan, untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah pun sulit. Perubahan paradigma inilah yang menjadi garansi sehingga eksistensi KNPI di era reformasi sekarang tetap dipertahankan.
Sayangnya, harapan agar KNPI dapat memainkan peran sebagai kelompok penyeimbang pemerintah ditengah dinamika kepemudaan saat ini masih belum terwujud secara real, karena paradigma berpikir sebagian pengurus yang belum berubah dari paradigma lama (Orde Baru) meyakini wadah KNPI dapat memberinya keistimewaan menyebabkan rebutan kursi kekuasaan di KNPI masih terjadi. Jauh dari pikiran  progresif revolusioner, yang muncul malahan bagaimana mendapat uang dan kekuasaan yang terpikirkan. Akibatnya KNPI terjebak pada konflik internal, konflik ini meletus pada penyelenggaraan pertemuan yang bertema “New Deal Pemuda Indonesia” pada tanggal 28-30 Oktober 2007 di Hotel Sahid, Jakarta. Pertemuan yang dihadiri oleh OKP dan BEM tersebut salah satunya menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum DPP KNPI, Hasanuddin Yusuf dan mendesak agar Hasanuddin Yusuf mundur dari jabatan ketua umum. Alasan desakan ini salah satunya adalah aktivitas pendirian Partai Pemuda Indonesia (PPI). Dimana sebagai pendiri dan Ketua Umum PPI Hasanuddin Yusuf telah menunggangi KNPI untuk membangun infrastruktur PPI hingga ke daerah dimana Pengurus DPP KNPI dan pengurus DPD KNPI Provinsi dan Kabupaten/Kota banyak yang diajak dan terlibat dalam PPI. Langkah Hasanudin Yusuf ini dinilai bisa membawa KNPI dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan kepentingan partai politik sama seperti yang terjadi di era orde baru. Apalagi posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di masyarakat.
Menjelang Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di Pekanbaru, Riau pada tanggal 22-25 Juli 2008 gerakan Kontra Hasanuddin semakin kencang melakukan konsolidasi. Hal yang sama pun dilakukan oleh kelompok Pro Hasanuddin yang ingin melindungi kepemimpinan Hasanuddin Yusuf. MPP Riau ini, menghasilkan dua keputusan yang berbeda. Kelompok Pro Hasanuddin masih mengakui kepemimpinan Ketua Umum Hasanuddin Yusuf. Sedangkan kelompok Kontra Hasanuddin menonaktifkan Hasanuddin Yusuf dan mengangkat Hans Havlino Silalahi sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum DPP KNPI yang bertugas untuk mempersiapkan Kongres XII di Bali pada tanggal 28 Oktober 2008. akibatnya Kongres KNPI ke XII akhirnya berlangsung di dua kubu yang berbeda , dimana kubu pro Hasanudin Yusuf  melaksanakan Kongres di Hotel Mercure Conventional Center Ancol – Jakarta  Pada Tanggal 25 – 28 Oktober 2008 yang menghasilkan Ketua Umum Ahmad Doli Kurnia dan Sekretaris Jenderal Pahlevi Pangerang. Sedangkan kubu kontra Hasanudin Yusuf  melaksanakan Kongres di Hotel Convention Center Aston Denpasar-Bali, pada tanggal 28 Oktober- 2 Nopember 2008  memutuskan  Azis Syamsudin sebagai Ketua Umum dan Sayed Muhammad Mualiady sebagai Sekretaris Jenderal.

GUGATAN INDEPENDENSI;  Bila kita menilik sejarah KNPI era orde baru (doeloe) dan KNPI era reformasi (kekinian) sebagaimana yang telah diuraikan diatas, nampak jelas bahwa ada perbedaan paradigma. Sebagai imbas dari hegemoni gerakan reformasi 1998 yang memaksa Soeharto lengser dari jabatannya, image KNPI sebagai bagian dari rezim orde barupun dinilai patut untuk ikut direformasi. Karena sepanjang kiprahnya KNPI banyak dijadikan sebagai alat mobilitas vertical untuk jabatan politik atau menjadi lahan penghidupan yang mengatasnamakan kaum muda. Tidak Independen dan menjadi mitra pengawal kebijkan pemerintah khususnya dibidang kepemudaan dan kemahasiswaan menjadi symbol paradigma KNPI era orde baru. Sementara diera reformasi saat ini, sebagai garansi adaptasi terhadap suhu reformasi yang begitu panas terhadap desakan untuk mereformasi semua komponen orde baru, maka KNPI melakukan reposisi sifat dan perannya menjadi organisasi pemuda yang bersifat  independent dan berperan sebagai mitra kritis pemerintah. Tuntutan INDEPENDENSI KNPI ini tentunya tidak hanya sekedar tekstual dalam konstitusi KNPI, tetapi pada aplikasi teknisnya dalam managemen kepemimpinan organisasi termasuk dalam hal pengambilan kebijakan organisasi harus mencerminkan profesionalitasnya sebagai suatu organisasi yang benar-benar independen.
Sehingganya sangat naïf jika ada yang mengharamkan KNPI mengoreksi pemerintah dengan apologi bahwa tidak ada dalam sejarah KNPI berseberangan pendapat dengan pemerintah, seolah menjastifikasi bahwa KNPI bersifat dependen kepada pemerintah sehingga tidak ada ruang untuk tidak bersepakat dengan berbagai macam kebijakan pemerintah sekalipun itu timpang. Paradigma pemuda khususnya yang menjadi ketua atau pengurus KNPI dengan menyeragamkan antara KNPI era orde baru dengan KNPI era orde reformasi patut dipertanyakan landasan berpikirnya, baik dari segi referensi historis pemuda/KNPI maupun dari segi referensi konstitusi KNPI. Termasuk jika, paradigma kolot seperti itu menjadi bagian dari corak berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan. Kesesatan berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Banggai Kepulauan dalam memaknai sifat dan peran KNPI dapat dilihat secara nyata pada kiprahnya selama beberapa bulan belakangan ini.
            Sejumlah kebijakan organisasi yang inkonstitusional dapat kita jadikan sebagai indicator variablenya. Mulai dari pelaksanaan rapat-rapat pleno KNPI yang jauh dari quorum karena sengaja tidak menghadirkan para unsure pimpinan DPD KNPI Banggai Kepulauan, serta pembentukan Pengurus Kecamatan (PK) yang tidak procedural karena tanpa melalui proses Musyawarah Kecamatan (Muscam) melainkan para camat se Kabupaten Banggai Kepulauan yang di mandatir untuk melakukan rekruitmen Pengurus Kecamatan dimasing – masing kecamatan sesuai dengan wilayah kerja masing-camat yang bersangkutan. Padahal jelas bahwa amanat konstitusi KNPI pada Anggaran Dasar pasal 21 ayat (2) point C menyebutkan bahwa Muscam memiliki wewenang untuk memilih dan menetapkan pengurus kecamatan, dan Pasal 30 ayat (1) bahwa Pengurus Kecamatan dipilih oleh Musyawarah Kecamatan untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
            Kesan bahwa pembentukan PK yang dilegitimasikan kepada masing-masing camat sarat dengan unsur politis atau dengan kata lain bahwa pembentukan PK ini sengaja dipolitisasi bukan hanya sekedar sebagai realisasi dari amanat Musyawarah Daerah Kabupaten (MUSDAKAB) III KNPI Banggai Kepulauan tetapi lebih dari itu sebagai ajang rekruitmen tim sukses untuk pemenangan incumbent pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati  Banggai Kepulauan yakni Irianto Malingong dan Ehud Salamat (IRES).  Sebab bagimana mungkin seorang Bupati hanya dengan label ketua dewan pembina KNPI turut menandatangani surat DPD KNPI Bangkep yang ditujukan kepada para camat se Kabupaten Banggai Kepulauan perihal perintah pembentukan PK. Sementara dalam konstruksi struktur organisasi KNPI, posisi dewan pembina yang meliputi unsur Muspida bersifat  informal struktural, sehingga tidak memiliki legitimasi konstitusi untuk dilibatkan dalam pengambilan kebijakan organisasi, berbeda halnya dengan Dewan Pengurus dan Majelis Pemuda Indonesia (MPI) yang bersifat formal struktural. Ini tentunya sangat lucu, sebagai organisasi independen KNPI Banggai Kepulauan seolah seperti layaknya organisasi birokrasi semacam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dalam pelaksanaan kebijkannya menggunakan garis komando birokrasi.
            Yang luar biasa lagi, penyebutan struktur pengurus ditingkat kecamatanpun berubah nama dengan menggunakan termilogi DPC (Dewan Pimpinan Cabang) KNPI, bukan Pengurus Kecamatan (PK) sebagimana disebutkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KNPI, kemudian adalagi ditingkat desa yang disebut PAC (Pengurus Anak Cabang) hal ini seperti diberitakan dalam media massa yang menyebutkan bahwa Ketua KNPI Bangkep melantik 19 DPC KNPI Kecamatan. Penggunaan terminologi ini mengigatkan saya pada struktur partai politik kita yang akrab menggunakan  penyebutan itu untuk pengurus ditingkat Kabupaten dan Kecamatan. Mungkin penyebutan ini bagian dari isyarat bahwa memang KNPI Bankep adalah organisasi politik, sama seperti PDIP dan PAN yang siap untuk mengusung calon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Kepulauan periode 2011-2016.  sehingga pelantikan 19 PAC KNPI Bangkep merupakan salah satu strategi konsolidasi untuk memenangkan kandidit yang diusung DPD Partai KNPI kabupaten Banggai Kepulauan. Konsolidasi ke kecamatan-kecamatan dengan menggunakan atribut KNPI, mobil berlogo KNPI dengan gambar pasangan calon Bupati dan wakil bupati Bangkep merupakan salah satu  instrumen untuk mensosialisasikan bahwa DPD Partai KNPI Bangkep mendukung kandidat tersebut.
            Inilah gambaran KNPI Bangkep yang kehilangan independensi, karena bukan hanya sekedar dibarter dengan alokasi APBD 2011 senilai Rp.250 juta, tetapi juga dibarter untuk menaikan rating dimata penguasa guna mengenjot karier. Independensi KNPI pun tersandera oleh kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dengan dalih membesarkan KNPI untuk kepentingan pemuda. kalau toh sahwat kita besar untuk ikut memainkan peran pada rana politik praktis menjelang PEMILUKADA dengan orientasi tertentu untuk mencapai ambisi pribadi maupun kelompok, maka seharusnya KNPI secara kelembagaan jangan digunakan sebagai wadah untuk menggalang dukungan yang kemudian diarahkan untuk mendukung salah satu pasangan calon karena itu merupakan infraksi konstitusi KNPI. Kalaupun KNPI ikut mengambil peran pada momentum politik seperti PEMILUKADA, maka yang paling tepat dilakukan oleh KNPI adalah bagaimana memberikan edukasi politik kepada masyarakat dengan cara turut serta mensosialisasikan penyelenggaraan PEMILUKADA dengan format yang lebih cerdas seperti acara seminar, debat kandidat dan lain sebagainya, sehingga masyarakat bisa menentukan pilihannya sesuai hati nurani masing-masing.
Profesionalisme pengurus dalam memposisikan diri sesuai dengan kapasitas mereka secara personal maupun inpersonal adalah sikap yang proporsional. Entah itu dalam kapasitas sebagai pimpinan / pengurus KNPI (ketua pemuda), sebagai pejabat daerah (bawahan) atau dalam kapasitas sebagai pribadi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pihak penguasa tentunya merupakan salah satu aitem agar independensi organisasi tidak tericiderai. Karena sebagai lembaga berhimpunnya OKP, KNPI merupakan wadah yang mengedepankan intelektualitas.
Tetapi sepertinya susah untuk mengubah kondisi ini, peran yang tengah dilakoni KNPI Banggai kepulauan telah menjadi ciri dari karakter berfikir mereka yang Orde Baru-isme (ORBAISME). Apalagi ditambah dengan managemen pemerintahan Banggai kepulauan yang dikelola dengan mengadopsi konsep Orbaisme. Sehingga lengkaplah sudah bahwa Bangkep adalah miniature Indonesia era Orde Baru. Bagaimana tidak, Paradigma DPD KNPI Banggai Kepulauan masih terjebak pada paradigma lama (Orde Baru) karena masih beranggapan bahwa KNPI sebagai lembaga kepanjangan tangan pemerintah. Aktivitas organisasi selalu mengandalkan pada anggaran pemerintah APBD. Padahal dalam AD/ART KNPI tidak tercantum bahwa sumber anggaran utama KNPI adalah dari APBD, melainkan dari iuran anggota dewan pengurus yang ditetapkan oleh masing-masing tingkatan dewan pengurus, Sumbangan anggota, bantuan pihak lain yang tidak mengikat, dan usaha-usaha lain yang sah, dengan melalui badan-badan khusus yang dibentuk untuk mengacu pasal 32 anggaran dasar ini, sesuai dengan pasal 33 Anggaran Dasar KNPI. Kalaupun APBD masuk dalam kategori bantuan pihak lain yang tidak mengikat, berati tidak ada sebuah keharusan bagi KNPI untuk melakukan segala macam cara untuk kepentingan pemerintah / penguasa, hanya karena telah mendapatkan alokasi APBD senilai Rp.250 juta.
Tetapi kadang karena kekakuan berpikir kita dalam memaknai hal-hal yang sesungguhnya praktis seperti itu, membuat ketergantungan eksistensi sebuah ogranisasi seperti KNPI mutlak berada dalam uluran tangan pemerintah. Akibatnya independensi KNPI menjadi lentur yang menyebabkan KNPI sulit bersikap kritis terhadap pemerintah.  Padahal KNPI kekinian (orde reformasi) bukanlah KNPI dulu (orde baru) KNPI sebagai institusi bagian dari pemerintah yang harus mendapat fasilitas berupa anggaran, sarana, atau lainnya. Tetapi KNPI adalah lembaga independen yang menyuarakan kebebasan berekspresi kaum muda di ruang publik. Kebebasan berpendapat dan bersikap dilakukan untuk mengontrol kebijakan pemerintah, menjaga harmonisasi kehidupan sosial, serta mewujudkan keadilan sosial. Dan Pengurus KNPI bukan calon elit penguasa. Sebagai wadah bersama KNPI bukan tangga kekuasaan. Tetapi KNPI adalah aggregator sekaligus artikulator kepentingan masyarakat/pemuda. Aktivis pemuda yang menjadi pengurus KNPI adalah aktivis pro demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan kepentingan untuk menjadi penguasa yang dilakukan tetapi memperjuangkan amanat penderitaan rakyat yang diutamakan. Dengan perubahan kondisi sosial politik saat ini maka untuk menjadi penguasa baik di legislatif maupun eksekutif para pemuda harus lewat jalur partai politik. KNPI dijadikan sebagai laboratorium kader untuk mengasah kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak para pemuda Indonesia.***

NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 25 - 29 Januari 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar