tag:blogger.com,1999:blog-12254316380422613832024-03-08T13:16:08.734-08:00MANDALA REVOLUSI BANGGAPI"Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, maka menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator" (Hadji Oemar Said Tjokroaminoto)***
[karena itu,lakukanlah ! "Yakin Pasti Akan Bisa [YPAB]"FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-58186881361812986662019-10-22T12:23:00.000-07:002019-10-22T15:06:05.317-07:00LEPAS SAJA PUPUA; GITU AJA KOK REPOT ! (Tinjauan atas Akar Masalah Papua dan Solusinya) <div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-family: "lucida sans" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></b>
<b><span style="font-family: "lucida sans" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Oleh
: F.B. ABDUL BARRY</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;">(Aktivis dan Pemerhati Masalah Papua, dari
Negeri Banggai-Sulawesi Tengah)<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br />
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="color: black; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 150%;">Judul ini diambil sebagai refleksi
dari polemik Papua yang panjang dan hari-hari ini kian menghangat. Memilih ungkapan
Gitu aja kok repot dari mendiang Gusdur sebagai imbuhan dari dari frasa Lepas
saja Papua, karena dua alasan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pertama,</i>
ungkapan Gitu aja kok repot bukanlah sekedar guyonan namun mempunyai makna yang
cukup dalam, karena kata-kata itu berasal dari fikih Islam; "Yasir Wa La
Tu Asir," yang artinya, permudah dan jangan dipersulit, begitulah
dijelaskan oleh M. Hamid dalam bukunya Jejak sang Guru Bangsa (2014). <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kedua,</i> Gusdur adalah sosok yang menyejukan
bagi bangsa Papua, dan mendapat tempat paling baik dihati masyarakat dan
tokoh-tokoh Papua. Karena kebijakannya selama menjadi Presiden keempat RI
dinilai begitu populis bagi rakyat Papua, ia mengembalikan <span style="letter-spacing: .1pt;">nama Papua dengan mengganti nama Provinsi Irian
Jaya menjadi Papua, serta membolehkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai
lambang budaya masyarakat Papua dengan syarat dikibarkan di bawah bendera merah
putih.</span></span><br />
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="color: black; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; letter-spacing: 0.1pt; line-height: 150%;"><br /></span>
<span style="color: black; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; letter-spacing: 0.1pt; line-height: 150%;">Terlepas dari
prolog diatas, penulis ingin mengajak kita mulai masuk pada substansi masalah Papua
dari perspektif para pengamat maupun peneliti. </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Ottis Simopiaref, seorang pemerhati masalah Papua melihat empat masalah
yang menjadi alasan mengapa orang Papua ingin merdeka, karena (a). Hak
Penentuan Nasib Sendiri yang dijamin oleh Hukum Internasional; </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">(b). Budaya yang
membedakan Papua dari Indonesia, di mana Papua tergolong ras Negroid dan
Indonesia tergolong ras Mongoloid; </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">(c). Sejarah Papua yang berbeda dengan dengan Indonesia sebelum
Majapahit dan Hindia Belanda; (d). Realitas di mana rakyat Papua menolak hasil
Pepera 1969 dan masih tetap menuntut hak menentukan nasib sendiri. </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><span style="font-size: 14.6667px;"><br /></span></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><span style="font-size: 14.6667px;">Sementara riset Tim LIPI tahun 2006 yang kemudian dituangkan dalam buku Road Map Papua (2008) juga menyimpulkan empat akar masalah Papua, yaitu (1). Masalah marjinalisasi dan efek diskriminatif terhadap Orang Asli Papua sejak 1970. (2). Kegagalan pembangunan terutama di bidang Pendidikan, Kesehatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. (3). Adanya kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta. (4). Pertanggungjawaban atas kekerasan Negara di masa lalu terhadap Warga Negara Indonesia di Papua. </span></span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><span style="font-size: 14.6667px;"><br /></span></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><span style="font-size: 14.6667px;">Kedua Pandangan di atas, struktur dan esensinya adalah sama, namun bagi penulis dari keempat indikator akar masalah yang serupa itu, </span></span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 14.6667px;">bila di tinjau dari perspektif ekonomi-politik</span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 14.6667px;"> </span><i><b style="font-family: "myriad pro", sans-serif; font-size: 14.6667px;">"Substansi utama dari akar masalah Papua adalah masalah </b><b style="font-family: "myriad pro", sans-serif; font-size: 14.6667px;">Kekayaan Sumber Daya Alam".</b></i><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 14.6667px;"> sebab kekayaan alam itulah yang telah menjadikan </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 14.6667px;">Papua sebagai daerah yang diperebutkan</span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 14.6667px;">. dimana obsesi geopolitik strategis Indonesia dan konsesi kapitalisme asing (Amerika) melalui Freeport McMoRant (FCX) saling berkelahi berebut kuasa atas kekayaan tanah Papua.</span><br />
<br />
<span style="color: black; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Lihat bagaimana argumentasi dari Bung
Karno dan Yamin ketika terjadi perdebatan alot dengan Bung Hatta di sidang BPUPKI pada 10-11 Juli 1945 tentang batas-batas wilayah Indonesia khususnya yang menyangkut Papua Barat, bahwa "...Papua menjadi sumber kekayaan alam yang tidak ternilai, sehingga bisa diwariskan kepada generasi Indonesia berikutnya". Serta bagaimana peran konspiratif Allen Dulles <i>Direktur of Central Intelligence Agency (CIA)</i> dengan pengusaha raksasa minyak Amerika Serikat, Rockefeller, yang bergitu bernafsu menguasai Alam Papua setelah mengendus laporan penemuan gunung emas (1936) di Ertsberg oleh tiga geolog asal Belanda, Dozy, Colijn, dan Wissel.</span><br />
<span style="color: black; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><span style="font-size: 14.6667px;">Fakta ini menjadi motif terselubung dari memihaknya Amerika Serikat </span></span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">kepada Indonesia dalam
sengketa Irian Barat (kini Papua) dengan Belanda, karena beririsan dengan motif
kecemasan politik Amerika Serikat ketika melihat Bung Karno begitu dekat dengan
Rusia, dan memberikan peluang tumbuhnya komunisme di Indonesia secara terbuka.
Sebagai negara Kapitalistik menurut pengamatan CIA hal ini tak akan menguntungkan Amerika Serikat ke depan (</span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Yorrys Raweyai,
Mengapa Papua Ingin Merdeka, 2002).</span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Indikasi itu tergambar jelas dari testimoni Menteri </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Luar Negeri Belanda Joseph Luns dalam buku "Bayang-bayang Intervensi, Perang Siasat John F. Kennedy dan Allen Dulles atas Soekarno (2019) karya Greg Poulgrain</span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">, dimana Luns mengatakan,
bahwa Amerika memaksa Belanda keluar dari Papua setelah menolak kerja sama
penambangan sumber emas dan tembaga. Akan tetapi setelah berhasil mendepak
Belanda dari Papua, Amerika juga tidak berhasil masuk lantaran kebijakan
ekonomi Soekarno. Oleh karena itu, Direktur CIA Allan Dulles, berusaha
menggulingkan Soekarno.</span><br />
<br />
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Momentumnya bersambut ketika Soekarno
jatuh dan digantikan oleh Soeharto, gunung emas Papua pun lepas, bahkan diduga
kuat menjadi salah satu alat bargaining rezim Soeharto ketika meminta dukungan
dari CIA Amerika serikat. Lewat memoar pribadinya yang ditulis Rayani Sriwidodo
berjudul Jenderal dari pesantren Legok: memoar 80 tahun Achmad Tirtosudiro
(2002), Mayjen TNI Achmad Tirtosudiro
menerangkan bahwa dirinya yang waktu itu menjabat Ketua Ekonomi KOTI
(Komando Operasi Tertinggi) dan Brigjen TNI Alamsyah Ratu Perwiranegara diperintahkan
oleh Mayjen TNI Soeharto untuk menghubungi CIA, para Duta Besar asing, dan
perusahaan-perusahaan besar. Perintah itu dikeluarkan Soeharto setelah menerima
Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dari Presiden Soekarno.</span></div>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Beberapa bulan setelah pengangkatannya
yakni tanggal 7 April 1967 Soeharto langsung menandatangani Kontrak Karya I
(1971-1988) dengan memberikan izin kepada Freeport Sulphure Company, melalui
anak perusahaannya </span><i style="font-family: "myriad pro", sans-serif; font-size: 11pt;">(subsidiary)</i><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">
Freeport Indonesia Incorporated (Freeport) sebagai kontraktor tunggal dalam
eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran tembaga Irian Jaya selama 30 tahun. Sejak
mulai beroperasi 1971 dengan luas konsesi lahan 11 ribu hektare, dan Kontrak
Karya dengan Freeport dilanjutkan dengan Kontrak Karya II yang berlaku sejak
tahun 1991 (kelanjutannya sulit diakhiri) sampai sekarang (Ferdy Hasiman, Freeport
Bisnis Orang Kuat vs Kedaulatan Negara, 2019). </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Dari uraian diatas, nampaklah
motif-motif primer dari argumentasi para aktor yang terlibat dalam perjuangan
integrasi Papua ke Indonesia hingga setelah integrasi, bahwa betapa kuatnya obsesi
penguasaan ekonomi politik sebagai motif utama. Presiden Soekarno ngotot
mencaplok Papua menjadi bagian dari Indonesia meskipun ditentang oleh Bung
Hatta, karena alasan kekayaan Alam Papua sebagai modal besar yang bisa
diwariskan kepada anak-cucu bangsa Indonesia secara turun temurun.</span><br />
<br />
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Begitupun Allen Dulles dan Soeharto, Dulles berupaya menggulingkan Soekarno karena sikap keras kepala Soekarno yang enggan memberikan konsesi eksploitasi emas dan tembaga di Papua. begitu pula Soeharto yang demi selangkah memenuhi ambisinya menggeser posisi Soekarno sebagai Presiden Indonesia kemudian meminta <i>back-up</i> Asing, CIA dan </span><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 150%;">perusahaan-perusahaan besar (Freeport
McMoRant) termasuk didalamnya, dengan barter investasi dan konsesi kekayaan
Alam Papua juga karena motif ekonomi-politik.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"> </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Bedanya, sebagai seorang nasionalis
sejati yang anti kolonialiasi barat Soekarno menginginkan kekayaan alam Papua
dikelola dan dinikmati sebanyak-banyaknya oleh bangsa sendiri. Sementara
Soeharto merelakan dikelola oleh bangsa Asing meskipun dengan keuntungan yang
sekecil-kecilnya asal kekuasaan dapat diperoleh. Walaupun keduanya sama-sama
memiliki sinkretisme kejawaan yang kuat. Dari sinilah motif perebutan kekayaan
alam Papua menjadi pintu masuknya berbagai masalah pelik di tanah Papua, mulai
dari masalah diskriminasi, ketidakadilan, dan pelanggaran HAM, bahkan Orang Asli
Papua seperti Suku Amungme dan Suku Kamoro di alienasi dari rumahnya sendiri. </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Hal ini mulai dapat dilihat dari proses
integrasi (</span><i style="font-family: "Myriad Pro", sans-serif; font-size: 11pt;">New York Agreemeent</i><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">,15 Agustus
1962 dan Pepera, 14 Juli-2 Agustus 1969), izin konsesi bagi Freeport (7 April
1967) hingga pada kebijakan pembangunan terutama masa orde baru (1965-1998) yang
dapat kita sorot korelasinya secara kausalitas. Antara motif-motif utama penguasaan
Sumber Daya Alam dan kebijakan Pembangunan yang cenderung mengalienasi orang
Papua asli agar semakin tidak berdaya, dengan menyemati mereka berbagai
stereotipe yang bersifat peyoratif seperti monyet, bodoh, separatis, dan belum
mampu mandiri. Menunjukan seolah-olah mememang bangsa Papua tidak pantas
berdaulat dan karenanya harus terus berada dibawah hegemoni negara Indonesia.</span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Singkatnya, bagi penulis bila kita coba berhusnuzon pada motif kekukuhan Bung Karno untuk membebaskan Papua dari kekuasaan Belanda dan membawanya ke "Pangkuan IBU PERTIWI Indonesia". Karena kekayaan Papua dibutuhkan untuk kemakmuran bangsa Indonesia yang besar ini, bukan hanya buminya yang dimiliki secara utuh tetapi seluruh kandungannya benar-benar dinikmati untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, khususnya bagi masyarakat Papua. Dalam hal ini, motif Bung Karno kita mahfum sebagai suatu keinginan luhur untuk merangkul Papua dan memeluknya sebagai satu kesatuan solidaritas saudara yang harus dibebaskan pula dari belenggu penjajahan Belanda <i>(meskipun narasi ini begitu paradoks karena kuatnya motif politik dalam diskursus awal perjuangan integrasi Papua ke Indonesia). </i>Itulah mengapa Bung Karno tidak mau memberikan izin eksploitasi gunung emas di Ertsberg Mimika Papua kepada Pihak asing terutama Amerika Serikat melalui Freeport. </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Jika merujuk <b>"Indonesia sebagai Ibu Pertiwi",</b> maka relasi Indonesia dan Papua dalam konteks Keluarga Besar Bangsa Indonesia sebagaimana yang keinginan imajiner Bung Karno, dapat kita analogikan hubungan antara Indonesia dan Papua, selayaknya <i><b>"hubungan antara Ibu dan Anak, indonesia sebagai ibu dan Papua sebagai anak".</b></i> Dalam relasi ini, sebagai Ibu, Indonesia tentu memiliki tanggungjawab untuk mengayomi Papua dari segala gangguan orang asing, mendidiknya secara telaten, mengasihinya setulus hati, tidak memperlakukannya secara diskriminatif dan lain sebagainya, yang pada hakikatnya bagaimana Indonesia memuliakan Papua sebagaimana mestinya perlakukan seorang ibu kepada anak kandungnya sendiri. </span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Bukan justru mencurigai, memberi stigma nakal, kotor, busuk, separatis, bodoh dan tidak memiliki kompetensi untuk mandiri, serta menggadaikannya kepada orang asing untuk di eksploitasi, atau bahkan secara bersama-sama berkonspirasi dengan pihak asing ikut memeras dan menindas anaknya sendiri. ini tentu perilaku seorang ibu yang tidak baik, yang gagal mendidik dan memberi pengayoman. seorang yang benar-benar merasa ibu kandung tidak akan bersikap semacam itu, kecuali mungkin ia adalah seorang ibu kandung yang durhaka pada anaknya sendiri. Kalaupun tidak, kemungkinan sikap itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu tiri hehehe...</span><br />
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;"><br /></span>
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt;">Rangkaian panjang </span><span style="font-family: "myriad pro", sans-serif;">sejarah pelanggaran HAM, stigmatisasi, diskriminasi
bahkan upaya-upaya alienasi secara sistematis bagi bangsa Papua melalui
berbagai kebijakan pemerintah Indonesia, terutama pada era orde baru Soeharto
hingga reformasi menunjukan bahwa Indonesia telah gagal menjadi ibu yang baik
bagi Papua. Insiden rasisme dengan stereotipe Monyet, busuk, bodoh dan lainya
yang sampai sekarang terus terjadi dan dilakukan oleh sesama anak bangsa,
terhadap saudara kita Papua, menunjukan bahwa memang sebagai Ibu Indonesia
telah gagal. Gagal berlaku adil, gagal memberi rasa nyaman, gagal mendidik
anak-anaknya untuk saling menyanyagi, untuk tidak saling mengolok-olok dan
menghina bentuk fisik serta merendahkan martabat kemanusiaan sesama saudara.</span><br />
<span style="font-family: "myriad pro", sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;">Reaksi kenakalan dari seorang anak merupakan resonansi yang ditimbulkan
dari kegagalan seorang ibu dalam memanusiakan anaknya. Karena itu anak tumbuh
menjadi anak yang bandel dan suka membatah ibunya, lalu kemudian distigma
sebagai anak durhaka. Padahal kedurhakaan itu awalnya timbul dari ajaran
kedurhakaan sang ibu kepada anaknya. Analogi relasi antara Indonesia sebagai
ibu dan Papua sebagai anak, serta sebab dan akibat dari dialektikanya selama
ini, menurut penulis menuntun kita pada dua kesimpulan : </span><b style="font-family: "Myriad Pro", sans-serif;"><i>Pertama,</i></b><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"> bahwa Indonesia
sebagai Ibu telah gagal. Bukan hanya gagal mengindonesiakan orang Papua, tapi
lebih substansi lagi yaitu gagal memanusiakan orang Papua. </span><b style="font-family: "Myriad Pro", sans-serif;"><i>Kedua,</i></b><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"> Reaksi kenakalan
(perlawanan) dari sang anak yang bernama Papua, merupakan efek dari kegagalan
sang ibu dalam mendidik dan memberi rasa nyaman. </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;">Karena itu, menyelesaikan masalah Papua membutuhkan kebijaksanaan yang
tinggi dari pemimpin bangsa, semacam Soekarno yang berjiwa nasionalis sejati.
Berani mengatakan tidak, secara lantang dan tegas kepada Asing yang hendak
menguasai kekayaan alam Indonesia, atau paling ideal mungkin seperti Gus Dur
yang begitu humanis dan simple dalam memimpin. Jiwa itu sepertinya belum
dimiliki pemimpin hari ini, yang lebih sibuk memoles citra diri ketimbang
menyelesaikan polemik dan tragedi kemanusiaan. Jika terus seperti ini, kengototan
Indonesia untuk mempertahankan Papua di tengah kegagalannya sebagai ibu
yang baik, dan reaksi Papua sebagai anak
yang merasa dirugikan dan hendak membebaskan diri, maka masalah Papua akan
terus menguras energi kita dalam bernegara.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif;">Oleh sebab itu, kita butuh pemimpin yang berani mengambil sikap gentle
dan legowo, mengakui kegagalan dan daripada menjadi ibu yang durhaka kepada
anaknya dan atau terus terbebani oleh perilaku nakal anaknya. Maka solusinya
menurut penulis kita <b><i>“Lepaskan saja Papua, gitu aja kok repot..!!”</i></b>.
Setidaknya dengan melepaskan Papua Indonesia menjadi berbas dari dosa sebagai
ibu yang tidak baik dan hanya mengeksploitasi anaknya, dan Papua bebas dari
dosa sebagai anak yang durhaka bagi ibunya. Sehingga nanti soal masa depan
Papua menjadi tanggungjawab bangsa Papua, kelanjutan konsesi Freeport-pun
menjadi tanggungjawab mereka jika kelak mereka berdaulat sebagai negara. Intinya,
hidup atau matinya Papua, perang atau damainya Papua, semuanya menjadi
tanggungjawab Bangsa Papua. Opsi ini tentu mustahil dilakukan bila di dalam
hati kita yang merasa bangsa Indonesia, masih ada ketidakrelaan melepaskan
Papua karena motif politis apalagi motif ekonomi, sebab kita (Indonesia) akan
kehilangan wilayah koloni dengan kekayaan alam yang besar.(***)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<i><span style="font-family: "myriad pro" , sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 115%;">Atikel ini pernah di muat pada
media massa online <a href="https://majalahwekonews.com/"><span style="color: black; mso-themecolor: text1;">https://majalahwekonews.com</span></a></span><span style="color: #191919; font-family: "myriad pro" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;"> edisi 18/09/2019</span></i></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-91529915469543561652017-11-19T04:07:00.000-08:002017-11-19T04:07:25.558-08:00TRENDING TOPIC SETNOV VS CAK IMIN (Antara fenomena Tiang Listrik dan Cawapres 2019)<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Oleh : Fatharany Berkah Abdul Barry</b> </span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta)</span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"> “Setya Novanto (Setnov) dan tiang listrik” adalah trending topik ini pekan ini, berbagai linimasa media dipenuhi berita tentang pertemuan ‘mereka’ (baca:Setnov dan tiang listrik) yang berujuang rumah sakit, disisi yang lain ada KPK yang mencari. Begitu dramatik, sekaligus menggelitik, kisah segitiga antara KPK, setnov dan tiang listrik. Namun ini bukanlah kisah pertama Setnov yang menyita perhatian publik. Ada banyak, mulai dari papa minta saham sampai papa minta bantal, yang kedua itu sering terekam oleh camera wartawan, tetapi yang terkini dan menjadi viral ketika Setnov tengah khusyuk dalam mimpinya disaat resepsi pernikahan putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution pada Rabu 8 Noverber 2017 Silam. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menariknya, ada satu sosok yang menyita perhatian karena sikap solidernya yang terekam dalam video tersebut dinilai sebagai upaya menutupi fenomena sleeping Beauty Setnov yang tengah lelap. Dialah Muhaimin Iskandar (Cak Imin) ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebuah asai dari Haris Firmansyah berjudul “Berkat Papa Setnov, Cak Imin melambung sebagai Cawapres 2019” (mojok.co/16/11/17) yang menyorot video itu, setidaknya telah memantik rasa penasaran penulis untuk kemudian membaca dan membuat komparasi atas fenomena kedua tokoh yang sama-sama menjadi trending topik pada beberapa minggu ini. Setnov menjadi trending topik karena fenomenanya yang begitu unik, dramatik, sekaligus menggelitik lucu. Ia seolah seperti Superman, yang kuat dan tak terkalahkan, meski sejumlah titik lemahnya dibidik ia tetap bisa luput, status tersangka, gugur dimeja prapradilan, sakit komplikasi akut tapi bisa berlari. Begitulah gambaran fenomenalnya seorang Setnov sehingga wajarlah ia menjadi trending topik. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sementara Cak Imin juga tak kalah fenomenal, ia memenangi tarung ‘melawan’ kelompok Gur Dur dalam berebut kuasa di PKB pada tahun 2008, lalu sukses menjaga <i>surviver</i> PKB di level aman angka <i>parliamentary threshold</i> pada pemilu 2009 dan 2014 hingga mengantarkan PKB sebagai Partai dilingkungan kekuasaan Jokowi-JK dengan posisi yang strategis. Bagi penulis itu semua tidak lepas dari kelihainnya dalam memilih momentum dan timing yang tepat untuk mengambil sikap berbeda atau bersama dalam koalisi. Tak heran jika kini, Cak Imin oleh banyak kalangan dinilai sebagai figur muda paling potensial dalam bursa calon Wakil Presiden pada Pemilu 2019 mendatang. Dalam kurun waktu Oktober-November PKB sudah menerima ± 71 dukungan dari berbagai kalangan masyarakat dari beberapa wilayah provinsi di Indonesia, baik dari kelompok partisan maupun non partisan yang mendeklarasikan dukungannya kepada Cak Imin untuk maju sebagai Cawapres (Kompas.com/9/11/17). Inilah yang menjadikan Cak Imin trending topik pemberitaan media, khusunya pada sejumlah media online mainstream. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mengamati fenomena trending topik Cak Imin ini, secara garis besar ada 2 (dua) hal yang menunjukan bahwa gelombang dukungan itu begitu objektif dan rasional. Pertama, Cak Imin adalah figur muda progresif, berpengalaman dan religius. Latar belakangnya sebagai seorang santri dan aktivis kampus era reformasi 98, serta rekam jejaknya sebagai pimpinan partai, anggota parlemen dan kabinet, dipandang cukup menjadi pertimbangan kelayakannya untuk menjadi Cawapres, untuk meretas sejumlah persoalan kebangsaan yang menjadi amanat reformasi yang belom terselesaikan. Kedua, mengakar dan memiliki basis massa yang riel. Kapasitasnya sebagai ketua umum PKB serta capaian 11.298.957 (9,04%) suara PKB pada Pemilu 2014, memberikan gambaran bahwa sosoknya populis dan memiliki kemampuan membangun dan menjaga jaringan sosio cultural partai khususnya dikalangan kaum Nahdliyin. Dengan modal ini, akan memungkinkan terbukanya dukungan ulama terhadap dirinya bila maju sebagai Cawapres. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dari kedua indikator tersebut, terlepas kemudian ada beragam asumsi orang tentang kisruh Cak Imin vs Gus Dur, apakah sekedar “dramaturgi politik Gus Dur” seperti kata Mas’ud Adnan Ketua IKAPETE (nu.or.id/06/04/14) atau benar sebuah pembangkangan seperti sanggahan Alissa Wahid pada satu artikel berjudul bapakku bukan perekayasa konflik (pribuminews.co.id/13/11/17). Tetapi yang pasti bagi penulis, karakter politik Cak Imin yang konsisten, toleran dan <i>humble</i>, bisa berkoalisi dengan siapa saja sepanjang sesuai dengan garis partai dan kemaslahatan umat membuat sosoknya bisa diterima oleh semua kalangan. Hal ini menunjukan bahwa Cak Imin adalah salah satu wujud suksesnya Gus Dur dalam melakukan proses kaderisasi. Tentu gaya politik semacam ini diperlukan untuk menjaga harmonisasi komunikasi antara pemerintah (kalangan nasionalis) dan agamawan (kalangan religius).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Apalagi ditengah menguatnya kembali sikap intoleransi atas berbagai keberagaman yang dapat memecah belah bangsa, maka figur dan karakter kepemimpinan ala Gus Dur tentu sangat relevan.
Sehingga bila di bandingkan dengan sejumlah nama yang mencuat seperti Setya Novanto, Jenderal Gatot Nurmantyo, ataupun Agus Harimurti Yudhoyono, maka menurut hemat penulis Cak Imin adalah yang paling refresentatif, bila kita harus memadumadankan kalangan nasionalis dan religius, politisi dan teknokrat atau militer, Cak Imin dapat dipasangkan dengan siapa saja dari kalangan apapun Calon Presidennya, termasuk juga bila dipasangkan dengan petahana Joko Widodo.(**)</span></div>
FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-59053099898062430302017-11-19T03:29:00.000-08:002017-11-19T03:29:42.180-08:00FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-52169760054257011662016-10-04T05:21:00.000-07:002016-10-04T05:21:18.951-07:00EKSPANSI POLITIK dan PERANG DINASTI (Catatan Jelang Pilkada BangKep)<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Myriad Pro","sans-serif";"><br /></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Myriad Pro","sans-serif";">Oleh : Fatharany Berkah Abdul
Barry</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Myriad Pro","sans-serif";">(Mahasiswa
Pascasarjana Ilmu Politik Konsentrasi Politik Indonesia <o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Myriad Pro","sans-serif";">Universitas
Nasional Jakarta)<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Politik kekerabatan atau politik dinasti, memang
bukalah fenomena baru dalam alam demokrasi, tetapi belakangan pasca reformasi
98, politik dinasti menjadi salah satu topik perbincangan paling menarik
diranah politik dalam proses demokratisasi di daerah-daerah di Indonesia. Ia
menyita perhatian dalam kaitannnya dengan ketidaksetaraan distribusi kekuasaan
politik sebagai refleksi dari ketaksempurnaan sistem demokrasi representasi,
yang dibenarkan bila demokrasi dilihat semata-mata secara prosedural, tetapi
salah bila dilihat secara substantif. Politik dinasti bertentangan dengan
demokrasi, karena dalam politik dinasti, ada syahwat berlebihan untuk
mengekalkan diri dan melembagakannya dalam kepolitikan. Sifat alamiahnya adalah
kekuasaan politik hendak dijalankan secara turun-temurun di atas garis trah dan
kekerabatan, bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan, tujuan-tujuan
bersama, keputusan dan kerja-kerja asosiatif. Pengekalan dan pelembagaan
politik dinasti dimungkinkan dengan merajalelanya politik-uang, dan memperbesar
celah korupsi, kolusi dan nepotisme. Demokrasi diubah teksturnya sedemikian
rupa bukan lagi sebagai ruang kontestasi ide, gagasan, program dan ideologi,
melainkan pasar transaksi jual-beli kepentingan individu dan
kelompok-kekerabatan</span><span style="font-family: Candara, sans-serif;">. </span><span style="font-family: Candara, sans-serif;">Inilah
tendensi yang disebutkan filsuf Italia Gaetano Mosca, dalam karyanya <i>The
Rulling Class</i> (1980).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Di Indonesia, politik dinasti yang
menempatkan hubungan kekerabatan pejabat sebagai faktor utama dalam suksesi
kepemimpinan begitu tumbuh subur, sebut saja contoh dinasti Yasin Limpo di
Sulawesi Selatan, dimana adik-adik serta anak Gubernur Sulsel Syahrul Yasin
Limpo menduduki posisi Bupati, Anggota DPR, dan DPRD, demikian pula di Banten,
yang mana suami, anak, menantu, dan saudara mantan Gubernur Ratu Atut Chosiyah
ikut berada dalam lingkar kekuasaan. Kaitannya dengan politik dinasti dalam
catatan ini, penulis sekedar mengajak kita berlayar sejenak kepulau hati
(Peling) untuk mengamati kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten
Banggai Kepulauan (Bangkep) 2017 mendatang, karena ditengah hiruk pikuk politik
disana, diantara panasnya klaim perebutan kapal (Partai-red) tentang siapa yang
menjadi nahkoda dan dikapal mana dia, telah usai. Ada 2 (dua) kontestan dari
empat pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati berlabel <b>Dinasti Politik</b> yang tengah berebut hati masyarakat BangKep, yaitu <b>Dinasti MUS</b> yang direfrensentasikan
pada diri Cabup Zainal Mus, dan <b>Dinasti
MALINGONG</b> yang direfresentasikan pada sosok Cabup Irianto Malingong. Kedua
klan itu penulis sebut dinasti karena memenuhi syarat sebagai suatu dinasti
politik. Sebab baik MUS maupun MALINGONG merupakan dua klan (keluarga) yang
sukses membangun kekuatan dan kekuasaan politik di daerah mereka masing-masing,
dinasti MUS di Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara dan dinasti MALINGONG di
Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">A.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">Perbandingan
Dinasti <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Sebelum kita mulai menganalisis soal alotnya
perang dinasti dan peluang kemenangan dari masing-masing dinasti tersebut, mari
kita lakukan kajian komparatif soal plus minus kedua dinasti politik ini. Pada Dinasti
MUS ada Ahmad Hidayat Mus (AHM) kakak Zainal dan Aliong, mantan Bupati
Kepulauan Sula (Kepsul) dua periode sekarang Koordinator Pemenangan Pilkada
Kawasan Indonesia Timur DPP Partai Golkar, lalu Zainal Mus, mantan ketua DPRD
Kepsul dua periode sekarang kontestan di Pilkada Bangkep, dan Aliong Mus,
mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara sekarang Bupati Kabupaten Pulau
Taliabo periode 2015-2020, serta Nurohmah Mus, istri AHM, anggota DPR RI komisi
IV dari Fraksi Partai Golkar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Sementara pada Dinasti MALINGONG ada Irianto
Malingong, kakak dari Sulaeman dan Israfil, Ia mantan Bupati Bangkep, sekarang
ikut kembali menjadi kontestan di Pilkada Bangkep, kemudian ada Sulaeman Husen
Malingong, tiga periode sebagai wakil rakyat, mantan Ketua DPRD Bangkep,
sekarang Wakil Ketua DPRD Bangkep, serta Israfil Malingong, yang juga tiga
periode dikursi legislatif Bangkep, sekarang Wakil Ketua DPRD Bangkep. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Komparasi dari sisi karakteristik politik-kekuasaan,
kedua dinasti ini berbeda, bila kita meminjam istilah dalam strategi permainan sepak
bola, maka dinasti Mus cenderung memiliki karakter politik-kekuasaan yang ofensif
(agresif). Sementara dinasti Malingong memiliki karakter politik-kekuasaan yang
cenderung defensif (bertahan). Karakteristik ini dapat dilihat dari rekam jejak
kekuasaan kedua dinasti politik itu. Dimana, dinasti Mus yang dikomandoi AHM
setelah sukses membangun kekuasaan dinasti politik di Kabupaten Kepulauan Sula,
mereka lalu melakukan perluasan wilayah kekuasaan keluar daerah Kepulauan Sula,
menuju pentas politik regional Malut dan pentas politik nasional. AHM sang
kakak setelah dua periode menjabat Bupati Kepsul, ia naik level dan ikut bertarung
pada Pilkada Gubernur Maluku Utara (Malut) tahun 2013 menantang sang petahana
Abdul Gani Kasuba (AGK) meskipun gagal. Setelah Kabupaten Pulau Taliabo
dimekarkan dari Kepsul pada akhir 2012, giliran kedua adiknya Zainal Mus dan
Aliong Mus yang bertarung secara <i>head to
head</i> di gelaran Pilkada serentak 2015, memperebutkan posisi Bupati pertama
Pulau Taliabo yang berhasil dimenangkan oleh Aliong Mus. Setelah Kalah dari
sang adik Aliong Mus, kini Zainal Mus melintasi tapal provinsi untuk berkontestasi
sebagai Calon Bupati Banggai Kepulauan periode 2017-2022 berpasangan dengan
Rais Adam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Dari rekam jejak dan komposisi kekuasaan yang
diduduki, dapat kita lihat bahwa dinasti Mus memiliki karakter politik ofensif.
Sementara pada dinasti Malingong, setelah Irianto Malingong sempat terpental
dari kursi kekuasaan pada Pilkada Bangkep 2011 silam, kedua adiknya, Sulaeman
Husen Malingong dan Israfil Malingong, meskipun sebelumnya telah dua periode dilegislatif
Bangkep, namun keduanya tidak melakukan lompatan kekuasaan politik ke level
provinsi dan nasional, entah itu maju berkompetisi sebagai Calon Anggota Legislatif
Provinsi dan Pusat, maupun sebagai Cagub atau Cawagub Sulteng pada Pilkada
serentak 2015, hanya Iriantolah yang sempat mencoba peruntungan maju sebagai
Calon Anggota DPR RI pada pileg 2014 namun gagal, dari rekam jejak ini
menunjukan, bahwa dinasti Malingong memiliki karakter politik defensif.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Candara, sans-serif;">Simpelnya, dapat dikatakan dinasti Mus bukan
hanya memiliki kualifikasi sebagai jagoan kandang tetapi juga jagoan tandang,
sedangkan dinasti Malingong memiliki kualifikasi sebagai jagoan kandang. Dalam
hidmat penulis, perbedaan karakteristik politik-kekuasaan antara dua dinasti
ini, lebih disebabkan oleh 2 (dua) faktor yaitu <i>Pertama,</i> faktor bawaan budaya lokal yang secara natural membentuk <i>mind sett </i>politik<i>, </i>dalam hal ini tentu berbeda antara kearifan lokal orang kepulauan
Sula-Taliabo dengan orang Sea-sea
Banggai, sehingga membentuk <i>mind sett</i>
dan karakter budaya politik yang berbeda pula<i> </i>antara orang Sula-Taliabo dan orang Sea-sea Banggai.<i> </i>Faktor <i>Kedua, </i>adalah kaitannya dengan <i>budget</i>
politik. Seperti dilansir dari berbagai sumber media online, </span><span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Dinasti Mus yang dikomdoi AHM, selama
berkuasa diwilayah Kepulauan Sula, bukan hanya sukses membangun kekuatan
politik, tetapi juga sukses membangun imperium ekonomi dinasti hingga menjadi
kaya raya dengan rincian kekayaan yang fantastis. Hasil verifikasi daftar kekayaan
Cagub AHM yang dilakukan oleh KPUD Malut pada gelaran Pilgub 2013, menemukan
total kekayaan AHM kurang lebih Rp.1 triliun, tentu ini berbeda dengan kekayaan
dinasti Malingong apalagi kekayaan pribadi Irianto Malingong. </span><span style="font-family: Candara, sans-serif;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">B.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">Ekspansi
dan Perang <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Membaca uraian atas karakteristik
dua dinasti politik tersebut, telah dapat dipahami dalam rivalitas ini, dinasti
Mus berposisi sebagai pihak yang melakukan ekspansi kekuasaan (penantang),
sementara dinasti Malingong berposisi sebagai pihak tuan rumah (ditantang)
sehingga terjadilah perang dinasti antara dinasti Mus dan dinasti Malingong.
Perang dinasti ini, syarat gengsi dan emosi, karena bukan hanya pertarungan
antara orang-orang kuat lokal, yang dalam perspektif Joel Migdal disebut <i>local strongmen</i>, tetapi juga ada
fanatisme identitas kedaerahan disana. Tajamnya isu tentang tragedi sejarah
masa lalu (Perang Tobelo), dan isu motif kesombongan politik dinasti Mus sebagai
konglomerat dari negeri Sula Maluku Utara yang hendak menjadikan Pilkada
Bangkep sebagai panggung judi untuk membeli kuasa, “karena tidak tau lagi mau
dikemanakan duitnya”, membuat duel ini menjadi perang pertaruhan kehormatan.
Antara kehormatan dinasti Mus, sebagai dinasti petarung dan penjudi kuasa yang
berani kemana-mana mencari lawan tanding, serta kehormatan dinasti Malingong
sebagai dinasti lokal yang mengakar, dengan atribusi <i>pau lipu</i> yang telah teruji abdinya pada negeri Sea-sea Banggai
Kepulauan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Inilah perang dinasti bertajuk
Pilkada Bangkep yang menarik di ikuti alur pertempurannya. Sebab bukan hanya
mempertemukan dua aktor refresentatif dari dinasti politik Mus dan Malingong,
yakni Zainal Mus dan Irianto Malingong, tetapi juga mempertemukan dua tokoh politisi
nasional yang saling memberi <i>backing</i>
pada dua figur Calon Bupati tersebut yaitu, Ahmad Hidayat Mus, mantan ketua DPD
I Partai Golkar Provinsi Maluku Utara, sekarang menjabat </span><span style="font-family: Candara, sans-serif;">Koordinator
Pemenangan Pilkada Kawasan Indonesia Timur DPP Partai Golkar, yang
disebut-sebut sebagai salah satu dari orang kepercayaan Abu Rizal Bakrie, berada
dibelakang Zainal Mus. Sedangkan Ahmad Ali, Ketua DPW Partai NasDem Provinsi
Sulawesi Tengah, sekarang menjabat anggota DPR RI, merupakan tokoh NasDem yang
diandalkan Surya Paloh diwilayah Sulawesi Tengah berada dibelakang Irianto
Malingong. </span><span style="font-family: "Candara","sans-serif";"> </span><span style="font-family: Candara, sans-serif;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">C.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: Candara, sans-serif;">Analisis
Kemenangan <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Plus minus kedua figur Calon Bupati,
Zainal Mus dan Irianto Malingong, yang paling mudah diidentifikasi adalah Zainal
Mus mungkin lebih mumpuni dari segi <i>budget
</i>politik daripada Irianto, tetapi ia kurang dari segi kekuatan <i>grassroot </i>(akar rumput), sementara
Irianto Malingong lebih mengakar ditingkat akar rumput, meskipun mungkin kalah
dari kekuatan finansial bila dibandingkan dengan Zainal. Rilis hasil survei
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Indo Barometer masih menempatkan pasangan
calon Irianto Malingong-Hesmon FVL Pandili (IRHES) sebagai pasangan yang paling
diinginkan oleh masyarakat untuk memimpin Kabupaten Banggai Kepulauan lima
tahun kedepan, jauh dari Pasangan Calon Zainal Mus-Rais Adam (ZAMRA). Hal ini
wajar, karena Irianto Malingong adalah mantan Bupati Banggai Kepulauan yang
dinilai telah terbukti dedikasinya dalam pembangunan infrastruktur daerah
selama ia memimpin, sehingga secara popularitas dan elektabilitas beliau sangat
baik. Sedangkan Zainal Mus adalah pendatang baru dalam kancah politik lokal
Bangkep, yang baru mulai membangun citra agar dikenal dan kelak dipilih menjadi
pemimpin Bangkep.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Melihat dari komposisi koalisi
partai pengusung, Paslon ZAMRA yang diusung Partai Demokrat, PKS, Partai Hanura
dan PBB dengan 6 kursi diparlemen, dan Paslon IRHES yang didukung empat partai
koalisi yakni NasDem, PAN, PPP dan Golkar dengan 13 kursi dukungan di DPRD
Bangkep. Secara matematis pasangan IRHES masih jauh lebih unggul, apalagi dua
partai besar pemenang Pileg 2014 yakni PAN dan Golkar masuk dalam koalisi Montolutusan
itu, ditambah lagi ada PDIP, yang meskipun mengusung Pasangan Calon HERI ADJA
tetapi kekuatannya akan terbelah ke IRHES, karena bagaimanapun faktor Israfil Ketua
DPC PDIP Bangkep adalah adik kandung Irianto, sehingga secara psikologi politik
diluar dari upayanya untuk profesional, kecenderungan nuraninya tetap akan ke
IRHES, atau dengan kata lain mesin politik PDIP tidak akan bekerja secara <i>power full</i> kepada Paslon Heri Adja.
Meskipun demikian, bukan berarti Paslon ZAMRA tidak memiliki peluang untuk
mengkudeta semua analisis keunggulan IRHES tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Dimata penulis tiga Pasangan Calon
Bupati dan Wakil Bupati yang menjadi penantang IRHES yakni Zainal Mus-Rais Adam (ZAMRA), Heri
Ludong-Adjumain Lumbon (HERI ADJA) yang diusung PDI Perjuangan dan Partai Gerindra,
serta Delmard Siako-Nadjib Bangunan (DESA MEMBANGUN) dari jalur perseorangan. Pertama,
yang paling potensial merusak peluang kemenangan IRHES adalah ZAMRA, karena secara finansial paslon ini dinilai
sangat siap, bahkan informasi Rp.500 ribu perkepala untuk setiap konstituen
yang bersedia menjatuhkan pilihan kepada Paslon ZAMRA sudah ramai diwacanakan
oleh tim suksesnya. Posisi kedua dan ketiga yang berpeluang menggagalkan kemenagan
IRHES dan juga ZAMRA adalah Paslon Desa Membangun dan Paslon Heri Adja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Candara","sans-serif";">Menempatkan ZAMRA sebagai paslon
yang paling potensial merusak peluang kemenangan IRHES dengan pertimbangan
“uang” cukup beralasan, meskipun uang memang tidak menjadi jaminan kemenangan.
Tetapi karakteristik dinasti Mus seperti diuraikan diatas, cenderung <i>hard </i>(keras) berani melakukan perjudian
politik secara terbuka dalam bentuk </span><i><span style="font-family: Candara, sans-serif;">money politics</span></i><span style="font-family: "Candara","sans-serif";">, tidak seperti gaya tarung pasangan
calon lain yang lebih <i>soft </i>(lembut).
Lihat saja bagaimana kampanye “bagi-bagi duit” Ahmad Hidayat Mus (AHM) yang diunggah
salah satu akun media sosial youtube pada Pilgub Maluku Utara 2013 yang berbuah
ricuh, atau gaya teranyar Zainal Mus yang memborong semua jenis dagangan ikan
dan sayuran di pasar Salakan (Bangkep) untuk dibagikan kepada warga. Sebuah bentuk
parade kekuatan finansial yang siap dilakukan untuk menghadang setiap lawan
politik di Pilkada kali ini, terutama IRHES. Yang pasti maestro dinasti Mus
yakni AHM, p</span><span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; mso-bidi-font-family: Arial;">emilik Klub Kuda Pacu Taliabo di arena Pacuan Kuda Pulomas
Jakarta Timur dengan ratusan kuda pacu bernilai miliaran rupiah, serta pemilik
sejumlah mobil mewah bermerek Toyota Alphard Vellfire, Audi Q7, Land Cruiser
Cygnus </span><span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">(Deliknews.com)</span><span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; mso-bidi-font-family: Arial;">, akan habis-habisan <i>memback-up</i>
sang adik Zainal Mus untuk menangkan pertarungan di Pilkada Bangkep.</span><span style="font-family: "Candara","sans-serif";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; mso-bidi-font-family: Arial;">Secara gengsi, tentu akan berbeda <i>beck-up</i> yang diperoleh IRHES dari Ahmad Ali, dengan <i>back up</i> politik yang diberikan AHM
kepada Zainal Mus, karena relasi AHM dan Zainal Mus adalah relasi biologis
antara adik dan kakak, sehingga kekuatan maksimum akan diberikan. Sedangkan
relasi Ahmad Ali dan Irianto Malingong hanyalah relasi politik, Partai NasDem
sebagai partai pertama yang menyatakan dukungannya kepada Paslon IRHES. Memang
telah terlihat, bagaimana peran penting seorang Ahmad Ali dalam membantu
Irianto melakukan negosisi kepada sejumlah DPP partai politik pengusung yang
berbuah Surat Keputusan dukungan. Pada konteks dukungan maksimum, mungkin <i>back up</i> <i>link</i> dan lobi-lobi politik lebih dominan, dibandingkan dengan
dukungan <i>budget</i> politik, tetapi bila
Ahmad Ali melihat bahwa duel ini bukan sekedar duel Zainal Mus dan Irianto
Malingong, melainkan duel yang mempertaruhkan reputasi dirinya (Ahmad Ali-red)
sebagai salah satu orang kuat <i>(local
strongmen)</i> di Sulawesi Tengah khususnya dikawasan Timur Sulawesi dengan AHM
sebagai salah satu orang kuat di Maluku Utara, maka menurut penulis pertarungan
ini akan berimbang dan habis-habisan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; mso-bidi-font-family: Arial;">Tentu bukanlah berlebihan, bila penulis menyebut, pertarungan ini
adalah pertarungan pemanasan antara dua Ahmad jelang Pilgub Sultim, bila memang
Provinsi Sulawesi Timur dapat lahir dalam waktu satu atau dua tahun kedepan. Sebab
jika menilik dari karakteristik dinasti Mus yang ofensif dan gemar melakukan
ekspansi politik, maka bila Zainal Mus memenangi Pilkada Bangkep dan Sultim
terealisasi dalam kurun waktu dekat ini, kehadiran Ahmad Hidayat Mus digelanggang
politik Sultim sebagai Calon Gubernur menantang Ahmad Ali dan nama lain seperti
Anwar Hafidz dan Ma’mun Amir bukanlah isapan jempol. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="color: #222222; font-family: "Candara","sans-serif"; mso-bidi-font-family: Arial;">Tetapi catatan terpenting dari ujung artikel ini adalah: kehadiran
paslon ZAMRA di Pilkada Bangkep yang akan dihelat Februari 2017 mendatang,
menjadi ujian apakah benar IRHES diinginkan kembali oleh masyarakat Bangkep
untuk memimpin atau tidak,? apakah benar IRHES memiliki akar konstituen
ideologis yang sangat kuat sehingga tidak akan tergoyahkan dengan serangan
politik uang,? atau sejauh mana efektifitas pencerahan politik yang dilakukan
pasangan ini dalam membentengi dan merasionalisasikan simpatisannya agar tidak
tergoda dan mengalihkan dukungannya, seperti menolak pemberian uang, atau
menerima pemberian uang tetapi tidak menjatuhkan pilihan pada paslon pemberi
uang dan sebagainya. Hasil dari Pilkada Bangkep nantinya, sekaligus akan
menjadi jawaban atas kultur dan karakteristik pemilih kita masyarakat Banggai
Kepulauan, apakah pemilih ideologis-rasional atau pemilih pragmatis-irasional.
(****) <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<i><span style="font-family: "Candara","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-fareast-theme-font: minor-fareast;">Artikel ini pernah dimuat di media lokal, Koran
Mingguan Suara Rakyat, Edisi VIII Minggu ke-1 Oktober 2016.</span></i>FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-46310332395702931362016-09-20T04:23:00.003-07:002016-09-20T04:29:31.487-07:00 PENJAJAHAN TERNATE & PERANG TOBELO (Suatu Refleksi Sejarah Banggai)<div class="Section1">
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></b>
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></b>
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Oleh
: AB. Fathan Luasusun<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br />
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center; text-indent: 21.3pt;">
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">“Abraham
Lincoln, berkata : “<i>One cannot escape
history</i>, orang tak dapat meninggalkan sejarah”, tetapi saya tambah: <i>“Never leave history”</i>. inilah sejarah
perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, <i>Never leave your own history!</i>....Jika
engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan
berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa
amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit didalam gelap”.</span></b></div>
</div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br clear="all" style="mso-break-type: section-break; page-break-before: auto;" />
</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Kutipan
diatas, adalah penggalan pidato terakhir Bung Karno, yang disampaikan secara
resmi di depan sidang MPRS, pada peringatan HUT RI, 17 Agustus 1966. Pidato
Jasmerah, sebuah pidato yang dinilai media, sebagai pembelaan terhadap Partai
Komunis Indonesia (PKI), karena dalam pidato tersebut Bung Karno juga menyentil
Supersemar, yang menurutnya telah dibelokan menjadi Surat Penyerahan Kekuasaan <i>(transfer of power)</i> jauh dari sejatinya,
yang hanya merupakan perintah kepada Jenderal Soeharto untuk melakukan
pengamanan atas situasi buruk, menyusul terjadinya peristiwa G 30 S/PKI yang
oleh Bung Karno disebut Gestok. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Diluar
dari penilaian politis itu, Roso Daras (2001) dalam bukunya yang berjudul :
Aktualisasi Pidato Terakhir Bung Karno: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah,
memandang bahwa, pemikiran dan penuturan Bung Karno tersebut bersifat <i>everlasting...evergreen..</i>tak lekang
dimakan waktu, selalu relevan dalam berbagai dimensi ruang dan waktu, bukan
hanya pada konteks keindonesiaan yang jamak, tapi pada konteks kedaerahan kita
yang khusus. Sehingga wejangan terakhir Bung Karno ini, adalah seruan yang
harus terus digaungkan sepanjang zaman. Sebab, pesan dalam pidato itu, bukan
hanya menjelaskan sikap politik Bung Karno, melainkan mengajari kita tentang
filosofi sejarah. Itulah, mengapa, Bung Karno bahkan harus berulang-ulang
memberi tekanan ihwal pentingnya sejarah. Sampai-sampai ia menyebut sejarah
sebagai hal terpenting yang harus dipelajari segenap anak bangsa, bila tak
ingin tercerabut dari akar sejarahnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Mian
Banggai</span></i><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"> adalah bagian dari anak bangsa itu, mengerti dan
menghormati sejarahnya adalah niscaya, agar dapat menterjemahkan sejarah
peradabannya sendiri. Bila sejarah yang telah terdefinisikan oleh Bung Karno
dalam pidato Jasmerah, baru sejarah perjuangan dan pergerakan saja, dalam
merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, dimana ada kebersamaan dan kontribusi
tritunggal ideologi Nasakom, sementara bahaya laten komunisme belum
terdefinisikan olehnya. Pada area kekinian, jika kita menggunakan logika
terbalik yang berbeda dengan pandangan Bung Karno terhadap PKI, maka Jasmerah
menjadi relevan untuk diingatkan kembali kepada setiap anak bangsa, tentang “kesadisan
PKI dalam membunuh Tujuh Jenderal”, meskipun dalang dari aksi ini masih perlu
diperdebatkan. Tetapi yang pasti, kalau kita menggunakan slogan Jasmerah itu,
maka pesannya adalah, jangan sekali-kali melupakan sejarah kesadisan PKI.
Begitupun, bila kita mengesernya pada area Sejarah Peradaban Banggai, maka
pesannya yakni, jangan-sekali-kali melupakan kesadisan Tobelo, atau jangan
sekali-kali merelakan Banggai terjajah kembali oleh Ternate. Ingat sejarah, dan
rasa ketidakrelaan ini, juga pernah dialami dan dilakukan oleh tokoh politik
era <i>renaisance</i> Nicollo Machiavelli, kala
ia menulis surat-surat anjuran tentang bagaimana merebut dan mempertahankan
kekuasaan kepada sang penguasa Florence, Pangeran Lorenzo de’Medici (1512-1737),
karena terdorong oleh patriotisme dan nasionalismenya, ia tidak menghendaki
Italia kembali menjadi bangsa yang lemah dan terjajah berkepanjangan oleh
Francis dan Spanyol secara bergantian seperti di masa lalu. Dan sikap ini,
harus pula kita miliki sebagai anak negeri yang pernah terjajah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Mengapa
musti demikian, karena dalam derita panjang, sejarah Banggai, indentitas “Ternate”
dan “Tobelo” merupakan satu kesatuan tubuh. Ternate merujuk pada Kerajaan di
bagian Utara Kepulauan Maluku yang merupakan sekutu <i>Vereeniging Oast Indische Compagnie</i><span class="apple-converted-space"> </span>(VOC) Belanda yang menjajah negeri
Banggai selama 201 tahun, sejak raja Mbulang dipaksa oleh Sultan Ternate untuk
menandatangani Kontrak I dengan Ternate dan VOC Belanda pada tahun 1689 hingga tahun
1900 pada masa raja Abdul Azis sebelum kemudian <i>Korte Verklaring</i> ditandatangani oleh raja Abdul Rahman di tahun
1908. Sementara Tobelo bukan hanya menunjuk pada salah satu wilayah Kesultanan
Ternate seperti Galela, Jailolo, Sula, dan Bacan, tetapi Tobelo menitik pada
gerombolan perompak (bajak laut) dan perampok dari Ternate dan Tidore yang sering menyerang dan
menjarah harta benda orang-orang Banggai, baik saat tenang maupun saat perang, sehingga
kerapkali terjadi perselisihan dan pertumpahan darah dengan <i>Talenga-talenga</i> (para kesatria) Banggai,
baik itu di Pulau Banggai, Pulau Peling, Pulau Labobo, Pulau Bangkurung dan Pulau
Bokan serta di wilayah Banggai darat. Sikap barbarian gerombolan ini, begitu
lekat dan menyisakan traumatik dalam perjalanan hidup <i>Mian Banggai</i>, bahkan acap kali kita mendengar orang-orang tua di
kampung kita, sering mempersonifikasikan anak-anak mereka yang bandel, urakan, dan
suka bertengkar dengan ungkapan <b>“Pokakanamo
Kai Ko Tobelo Miano”</b> suatu tutur yang menunjukan betapa “Tobelo” telah
menjadi stigma negatif, sehingga para orang tua kita, menyiratkan agar kita
tidak mengikuti karakter gerobolan Tobelo masa lalu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 9.5pt; line-height: 115%;">A.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Penjajahan
Ternate dan Sekutunya<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Kehadiran
Portugis dan Spanyol yang semula di sambut baik oleh Sultan Ternate berubah
menjadi kebencian, dikala kedua Bangsa Eropa itu kian bernafsu menguasai Ternate,
upaya mengusir Portugis dan Spanyol dilakukan Sultan Khairun dan dilanjutkan
oleh Sultan Baabullah (1570-1583) dengan meminta bantuan Kesultanan Demak dan
VOC Belanda. Demak mengirim bantuan tanpa syarat sebagai bentuk solidaritas
sesama Kerajaan Islam, dibawah pimpinan Raden Cokro yang kemudian sesampainya
di Ternate didaulat sebagai Panglima Perang oleh Sultan Babullah </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<b><sup>1</sup></b> Moh.Yamin,1985)</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">.
Sementara VOC Belanda bersedia memberikan bantuan dengan syarat mereka diberikan
otoritas pula dibeberapa wilayah kekuasaan Ternate, termasuk Banggai sebagai
jaminan karena posisi Ternate yang merupakan <i>leenheffer</i> (penerima pinjaman/bantuan perang) pada VOC </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<b><sup>2</sup></b> Francois Valentijn,1880).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Meskipun
proses integrasi Kerajaan Banggai kewilayah Kesultanan Ternate tidak melalui
invasi militer, karena kehadiran Raden
Cokro di negeri Banggai </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">sebagai sosok pembawa kedamaian atas gejolak
internal Kerajaan Banggai, yang karena kebijaksanaannya, Raja Banggai kala itu,
yakni Adi Lambal Polambal dan keempat penasehatnya (Basalo Sangkap) secara suka
rela menawarkan pemerintahan kepadanya sebagai Adi (raja/tomundo) yang baru.
Namun </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">posisi
Raden Cokro yang berlabel Panglima Perang Kesultanan Ternate, serta posisi
Maulana Prince Mandapar yang dijemput dari Ternate oleh Basalo Sangkap untuk
menjadi Raja Banggai selanjutnya setelah 10 tahun Kerajaan Banggai ditinggal
pergi oleh sang Ayah Adi Cokro, menjadi legitimasi dari klaim Ternate atas Banggai
sebagai wilayah taklukannya. Oleh karena, Ternate menganggap merekalah yang
menghadiahi Banggai raja (pemimpin), walaupun secara genetik, baik Raden Cokro
(Jawa) maupun Mandapar (Jawa+Portugis) tidak memiliki darah Ternate.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Memang </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">pada masa Adi Cokro <i>Mbumbu doi Jawa</i> (1575-1590), Mandapar <i>Mbumbu doi Godong</i> (1600-1630), Molen <i>Mbumbu doi Kintom</i> (1630-1648), dan Paudagar
<i>Mbumbu doi Beteng</i> (1648-1689). Banggai
tidak memberi penghormatan kepada Ternate sebagai suatu negara taklukan. Karena
di era Adi Cokro dan Mandapar, Banggai masih dianggap sebagai keluarga Kesultanan
Ternate, sedangkan pada era raja Molen dan Paudagar, Banggai berada dalam
kekuasaan Kerajaan Gowa sampai tahun 1667, saat Perjanjian Bongaya <i>(Het Bongaisch Verdraag)</i> yang
diprakarsai Gubernur VOC, Cornelis Speelman ditandangani empat raja,
diantaranya adalah raja Gowa Sultan Hasanuddin dan raja Ternate Sultan Mandarsyah,
yang salah satu isi perjanjian tersebut adalah; kerajaan Gowa harus melepaskan seluruh haknya terhadap
Pulau Banggai dan Pulau Gapi (Peling).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Efek samping dari Perjanjian Bongaya, yang telah
melumpuhkan perlawanan Sultan Hasanuddin atas monopoli dagang Belanda, yang
menginspirasi pemberontakan raja Mbulang terhadap VOC dan Sultan Ternate, turut
pula dirasakan Banggai. </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Setelah tahun 1675 Banggai kembali
dalam kekuasaan Ternate pada masa Sultan Mandarsyah (1648-1675) yang sangat
berpihak kepada Pemerintahan Hindia Belanda, dan disertai penandatangan
perjanjian antara Sultan Sibori (1675-1691) dengan VOC Belanda pada tanggal 7
Juli 1683 yang merupakan peresmian dari kesepakatan jahat Ternate dan Belanda
atas wilayah-wilayah taklukan Ternate termasuk Banggai, sebagai kompensasi jasa
baik VOC yang telah sukses membantu Ternate mengusir Portugis dan Spanyol di
1575 dan jasa sudah membantu mengembalikan Banggai ke tangan Ternate dari kekuasaan
Gowa, memaksa Tomundo XII, Mbulang <i>Mbumbu
doi Balantak</i> (1689-1705) harus
tunduk dan menandatangani Kontrak I
dengan VOC Belanda pada tanggal 26 Januari 1689 </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>3 </sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">Dormier</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">, Banggaishe Adatrecht ,1945).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Isi
kontrak I ini, menjadi titik awal dilucutinya segala kemerdekaan Banggai dalam
menentukan peradabannya, disinilah kisah penjajahan Ternate dan sekutunya <i>compagnie</i> Belanda kepada Banggai secara <i>de jure</i> dan <i>de facto</i> dimulai. Dr. J.J. Dormier (Abdul Barry,2016:36), terdapat
4 (empat) point dalam perjanjian (Kontrak I) tersebut yang semuanya merugikan
Banggai, yaitu : <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">1)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Banggai
harus memberikan bantuan berupa makanan dan balatentara kepada <i>compagnie</i> dalam peperangan di Sulawesi
dan Maluku; sebelumnya Banggai tidak ikut memberikan bantuan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">2)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Banggai
dilarang melakukan pengangkatan petinggi kerajaan (Komisi Sangkap) yang terdiri
dari (mayor ngopa, jogugu, kapitan laut, hukum tua), tanpa izin <i>compagnie </i>Belanda bersama Sultan Ternate;
sebelumnya pengangkatan komisi sangkap merupakan hak prerogatif raja dengan
pertimbangan Basalo Sangkap tanpa harus seizin <i>Compagnie</i> dan Sultan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">3)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Raja
Banggai baru, harus dipilih oleh Gubernur VOC, Sultan Ternate dan Bobato
Banggai), dengan mempertimbangkan tingkahlaku jahat Raja (harus setia kepada
VOC dan Sultan); sebelumnya Raja Banggai baru dipilih dan dikukuhkan oleh
Basalo Sangkap bukan oleh Gubernur VOC, Sultan Ternate dan Bobato Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">4)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Raja
Banggai harus memberikan penghormatan (upeti) kepada Sultan Ternate setiap
tahun, termasuk pula pengiriman budak (ata) ke Ternate; sebelumnya tidak ada
pemberian upeti dalam bentuk apapun.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Perjanjian
ini kemudian diperbaharui dengan penandatanganan Kontrak II pada tanggal 9
November 1741 oleh Tomundo XIV, Abu Kasim <i>Mbumbu
doi Bacan</i> (1728-1753) yang tak lain adalah putra dari raja Mbulang dengan
penambahan point ditempatkannya seorang <b>“utusan”</b>
berpangkat kopral dan empat orang prajurit, sebagai perpanjangan tangan Sultan Ternate
yang bertugas membantu Raja Banggai melaksanakan pasal-pasal perjanjian dimaksud.
Pada perkembangannya, peran “utusan” ini kian besar, karena utusan tersebut
telah; (a). Memegang fungsi pemerintahan, (b). Semua kebijakan kerajaan harus
sepengetahuan dan persetujuan utusan, dan (c). Mempunyai hak veto atas keputusan
raja bersama para penasehatnya (Basalo Sangkap). Meski demikian, raja Abu Kasim
secara sembunyi-sembunyi menjalin kerjasama dengan raja Bungku untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Ternate, namun belum sempat melakukan konfrontasi, rencana
itu diketahui oleh Ternate dan VOC, Abu Kasim lantas ditangkap dan di buang ke
Pulau Bacan. </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>4 </sup>ibid,</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">Dormier</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 9.5pt; line-height: 115%;">B.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Perang Tobelo, Perang Melawan
Penjajah <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Menghadapi
konfrontasi Banggai yang hendak melepaskan diri, Ternate mengerahkan
orang-orang Tobelo yang selama ini dikenal oleh orang Banggai memiliki watak
barbarian sebagai prajurit Kesultanan Ternate, mereka diperintahkan oleh
Kesultanan Ternate untuk menyerang, mengintimidasi dan melakukan berbagai macam
teror agar orang-orang Banggai menyerah dan takut memperjuangkan kemerdekaannya.
Itulah sebabnya perjuangan kemerdekaan Banggai atas Ternate yang di <i>back up</i> VOC Belanda di kenal dengan nama
“Perang Tobelo” karena mayoritas prajurit Ternate itu adalah orang-orang
Tobelo, selain orang-orang dari Galela, Sula, Bacan dan wilayah lainya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Kurang
lebih 81 tahun diam karena terkungkung oleh berbagai aturan perjanjian (kontrak
I & II), setelah raja Mbulang dipaksa menyerah, dan rencana perlawanan raja
Abu Kasim terendus, timbulah perlawanan </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Tomundo XVIII, Atondeng <i>Mbumbu doi Galela</i> (1809-1821), namun konfrontasi Atondeng
berhasil di gagalkan, ia </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">ditangkap dan diasingkan ke Galela
(Pulau Halmahera). Setelah Atondeng, pecahlah Perang Tobelo paling legendaris
dalam sejarah Kerajaan Banggai dibawah kepemimpinan Tomundo XIX, Agama</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"> <i>Mbumbu
doi Bugis</i> (1821-1827). Agama memimpin perlawanan rakyat Banggai dari “kota
tua” benteng Banggai Lalongo, ratusan syuhada gugur dalam perang yang tanpa kemenangan
itu, karena sang <i>Mbumbu</i> tak mampu
membendung serangan pasukan Tobelo, ia terkepung dan nyaris terbunuh, sebelum akhirnya
dapat diloloskan oleh orang-orang setianya ke tanah Bugis (Bone) hingga mangkat
disana, ia digelari anumerta <i>Mbumbu doi
Bugis, </i>“Tomundo Agama Mbumbu doi Bugis” yang berarti, Tuanku Raja Agama Meninggal
di Tanah Bugis </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>5 </sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">ibid</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Sepeninggal Agama, upaya Banggai untuk
memerdekakan diri, dari penjajahan Ternate dan sekutunya VOC Belanda masih terus
dilakukan oleh 2 (dua) raja berikutnya, meskipun eskalasi perlawannya tidak
lagi sebesar dan semasif perlawanan raja Agama. Tercatat u</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">saha
serupa juga dilakukan kakak beradik Tomundo XX, </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Laota <i>Mbumbu doi
Tenebak</i> (1827-1847) dan Tomundo XXI, Tadja <i>Mbumbu doi Sau</i> (1847-1852) namun mudah saja dipatahkan, raja Laota takluk
dari tentara Tobelo, ia di tanggap dan dibuang ke Tenebak, Pulau Halmahera,
begitu pula perlawanan sang adik raja Tadja, ia bernasib sama ditangkap dan
diasingkan ke Sau (Pulau Bacan) hingga wafat ditempat pengasingannya </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>6
</sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">ibid</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Setelah Laota dan Tadja, perlawanan raja-raja
Banggai sempat meredup, baru kemudian berkobar kembali pada masa Tomundo XXV,
Tuu-Tu Abdul Azis (1882-1900), Abdul Azis dengan gagah berani melakukan
konfrontasi terhadap Ternate dan Belanda, semua “Utusan” Sultan Ternate dan VOC
Belanda yang sejak penandatangan Kontrak
II tahun 1941, mulai berada dan berperan sangat dominan dalam pengambilan kebijakan
dilingkungan kerajaan, karena merupakan perpanjangan tangan Sultan Ternate dan
VOC Belanda, oleh Tuu-Tu Abdul Azis, di usir dari wilayah Kerajaan Banggai. Begitu
tegasnya terhadap Ternate dan VOC, ia dikenal dengan prinsip perlawannya yaitu <b>“Olumpaiyo Loluk Nanggu Bangke, Sodo Alanda
Mola na Usok doi Tano nia (Langkahi dulu mayatku, baru Belanda bisa masuk di Negeri
ini)”</b>. Inilah masa dimana Kerajaan Banggai sempat menikmati manisnya
kemerdekaan dari penjajahan, meskipun singkat, hanya 18 tahun, sampai ketika
Abdul Azis mendapatkan konspirasi dari Belanda dan Ternate hingga akhirnya
wafat di tanah suci Mekkah </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>7 </sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">Mondika,2008:64</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">).</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Selain
perlawanan yang dipimpin oleh raja-raja Banggai, terdapat pula kisah kepahlawan
para ksatria yang berasal dari masyarakat yang dengan gagah menghadapi serangan
para perajurit/perampok orang-orang Tobelo
yang sering datang menyerang daerah-daerah perkampungan masyarakat
Banggai, kita pernah mendengar legenda tentang seorang Pangkeari Tomundo
Kadupang, bernama Mata Timbaling, yang karena keberaniannya sukar ditandingi,
ia harus dibunuh secara licik saat meneguk minuman </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>8
</sup>Abdul Barry,2016:10),</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"> atau tutur tentang <i>Talenga</i> Sendeng dari wilayah Tonuson, <i>Talenga</i> Laginda yang melawan Tobelo di
wilayah Balantak sampai Totikum, yang konon tertangkap dan terbunuh disekitar
wilayah Tanjung Pemali. Di Banggai darat ada kisah <i>Talenga </i>Banggi Tandos yang berjuluk Loinang Matangkas dari
Kamumu-Keleke, <i>Talenga</i> Bongon dari
wilayah Kilongan-Boyou yang legenda keberaniannya melawan Tobelo menjadi
asal-usul nama lokasi Lumuan di Desa Biak </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>9 </sup>Djalumang,2012),</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">
dan kisah <i>Talenga</i> Unjok dari Batui
yang sempat diragukan keinginannya bergabung dalam armada tempur yang berangkat
ke Banggai, namun menjadi orang paling perkasa dimedan perang dalam menghadapi
Tobelo. Serta cerita kesatria Banggai dari suku sama (bajo) Kalumbatan, seperti
<i>Talenga</i> Mbo Mangatti dan <i>Talenga </i>Mbo Totto yang dengan gagahnya memimpin
perang laut di wilayah perairan Banggai hingga Salabangka, menghadapi serangan
Pakata-pakata/armada laut Tobelo </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>10 </sup>Nasir,2015:66),</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">
serta masih banyak lagi kisah perlawanan Talenga-talenga Lipu Banggai terhadap
Tobelo, yang jelas cerita tentang perlawanan <i>Mian Banggai</i> dari berbagai
etnik (Banggai, Saluan, Balantak dan Sama) kepada Ternate dengan para prajurit
Tobelonya, adalah kisah tentang pembelaan tanah air, kisah tentang upaya
mempertahankan hidup dan memperjuangkan kehormatan negara (Kerajaan Banggai)
dari penjajahan Ternate dan VOC Belanda, yang masih akan terus hidup dan
menjadi pengantar tidur bagi anak-anak negeri Banggai sehingga mereka tidak
akan mudah melupakan tragedi dari kisah kepahlawanan itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Demikianlah perlawanan raja-raja Banggai
serta para talenga-talenga Banggai dalam upayanya memerdekakan diri dari
imperialisme Ternate yang panjang. Setelah sempat menikmati kemerdekaan pada
masa Tuu-Tu Abdul Azis, Banggai kembali dalam kendali Ternate dan baru terbebas
pada tahun 1908, ketika </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Tomundo XXVI, Abdul Rahman
menandatangi <i>Korte Verklaring</i>
(pelekat pendek) dengan Ternate dan Pemerintah Hindia Belanda Kapten A.R.
Cherrissen, pada tanggal 1 April 1908, yang isinya: Banggai berstatus daerah
otonom <i>(Goverment)</i> lepas dari
Kesultanan Ternate namun mentaati aturan-aturan VOC Belanda,artinya Banggai </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">hanya </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">dipindahtangankan
oleh Ternate ke sekutunya Belanda untuk selanjutnya di jajah sepenuhnya oleh
VOC Belanda sampai pada tahun 1942. </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 9.5pt; line-height: 115%;">C.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Sebuah Ironi dan Kesimpulan</span></b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Catatan
refleksi ini, tentu bukan dimaksudkan untuk melanggengkan sentimen historis
masa lalu antar suku bangsa, atau menyerang dan mendiskreditkan salah satu kelompok
suku, agama dan ras, tetapi sekedar mengingatkan kembali kepada kita semua,
sebagai anak negeri Banggai, bahwa ada serpihan sejarah kelam tempo dulu, yang
tidak bisa kita biarkan terulang kembali diera kekinian dengan pola dan
motivasi yang berbeda, apapun argumentasinya, bila kita tidak ingin terjajah
dirumah sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Sehingga
sikap dan tindakan-tindakan konyol yang dapat menciderai nilai heroisme para <i>Mbumbu</i> dan <i>Talenga Lipu</i> tersebut tidak terhianati, karena sebagai generasi
penikmat buah sejarah para syuhada, kita bukan hanya memiliki tanggungjawab
untuk mengenang perjuangan mereka, tetapi kita berkewajiban menjaga serta meneladani
semangat dan nilai patriotisme mereka, dalam membela rakyat dan tanah air
tercintanya bumi Babasal. Kenapa demikian?, karena dewasa ini, ada banyak perilaku
anak-anak negeri yang ahistoris, padahal mereka mengaku mengerti sejarah dan
mencintai negeri ini. Dalam catatan penulis, setidaknya ada 2 (dua) peristiwa
ironis yang pernah terjadi dan dilakukan oleh tokoh-tokoh adat dan para aktivis
Banggai, yaitu :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">a)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Pada
Februari 2007 silam, ketika Ibukota Banggai Kepulauan dipindahkan ke Salakan
oleh Bupati Banggai Kepulauan yang baru, untuk melaksanakan amanat Pasal 11 UU
Nomor 51 tahun 1999 dan risalah kesepakatan antara Pemkab dan Polres Bangkep,
Pempropv.Sulteng serta Direktur Otda Depdagri pada tanggal 5 Oktober 2006 </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>11
</sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">Mondika,2008:91</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">),</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"> </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">munculah
suatu wacana dan keinginan untuk menyerahkan diri (Banggai Laut) ke penjajah Ternate
(bergabung dengan Provinsi Maluku Utara).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">b)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Ditahun
yang sama, sekitar Maret 2007, ketika kisruh pemindahan ibukota itu terus memanas,
dalam satu kesempatan Sultan Mudafarsyah dari Ternate datang berkunjung ke Banggai
(kota Luwuk), ia disambut dengan arak-arakan dan bahkan di gotong bak pahlawan
Jenderal Soedirman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Bagi
penulis, kedua sikap dari peristiwa tersebut, adalah merupakan sebuah ironi
yang sangat memilukan sekaligus memalukan, sebab bagaimana mungkin kita hendak
menyerahkan diri dan meletakan kehormatan kita secara suka rela dibawah garis
kaki para kaum imperialis, bagaimana bisa kita memuja-muja dan meletakan kaum
imperialis diatas kepala kita dan biarkan mereka mengencingi sekujur tubuh kita,
sementara ratusan tahun yang lalu, leluhur kita berjuang berdarah-darah untuk
membebaskan diri dari rantai mereka. Terlepas kemudian, sikap dari peristiwa
itu dilakukan dalam kondisi emosional, atau hanya sekedar manuver dan sugesti
politik belaka, sebagai reaksi dari kekecewaan terhadap penguasa, terkait
kebijakan pemindahan ibukota, atau pula hanyalah cermin dari budaya kesantunan
kita dalam menerima tamu, tetapi sikap itu, dalam perspektif teori politik
kekuasaan, sungguh tidak bermartabat, karena bertentangan dengan esensi kemerdekaan
yang diperjuangkan oleh para kesatria Banggai, apalagi sikap tersebut dilakukan
kepada eks penjajah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Mungkin,
selain faktor kekecewaan dan kesantunan kita yang kebablasan, sikap dan
perilaku dari peristiwa semacam itu, terjadi karena kita tidak mengerti dengan
benar sejarah kita, atau kita tahu dan mengerti, tetapi pura-pura lupa dan
tidak mengerti, hanya karena ego pragmatisme sesaat kita, atau karena “mungkin”
secara genetik, dalam tubuh kita, telah
teraliri darah penjajah, darah pecundang dan penghianat, serta darah pelaku
culas. Sehingga kita begitu bangganya dengan identitas ke“banggai”an kita yang
palsu ditengah hiruk pikuk dinamika daerah, oleh sebab itu, wajar kiranya kalau
kita membuat tindakan yang menjurus pada pengkultusan penjajah Ternate.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Karena
memang, dalam album historial Banggai, bukan hanya kisah kepahlawanan para <i>Mbumbu</i> dan <i>Talenga</i> yang diurai, tetapi kisah tentang para pencundang dan
penghianat, serta pelaku culas (licik) juga dihikayatkan. Seperti kisah pecundang
dan penghianatan yang ditulis Dormier dalam Banggaishe Adatrecht (1945), bahwa pernah ketika perlawanan
rakyat Banggai terhadap Tobelo (Ternate) digelorakan, ada 2 (dua) kepala
wilayah (Basalo) yang bermental dan berperilaku sebagai pecundang, yaitu Basalo
Liang (Saleati) dan Bosanyo Batui, karena alasan klasik yang serupa yakni
mereka memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan Ternate, Basalo Liang
memutuskan tidak ikut dalam perang yang dipimpin oleh raja Banggai, sementara
Bosanyo Batui menarik diri dari komitmen perang yang telah disepakati, dengan
tidak mengirimkan armada perangnya ke Banggai disaat perang dimulai hingga
selesai.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Atau
kisah perilaku culas sang negosiator raja, bernama Tampuyak Budul yang merusak
citra Mian Tuu, ia mengambil hak milik, hasil kebun rakyat dalam “<i>jumlah yang banyak (besar)</i> menggunakan
kode“mian tuu” yang selama ini menjadi tanda khusus untuk dan digunakan oleh
dewan kerajaan, Mian Tuu (Liang, Basaan, Palabatu, dan Lipu Adino) ketika
mereka<i> “mengambil seperlunya” </i>milik
rakyat dikala mereka kehabisan bekal dalam perjalanan melaksanakan tugas negara
(kerajaan), tanpa harus memberi tahu terlebih dahulu kepada yang empunya kebun,
karena rakyat sudah sangat percaya dengan moral Mian Tuu, sehingga mereka tidak
keberatan, bahkan bersyukur karena merasa telah turut membantu memperlancar
tugas-tugas negara. Akibat ulah Tampuyak Budul, integritas Mian Tuu tercoreng,
bahkan tidak lagi dipercaya oleh masyarakat, padahal pelakunya bukan Mian Tuu </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 8.0pt; line-height: 115%;">(<sup>12
</sup></span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">Mondika,2008:29</span><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 8pt; line-height: 115%;">). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">Dari refleksi ini, </span><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">kita
akan menentukan posisi dan peran apa yang hendak kita lakoni, apakah kita akan
memerankan diri sebagai dalang atau wayang ?, sebagai pecundang dan penghianat
atau sebagai pelaku culas, yang surut dan lari dari garis depan perjuangan ?,
atau saling memfitnah sesama saudara dan membiarkan orang lain tertawa dan
mengambil peluang ?, atau kita akan memerankan diri sebagai kesatria, yang
berada di garda depan, dalam derap langkah yang satu dan seirama untuk
menghadang serangan lawan ?, semua alternatif dari pertanyaan-pertanyaan itu,
jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Semoga kita benar-benar menemukan
jawaban yang tepat, sehingga di bulan kemerdekaan ini (Agustus), bukan hanya
sekedar menjadi bulan kemerdekaan bagi NKRI saja, atau bulan kemerdekaan untuk kita
bebas mencari dan melakukan ekspansi wilayah koloni baru, atau sebaliknya,
sebagai bulan kemerdekaan kita yang terakhir sebagai suatu suku bangsa yang
pernah terjajah oleh suku bangsa lain, mungkin kita nanti memang secara fisik,
masih merdeka sepanjang kita berada dalam rumah besar NKRI, tetapi secara sikis
kita telah terjajah. Tabea, Soosa <i>Mbumbu</i>
Kadupang doi tano telendangan-Lipu Belebentu (Sampekonan), mu-sau lelo moinsale
lipu na monodokan.(****)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Penulis</span></b><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">
bukanlah siapa-siapa, penulis hanyalah“banggapi”yang selalu tergetar hatinya
oleh cinta negeri, karena seluruh jiwa, nadi, tulang dan sum-sumnya bermerek
Sea-Sea Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<i><span style="font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">Artikel
ini pernah dimuat di Koran Mingguan Suara Rakyat, Edisi VI Minggu ke-4 Agustus
2016 dan Edisi VII Minggu ke-2 September 2016.<o:p></o:p></span></i></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-46338378003059070232016-01-20T02:34:00.000-08:002016-01-21T12:06:23.242-08:00PILKADA SERENTAK 2015; Medan Pertarungan Politik Sedarah<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Oleh : F. B. ABDUL BARRY</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> (Sekretaris Majelis Pemuda Indonesia Kabupaten Banggai Laut)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PENDAHULUAN<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 14.15pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Artikel ini ditulis sekedar untuk kebutuhan pemenuhan </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 16px; text-indent: 18.8667px;">Tugas Ujian Akhir Semester (UAS) yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Perbandingan Politik Indonesia pada kelas Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, medio Desember 2015 lalu, mengangkat topik utama mengenai "</span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 16px; text-indent: 18.8667px;">PILKADA SERENTAK 9 DESEMBER 2015; dengan study kasus yang telah ditentukan yaitu </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 16px; text-indent: 18.8667px;">Analisis Perbandingan, Mengapa, (1). Petahana, (2). Calon Independen, (3). Calon Perempuan, dan (4). Dinasti Politik, bisa menang disatu tempat tapi bisa kalah di tempat lain"? .</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 14.15pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 16px; text-indent: 18.8667px;">Namun dengan tetap memperhatikan dimensi analisis perbandingan politiknya, maka penulis memutuskan untuk sedikit </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">menyimpang dari 4 (empat) sub
topik yang telah ditentukan tersebut, mengangkat sub topic </span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"><i>PERTARUNGAN
POLITIK KAKAK BERADIK</i> </b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">di wilayah Propvinsi Sulawesi Tengah, dengan</span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"> </b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">study kasus</span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"> </b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">pada pelaksanaan </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">Pilkada Kabupaten Tojo
Una-Una (Touna) yang melibatkan pertarungan Calon Bupati</span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"><i> Muhammad Lahay (kakak)</i></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"> dengan salah satu Calon Bupati Touna yang merupakan
adik kandungnya yatu </span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"><i>Mahmud Lahay (adik)</i></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"> serta pada Pilkada
Kabupaten Morowali Utara (Morut) yang melibatkan duel politik sedarah antara Calon Bupati </span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"><i>Mahmud
Ibrahim (kakak)</i></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"> dengan Calon Bupati Morut lainya </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;">yaitu </span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 14.15pt;"><i>Idham
Ibrahim (adik).</i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 14.15pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Pilihan untuk mengangkat topik ini bukanlah
merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap topik yang telah ditentukan tetapi karena penulis melihat rivalitas politik kakak beradik dalam perebutan
kekuasaan dipentas demokrasi lokal merupakan suatu fenomena yang kian subur dan
menarik untuk diamati, sama seperti fenomena petahana, calon independen, calon
perempuan, dan dinasti politik, sebab duel politik kakak beradik dalam satu
wilayah, ada yang keduanya sama-sama gagal merebut kekuasaan akibat terbelahnya basis kekekuatan dukungan khususnya keluarga seperti banyak
disinyalir orang, tetapi ada juga yang salah satunya berhasil merebut kekuasaan
dengan sukses memenangkan Pilkada. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 14.15pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">ANALISIS KONSEP<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Studi Kasus<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Demokrasi
sebagai sebuah sarana penyaluran aspirasi masyarakat memiliki ekses yang
beragam dalam perkembangannya. Negarawan seperti Soekarno, Mahatir Mohammad,
dan Lee Kuan Yew bahkan menafsirkan demokrasi adalah tatanan bernegara yang
harus disesuaikan secara adaptif-cultural, sehingga semangat kekhususan <i>(uniqness)</i> menjadikan <i>Democracy is not portable</i>, hal ini yang
membuat demokrasi membutuhkan prasyarat, tidak instan dan tidak bisa dibawa
kemana-mana secara seragam. Di Indonesia sendiri penerapan demokrasi dengan
segala variannya menjadi sebuah topik yang berkutat antara demokrasi langsung <i>(direct democracy)</i> dengan demokrasi
perwakilan <i>(indirect democracy). </i>Bila
meminjam istilah Kuhn, maka terjadi dinamika paradigma yang sangat signifikan
terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, mulai dari demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila dan demokasi reformasi (demokrasi
pasca orde baru).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Terlepas
dari perdebatan hal tersebut di atas, saat ini salah satu perwujudan dari
pelaksanaan demokrasi reformasi adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat di daerah. </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Artinya, kedaulatan penuh berada ditangan rakyat, sebagaimana amanah
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
menyatakan bahwa, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar“. Secara eksplisit, ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa
rakyat-lah yang harus diberikan mandat untuk menentukan masa depan Bangsa ini,
termasuk dalam memilih pemimpinnya sendiri. Hal ini sejalan dengan Pasal 25
huruf b<span class="apple-converted-space"> </span><i>International Covenant on Civil and
Political Rights</i> (ICCPR), yang menyebutkan bahwa, “Setiap warga
negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan dan tanpa pembatasan
yang tidak layak, untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang
murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui
pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan
dari para pemilih”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Untuk itu, pilkada langsung merupakan jaminan
bagi setiap warga Negara untuk dapat menggunakan hak pilihannya dengan memilih
kepala daerah secara langsung </span><span lang="IN" style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">melalui
pemilu </span><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">seperti
yang diamantkan dalam </span><span lang="IN" style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Pasal 24 ayat (5) dan
Pasal 56 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">jo</span><i><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 10.5pt; line-height: 150%;"> </span></i><span lang="IN" style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">UU No. 12
Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 32 Tahun 2004 jo Pasal 1 angka 4 UU No. 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pada </span><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">bentuk</span><span lang="IN" style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"> ini pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi
persyaratan, dan pasangan calon perseorangan. Selanjutnya pasangan calon yang
memenuhi persyaratan mengikuti kompetisi melalui pemilu untuk dipilih secara
langsung oleh rakyat-pemilih.</span><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Dalam
koridor demokrasi local ini mayoritas masih dijadikan medan pertarungan bagi
kaum aristokrasi untuk memperebutkan kekuasaan, mulai dari bangsawan, pejabat
tinggi, cendekiawan sampai dengan orang ternama. Fenomena ini muncul dan
menjadi sangat dominan karena hanya kaum aristoratlah yang memiliki
aksesibilitas yang paling mapan ditengah praktek politik biaya tinggi meskipun
ada ruang bagi kalangan kaum proletar untuk mengambil bagian melalui jalur
independen tetapi dominasi kaum aristokrat masih sangat dominan, salah satu eksesnya
dari fenomena ini adalah munculnya politik oligarki. Bahkan sejak Pilkada
langsung </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">diperkenalkannya pada tahun 2005, banyak keluarga politik
telah mencoba membangun dinasti politik regional, seperti Choisiyah di banten,
Yasin Limpo di Sulawesi Selatan, dan Sjachroedin di Lampung, dimana dari beberapa
dari mereka memiliki garis keturunan politik yang meluas ke rezim Orde baru
(1966-1998), meskipun kebijakan sentralisasi Soeharto mencegah kepindahan
kekuasaan secara langsung diantara anggota keluarga, bahkan lebih dari itu
Pilkada langsung telah menjadi ajang paling bergengsi pertarungan politik
orang-orang kuat didaerah <i>(local
strongman)</i>, dimana bukan hanya sekedar arena untuk membangun dinasti
politik yang saling mendukung dan melanggengkan kekuasaan politik dinasti tetapi
juga terbentuknya wajah baru pertarungan politik familisme yang menyajikan
pertarungan sesama kerabat dalam konteks rivalitas politik demi memperebutkan
posisi sebagai orang nomor satu didaerah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Politik familisme ini, menjadi salah satu riasan wajah Pilkada langsung yang menurut penulis, menjadi
pola baru pembangunan politik dinasti bagi kalangan kaum aristokrat di daerah,
sebab sealot apapun rivalitas politik yang terjadi diantara mereka, tetapi
peluang untuk kompromi dan saling memberikan <i>back up</i> politik pasca Pilkada tetap ada karena “hubungan darah”
tertsebut, apalagi bila salah satunya ada yang menjadi Pemenang Pilkada. Potret
pertarungan politik diantara sesama kerabat ini dapat kita lihat dalam
pelaksanaan Pilkada serentak 9 desember 2015 silam. Sebut saja pertarungan
politik dua istri bupati Kediri Sutrisno yaitu Haryati dan Nurlaila pada
Pilkada Kabupaten Kediri, atau pertarungan antara bibi dan keponakan oleh
dinasti Yasin Limpo pada Pilkada Kabupaten Gowa yang melibatkan </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tenri Olle Yasin Limpo berhadapan dengan keponakannya
Adnan Purictha IchsanYasin Limpo, bahkan tak ketinggalan pula parade
pertarungan saudara kandung kakak beradik seperti yang terjadi pada Pilkada dua
daerah di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Kabupaten Tojo Una-una (Touna) dan
Kabupaten Morowali Utara (Morut) yang menampilkan duel politik saudara kandung,
dimana di Kabupaten Touna pertarungan kakak beradik melibatkan duo Lahay yaitu </span><b><i><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Muhammad
Lahay (kakak)</span></i></b><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"> versus <b><i>Mahmud Lahay (adik), </i></b>dan di Pilkada
Kabupaten Morut melibatkan duo Ibrahim yaitu <b><i>Mahmud Ibrahim (kakak)</i></b>
versus <b><i>Idham Ibrahim (adik).</i></b> Dimana masing-masing dari kakak beradik
ini sama-sama dalam posisi sebagai Calon Bupati yang diusung oleh partai
politik. Artikel ini penulis mengambil studi kasus pertarungan politik Lahay
bersaudara di Kabupaten Touna dan Ibrahim bersaudara di Kabupaten Morut dengan empat
alasan utama, yaitu: <i>Pertama,</i> Keempatnya
maju bertarung dalam Pilkada di dua daerah tersebut dalam posisi yang sama
yaitu sebagai Calon Bupati, <u>bukan</u> salah satunya sebagai calon bupati dan
atau calon wakil bupati. <i>Kedua, </i>kedua
klan (baik Lahay maupun Ibrahim) merupakan kaum Aristokrat di daerah mereka,
sehingga mereka memiliki pengaruh yang cukup kuat. <i>Ketiga,</i> </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">keempat
figure tersebut diusung oleh Partai politik yang memiliki kursi di parlemen
lokal, dan <i>Keempat,</i> meskipun keempat figure ini memiliki kesamaan
dari tiga komponen diatas, namun duo Ibrahim di Kabupaten Morut gagal dalam
memenangkan Pilkada, sementara salah satu Lahay (Muhammad Lahay) berhasil
memenangkan Pilkada di Touna dengan mengalahkan empat pasangan calon lainnya
termasuk sang adik Mahmud Lahay.</span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Perbandingan<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Adagium politik tiada kawan atau lawan yang abadi, yang ada
hanyalah kepentingan abadi,” atau “Politik merupakan siapa mendapat apa,
menegaskan bahwa dalam ranah politik tidak ada yang paling utama selain
kepentingan, entah itu kepentingan untuk berkuasa atau kepentingan untuk
memperoleh bagian dari hasil kompromi politik. sehingga dalam politik jangankan
hanya kawan, ayah, ibu, kakak dan adik kandung bisa saling menjadi lawan karena
memiliki kepentingan yang berbeda, yang memungkinkan untuk tidak dapat
dikompromikan melalui consensus keluarga. fenomena inilah yang terjadi dalam
pertarungan politik dua kakak beradik klan Lahay dan klan Ibrahim di Kabupaten
Touna dan Kabupaten Morut. Karena seperti yang dilansir oleh metrotvnews.com
meskipun telah melalui rapat keluarga dan memutuskan salah satu dari
masing-masing mereka saja yang maju menjadi calon bupati pada Pilkada 2015
silam, toh kenyataannya hasil rapat keluarga tersebut tidak mampu meredam
sahwat kedua pasang kakak beradik itu untuk bertarung memperebutkan kekuasaan,
terlepas kemudian benar tidaknya indikasi adanya <i>by design</i> elit lokal baik dari pimpinan birokrasi dan partai
politik local untuk memecah belah kekuatan basis kedua klan tersebut. Berikut analisis singkat penulis mengenai perbandingan politik kedua pasang kakak beradik yang saling adu kekuatan politik pada pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Touna dan Kabupaten Morut, Provinsi Sulawesi Tengah untuk menjawab mengapa salah satu Lahay menang di Tojo Una-una sementara duo Ibrahim gagal di Morowali Utara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"><b>Muhammad
Lahay </b>vs</span><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;"> <b>Mahmud Lahay </b>di <b>Kabupaten Touna</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pelaksanaan
Pilkada Kabupaten Tojo Una-Una di ikuti oleh lima pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati, diantara kelima pasangan calon tersebut terdapat Pasangan Calon
Nomor Urut 2 yaitu sang kakak </span><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mohammad
Lahay, SE</span></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> yang berpasangan dengan Admin AS Lasimpala, S.IP, dan
Pasangan Calon Nomor Urut 4 yaitu sang adik<b>
Mahmud Lahay, SE.,M.Si</b> yang berpasangan dengan Lucky Lasahido, SH. dimana
pasangan nomor urut 2 Mohammad Lahay dan Admin Lasimpala diusung oleh koalisi Partai Demokrat, PDIP, NasDem, PKS, dan PPP, sementara pasangan nomor urut 4 </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mahmud Lahay dan Lucky
Lasahido didukung oleh koalisi PAN, Hanura dan PBB. Pasangan kakak beradik ini
bertarung dengan tiga pasangan calon lainya yakni nomor urut 1 Syamsulfiqar
Tanjumbulu dan Ma'ruf Ansyar, nomor urut 3 Muhammad Syarif Aljufri dan Fatimah
Hi. Moh. Amin, serta nomor urut 5 Basrin Mohammad dan Bahrun S. Mardani.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Latar belakang profesi keduanya, sang kakak Mohammad
Lahay merupakan Ketua DPC Partai NasDem Kabupaten Touna dan menjabat Wakil
Ketua DPRD Kabupaten Touna periode 2014-2015, selain itu Muhammad Lahay pernah menjadi kontestan politik pada Pilkada Tojo Una-una 2010 namun gagal karena perolehan suaranya kalah dari Bupati terpilih Damsik Ladjalani-Jamal Juraejo kala itu. Sementara sang adik Mahmud Lahay adalah seorang birokrat yang terpaksa</span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> pensiun dari jabatannya sebagai Asisten II Pemerintah Kabupaten Touna karena
maju sebagai calon Bupati Kabupaten Touna Periode 2015-2020. Dari hasil Real Count KPU Touna berdasarkan
Hasil Hitung TPS (Form C1), pada Pilkada 9 Desember 2015 pasangan calon nomor
urut 2 <b>Mohammad Lahay, SE</b> dan Admin
AS Lasimpala, S.IP menjadi pemenang Pilkada langsung di Touna dengan peroleh
suara 32.460 (42,21%) menang telak dari
empat pasangan calon lainya termasuk dari sang adik Mahmud Lahay dan Lucky
Lasahido yang berada pada rangking kedua dalam perolehan suara dibawah sang
kakak dengan jumlah 22.274 (28,97%) suara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Mahmud
Ibrahim </span></b><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">versus <b>Idham Ibrahim </b>di <b>Kabupaten Morut</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sementara
Pelaksanaan </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;">Pilkada
di Kabupaten Morowali Utara yang juga di ikuti oleh lima pasangan Calon Bupati
dan Wakil Bupati termasuk kakak beradik, </span><b style="line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mahmud
Ibrahim, S.Sos.,MM</span></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;"> yang berpasangan dengan Sanda Rinding
Sarungallo dengan nomor urut 1diusung oleh PKB dan Partai Gerindra, sedangkan <b>H. Idham Ibrahim, SE.,M.SE</b> yang
berpasangan dengan Heymans Larope, SE dengan urut 4 diusung oleh koalisi PDIP,
NasDem dan PAN. Latar belakang kedua kakak beradik Mahmud dan Idham sama-sama birokrat. Mahmud mundur dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Pertambangan Pemkab Morowali Utara sementara Idham mundur dari jabatannya sebagai Kepala Pelabuhan Jeneponto, Sulawesi Selatan. Demi ambisinya merebut kursi Bupati, kedua kakak beradik itu bertarung bersama tiga pasang kandidat lainnya yaitu </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;">pasangan nomor urut 2 Aptripel Tumimomor dan
Moh. Asrar Abdul Samad, nomor urut 3 pasangan calon Mardiman Sane dan Anhar,
serta pasangan calon nomor 5 Sutrisno.N Sembiring, dan W.Kristina Parinsi. Pada
pemungutan suara yang dilaksanakan 9 Desember 2015, dari hasil Real Count KPU Morut
berdasarkan Hasil Hitung TPS (Form C1) kedua kakak beradik pasangan calon
Mahmud Ibrahim dan Sanda Rinding Sarungallo maupun pasangan calon H. Idham
Ibrahim dan Heymans Larope, sama-sama dikalahkan oleh Pasangan Calon nomor urut
2 <b>Ir. Aptripel Tumimomor, MT </b>dan
Moh. Asrar Abd.Samad dengan perolehan 18.600 Suara (32,20%), sementara Idham
Ibrahim berada pada perolehan suara terbanyak kedua yaitu 16.018 (27,73%)
sedangkan Mahmud Ibrahim berada pada urutan ketiga rekapitulasi suara yaitu
12,360 (21,40%). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="border: 1pt none; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; padding: 0cm;">Telaah
Kritis</span></b><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut hemat penulis, majunya kakak beradik
sebagai rivalitas dalam perebutan kekuasaan pada Pilkada di dua daerah
kabupaten tersebut tidak lepas dari dua aspek penentu yaitu <i>Pertama,</i> budaya patronage masyarakat di wilayah itu masih mempercayai nama besar keturunan (klan) yang dibawah oleh kedua kakak beradik. seperti dikatakan akademisi dari Universitas Sintuwu Maroso Poso, Suwardi Pantih kepada mediaindonesia.com dengan menyebutkan semisal klan Lahay di Tojo Una-una merupakan marga keturunan tokoh besar didaerah itu, sehingga ada penilaian masyarakat yang berkembang bahwa keteurunan mereka (baca:Lahay) layak layak menjadi pemimpin di daerahnya. inilah yang dijadikan pertimbangan utama Partai Politik untuk mendorong keturunan Lahay maju pada Pilkada Touna 2015, meskipun terjadi duel politik sedarah, karena partai politik tidak lagi mempertimbangkan diskonsolidasi keluarga besar Lahay secara internal, yang penting bagi partai pengusung ada potensi kemenangan yang cukup besar bila mengusung keturunan Lahay sebagai calon Bupati dalam Pilkada. Begitu halnya dengan keluarga besar (klan) Ibrahim di Morowali Utara, dikenal sebagai keluarga konglomerat sukses yang berkecimpung didunia bisnis dan juga sebagian tercatat sebagai pejabat pemerintahan, apalagi klan Ibrahim juga berandil besar dalam memperjuangkan pemekaran Kabupaten Morowali Utara pada tahun 2013. sehingga nama dan peran besar itulah yang membuat popularitas mereka naik. <i>Kedua, </i>kuatnya ego berkuasa dan menjadi penguasa lokal di daerah mereka, dari masing-masing pribadi kedua kakak beradik tersebut, sehingga tidak ada titik kompromi yang bisa merubah ego itu, meskipun sebelumnya telah dilakukan rapat keluarga untuk memediasi agar salah satu diantara mereka saja yang maju sebagai calon kepala daerah. Hal ini terlihat dari keputusan Mahmud Lahay yang kemudian mendeklarasikan diri ikut Pilkada, walau harus mengorbankan sisa pengabdiannya yang masih 14 tahun sebagai Pegawai Negeri Sipil, padahal sebelumnya Mahmud Lahay telah menyetujui keputusan rapat keluarga yang menetapkan sang kakak Mohammad Lahay saja yang maju pada Pilkada Touna. Begitu pula pada kedua kakak beradik Mahmud Ibrahim dan Idham Ibrahim, meski telah coba di mediasi melalui rapat keluarga namun tidak ada kata sepakat karena keduanya sama-sama ingin menjadi Kepala Daerah pertama di kabupaten yang baru dimekarkan itu, sehingga keluarga tidak kuasa membendung rivalitas keduanya pada Pilkada Kabupaten Morowali Utara.</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;"> Adapun perbedaan hasil yang dicapai dari pertarungan kedua kakak beradik ini, dimana <b>salah satu dari Lahay</b> yakni </span><b style="line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mohammad
Lahay </span></b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 21.25pt;">yang berpasangan dengan Admin AS Lasimpala MENANG pada Pilkada
langsung di Kabupaten Touna sementara <b>kedua
Ibrahim bersaudara</b> sama-sama KALAH dalam Pilkada Kabupaten Morut dengan
hanya menempati peroleh suara kedua dan ketiga terbanyak dari sang pemenang
yaitu <b>Aptripel Tumimomor </b>dan Moh.
Asrar Abdul Samad. Secara umum polarisasi kesolidan dukungan massa idilogis
dari kedua dinasti itu cukup kuat, hal ini nampak hasil perolehan suara baik
antara Muhammad Lahay sebagai pemenang Pilkada dan Mahmud Lahay yang memperoleh
suara terbanyak kedua menggungguli jauh tiga pasangan lainnya. Demikian halnya
dengan Mahmud Ibrahim dan Idham Ibrahim yang meslipun kalah dari pemenang Aptripel Tumimomor tapi perolehan suara
mereka cukup signifikan jauh dari dua pasangan lainnya yang berada dibawah
keduanya. Sehingga menurut penulis secara khusus penyebab dari perbedaan hasil
yang dicapai dari kedua pasang calon kakak beradik ini adalah dari segi
kaderisasi, dimana Mohammad Lahay menang pada Pilkada Tojo Una-una unggul dari
sang adik dan ketiga pasangan lainnya karena Mohammad Lahay sebagai seorang
politisi murni dari segi kaderisasi politik lebih matang dengan kekuatan
dukungan yang cukup mengakar dan telah teruji, dimana pada Pilkada Touna tahun
2010 ia menjadi kontestan politik dan berada pada <i>runner up </i>suara terbanyak kedua dari pemenang Damsik Ladjalani,
serta pada Pemilu Legislatif 2014 ia terbukti lolos menjadi anggota DPRD
Kabupaten Touna dengan mendulang suara terbanyak dari keseluruhan partai
politik yang memiliki kursi di legislatif Touna. Sementara Mahmud Ibrahim dan
Idham Ibrahim di Kabupaten Morowali Utara, meskipun secara popularitas mereka
popular tetapi latar belakang mereka sebagai birokrat tidak cukup memiliki
basis massa riil yang solid dan sangat mengakar, sehingga hal ini menjadi salah
satu penyebab kekalahan mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -21.3pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C.<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">KESIMPULAN<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 17.95pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: 'times new roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: 17.95pt;">Sebagai
arena demokrasi, maka Pilkada menjadi medan liberalisme politik bagi siapa saja
untuk ikut berpartisipasi dalam perebutan kekuasaan, dalam rangka seleksi
kepemimpinan local. Oleh karenanya dari seluruh uraian atas fenomena diatas,
maka penulis dapat memberikan beberapa catatan penting sebagai kesimpulan yaitu
sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1) Tidak adanya aturan yang melarang kerabat atau saudara sedarah ikut berpartisipasi dalam perebutan kekuasaan melalui Pilkada, membuat arus partisipasi politik sebagai kontestan begitu sangat membuka peluang monopoli politik familisme bagi kalan tertentu dalam upaya membangun dinasti politik baru ataupun melanggengkan dominasi dinasti politik yang tengah berkuasa. secara konstitusi, tentu menjadi sah dan wajar karena tidak ada aturan formil yang mengatur hal tersebut, tetapi secara etik dan moral politik, tentu ini menjadi masalah, karena soal kepatutan politik, dimana relasi etika yang menjadi pedoman proses pengaturan budaya politik familisme adalah menekankan munculnya dinasti politik dan menghindari lahirnya tirani melalui demokrasi yang menyimpang dari semangat reformasi. bukankah reformasi memperjuangkan penghapusan KKN, dan salah satunya adalah nepotisme.</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: -21.25pt;">2)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-indent: -21.25pt;">Apapun hasilnya, menang atau kalah dari duel politik itu, tetapi rivalitas politik sedarah adalah bagian dari ornamen budaya politik familisme yang berorientasi untuk membangun sebuah dinasti baru, yang kalah tentu gagal mewujudkan pembangunan dinasti karena harus rela dilibas oleh pemenang kuasa, sementara yang menang akan memulai untuk mengokohkan dinastinya, sebab sekejam apapun politik, ruang konsiliasi sangat besar terbuka karena ikatan saudara sedarah. Sebagai budaya politik, familisme menurut Adela Garzon (2002) </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 16px; line-height: 150%; text-indent: -28.3333px;">diartikan sebagai ketergantungan yang terlalu besar pada ikatan keluarga, yang melahirkan kebiasaan menempatkan keluarga dan ikatan kekerabatan pada kedudukan yang lebih tinggi daripada kewajiban sosial lainnya.</span><br />
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam pengertian lainnya, familisme juga dipahami sebagai <i>new social order, </i>yakni dorongan psikologis bagi seseorang untuk dapat berkarir dalam dua ranah yakni publik sebagai birokrat dan privat sebagai korporat-swasta. Hal ini persis dengan posisi dari klan Lahay di Touna dan Ibrahim di Morut, dimana mereka bukan hanya menguasai ranah swasta sebagai konglomerat dan politisi tetapi juga mereka menguasai ranah birokrasi sebagai para pejabat pemerintah. Tetapi betapapun itu munculnya dinasti politik diinisiasi dari politik familisme pada era kekinian yang merupakan hasil dari dinamika demokrasi prosedural yang terjadi dan diakui legitimasinya bila melalui proses politik yang disepakati bersama. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4)<span style="font-family: "times new roman"; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Budaya politik familisme yang berkontribusi
dalam melahirkan dinasti politik dapat terindikasi dalam tiga hal yaitu Pertama,
kegagalan fungsi partai politik local untuk melakukan kaderisasi dan regenerasi
politik. Kedua, biaya demokrasi yang masih tinggi menghalangi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam suksesi kekuasaan, kalupun ada melalui jalur independen
tetapi sedikit diantara mereka yang sukses dalam kontestasi ini. Ketiga, tidak
terciptanya perimbangan kekuasaan antar elit lokal sehingga menghasilkan
sentralisasi politik dikalangan elit tertentu yang kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi dinasti.***</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 39.25pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-line-height-alt: 10.95pt; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
FATHARANY BERKAH ABDUL BARRYhttp://www.blogger.com/profile/01479497962098676927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-50825308354171346802013-01-30T21:18:00.000-08:002013-11-22T21:41:45.713-08:00MELURUSKAN SEJARAH BANGGAI <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Oleh
: Fatharany Berkah Abdul Barry</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">(Pemerhati Sejarah Banggai)<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Tema diatas sengaja penulis ambil menjadi judul dalam
tulisan ini sebagai simbolisasi pesan dan nilai yang terkandung dan coba akan
penulis uraikan secara lugas dalam catatan ini. Mengingat dalam perjalannya,
sejarah Banggai telah mengalami penyesatan akan kebenarannya, baik penyesatan
yang dilakukan oleh mereka yang mengaku sesepuh dan tokoh adat Banggai maupun
penyesatan yang dilakukan oleh sejumlah sejarawan lokal dalam penyusunan buku
sejarah Banggai yang kemudian dijadikan referensi antar generasi dalam
mempelajari sejarah Banggai. Penyampaian pesan sejarah yang kurang mendalam dan
cenderung tidak transparan akhirnya menjadikan pengetahuan generasi Babasal akan
sejarahnya sendiri hanya secara parsial. Bicara soal sejarah Banggai tentunya
kita tidak akan luput bicara sol kerajaan Banggai. Dalam tulisan ini penulis
coba mengklasifikasikan sejarah Banggai dalam dua periode, dimana periode pertama
adalah periode <i>doeloe</i> yaitu BATOMUNDOAN BANGGAI (Kerajaan Banggai) yang
meliputi fase kerajaan Banggai klasik dan fase kerajaan Banggai moderen.
Sedangkan periode kedua adalah periode <i>kekinian</i> yakni BATOMUNDOAN ADAT
BANGGAI (Kerajaan Adat Banggai). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Pemisahan periode dengan menggunakan terminologi
Batomundoan Banggai dan Batomundoan Adat Banggai peting kiranya guna
memperjelas status dan ruang Batomundoan Banggai yang merupakan masa kerajaan
Banggai sejati dan Batomundoan Adat Banggai yang merupakan masa Kerajaan Adat
Banggai atau kerajaan Banggai replika yang eksis saat ini. Perbedaannya bukan
hanya pada status. ruang dan waktunya yang berbeda, tetapi pada fungsi dan
peran sang pemegang kepemimpinan. Dimana pada era Batomundoan Banggai doeloe,
Tomundo merupakan pemimpin pemerintahan (kerajaan) yang menjalankan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif), sedangkan Basalo Sangkap sebagai
dewan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan (legislatif). Sedangkan
era Batomundoan Adat Banggai saat ini,
Tomundo hanya merupakan pemimpin masyarakat adat yang menjalankan fungsi
pelestarian budaya peninggalan era Batomundoan Banggai tempo dulu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-weight: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Periode Batomundoan Banggai (Kerajaan Banggai) <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Bila kita mengurai sejarah peradaban </span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Batomundoan
Banggai atau </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Kerajaan
Banggai, maka kita akan bicara tentang dua fase peradaban Kerajaan Banggai
yaitu fase Kerajaan Banggai klasik dan fase Kerajaan Banggai moderen. Dimana
fase peradaban Kerajaan Banggai klasik diawali dari sebuah legenda kuno tentang
suatu banjir besar yang rumit untuk diuraikan dengan kalimat dan dicerna dengan
logika ilmiah. Tetapi intinya bahwa kerajaan Banggai klasik telah ada dan
dikenal sekitar abad ke 13 masehi dengan nama Benggawi, diera kejayaan Kerajaan
Mojopahit dibawah pimpinan Prabu Hayam Wuruk (1351-1389) dimana kerajaan
Banggai saat itu telah menjadi bagian dari kerajaan Mojopahit, sebagaimana
disebut pada seuntai syair dalam buku Nagara kertama karya Mpu Prapanca. Dalam
struktur Kerajaan Banggai klasik menurut Dr.Alb.C.Kruyt dalam studinya De
Vorsten van Banggai, kerajaan Banggai kala itu dipimpin oleh seorang raja yang
bergelar ADI yang tinggal di Linggabutun yang terletak digunung Bolukan
(sekarang Padang Laya) dan empat orang yang merupakan suatu dewan penasehat
bagi ADI dan diberi gelar TOMUNDO SANGKAP yang masing-masing mempunyai
kekuasaan tertentu yaitu Olu/Babolau, Lombongan/Katapean, Singgolok dan Kokini,
sehingga orang bicara Tomundo dari Olu/Babolau, Lombongan/Katapean, Singgolok
dan Kokini. Mereka inilah sejatinya pendiri Kerajaan Banggai. Secara
berturut-turut disebut empat orang Adi yang memerintah sebelum seorang Adi
Lambal Polambal memerintah. Adi Lambal Polambal menjadi raja terakhir fase
Kerajaan Banggai klasik, selama ia memerintah sering terjadi perselisihan antar
saudara diantara empat raja kecil (tomundo Sangkap) yang merupakan dewan
penasehat bagi Adi, yang sukar untuk didamaikan oleh Adi Lambal Polambal.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Pada masa pemerintahan Adi Lambal Polambal
inilah muncul seorang bangsawan dari tanah Jawa yang merupakan panglima perang
Sultan Baabullah dari Kerajaan Ternate bernama Adi Cokro alias Adi Soko. Adi
Cokro kemudian hadir sebagai sosok pembawa kedamaian atas gejolak internal
Kerajaan Banggai, sehingga karena kebijaksanaannya, Adi Lambal dan keempat
tomundo tersebut menawarkan pemerintahan kepadanya. Karena identitasnya sebagai
sebagai seorang panglima perang Kesultanan Ternate inilah yang kemudian
melegitimasi kerajaan Banggai sebagai
bagian dari taklukan Kesultanan Ternate, meskipun Adi Cokro hadir tidak dengan
cara konfrontasi militer melainkan menjalankan misi penyebaran agama islam. Adi
Cokro kemudian naik tahta menjadi raja Banggai dengan gelar MBUMBU, sejak
itulah gelar adi menghilang digantikan dengan mbumbu yang kemudian
dikombinasikan dengan tempat mereka meninggal dan dikuburkan seperti Adi Cokro
mbumbu doi Jawa yaitu raja yang meninggal di Jawa dan Mbulang mbumbu doi
Balantak, yaitu raja yang meninggal di Balantak dll. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Masa Adi Cokro memimpin disinalah menjadi fase
awal peradaban Kerajaan Banggai moderen, ia kemudian dianggap sebagai pendiri
Kerajaan Banggai moderen setelah beliau
sukses memperluas wilayah Kerajaan Banggai (klasik) yang sebelumnya hanya
meliputi wilayah Pulau Banggai saja menjadi kerajaan utama (primus inter pares)
dari beberapa kerajaan yang ada dengan menundukan kerajaan – kerajaan di Pulau
Peling seperti Kerajaan Tokolong (Buko), Lipu Babasal (Bulagi), Sisipan,
Liputomundo, Kadupang dan Kerajaan Bongganan, hingga sampai ke jazirah timur
daratan Sulawesi dengan menaklukan Kerajaan Tompotika, Bola, Lowa, dan Kerajaan
Gori-gori yang kemudian disebut wilayah Banggai darat (sekarang Kab.Banggai).
Ia kemudian mengatur pemerintahan atas daerah-daerah kekuasaannya serta membawa
masuk agama islam diseluruh wilayah kekuasaan kerajaan Banggai. Pulau Banggai
tetap dijadikan pusat pemerintahannya, sementara itu Adi yang terakhir yaitu
Adi Lambal Polambal diangkat kembali sebagai pelaksana pemerintahannya dengan
memberi kepadanya jabatan JOGUGU, sedangkan dewan penasehat, yaitu keempat raja
(tomundo) kecil juga mendapat gelar kehormatan PAU BASAL / BASALO yang lebih
rendah dari tomundo dan memberi mereka nama-nama baru seperti Olu menjadi
Doduung, Kokini menjadi Tanobonunungan, Singgolok menjadi Monsongan, dan
Lombongan menjadi Gonggong. Sehingga bekas tomundo Olu menjadi Pau Basal
Doduung dst. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Sebutan Pau Basal yang dalam bahasa berarti
“anak besar” dianggap sebagai satu gelar kehormatan, karena membentuk suatu
hubungan antara bapak-anak antara Mbumbu dengan keempat Pau Basal itu, daerah
kekuasaan mereka ditentukan kembali dari gunung Bolukan dimana sang raja
membangun sebuah istana untuk salah seorang istrinya. Tetapi dalam pembagian
daerah itu diatur sedemikian rupa sama seperti para bapak leluhurnya, yakni
para Tomundo. Keempat Pau Basal sangat dihormati oleh Mbumbu dan para
penerusnya, mereka merupakan suatu dewan penasehat, yang pengaruhnya sama
luasnya dengan kekuasaan Mbumbu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Selain itu Adi Cokro juga meletakan suatu struktur
tata pemerintahan yang demokratis, yang terdiri dari Eksekutif dan Legislatif.
Dimana raja sebagai pucuk pimpinanan kekuasaan kerajaan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh empat orang staff eksekutif atau dewan menteri yang
dikenal dengan sebutan KOMISI SANGKAP yang terdiri dari : (1). Mayor Ngopa atau
Raja Muda; (2). Kapitan Laut atau Kepala Angkatan Perang; (3), Jogugu atau
Menteri Dalam Negeri; (4). Hakim Tua atau Pengadilan. Komisi empat ini ditunjuk
dan diangkat oleh raja yang sedang bertahta. Sedangkan sebagai Badan Legislatif
atau Dewan Penasehat adalah empat Pau Basal yang sekarang disebut BASALO
SANGKAP yaitu (1).Basalo Babolau (Doduung); (2). Basalo Kokini
(Tanobonunungan); (3). Basalo Singgolok (Monsongan); (4). Basalo Katapean
(Gonggong). Dewan penasihat atau Badan Legislatif Dewan Basalo Sangkap di ketuai oleh Basalo Babolau yang bertugas
melakukan pemilihan setiap bangsawan untuk menjadi raja. Begitu pula untuk
melantik seorang raja, dilakukan di hadapan Basalo Sangkap. Basalo Sangkap yang
akan melantik raja, lalu meriwayatkan secara teratur sejarah raja-raja Banggai
secara berurut, kemudian disebutkan calon raja yang akan dilantik, yang
kepadanya dipakaikan mahkota kerajaan sebagai simbol bahwa yang bersangkutan
resmi menjadi raja pemimpin kerajaan Banggai. Keempat Basalo ini sangat
dihormati oleh mbumbu dan para penerusnya, mereka merupakan suatu dewan
penasehat yang pengaruhnya sama luasnya dengan kekuasaan Mbumbu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Karena suatu hal, Adi Cokro kembali ke tanah
Jawa, akibatnya kerajaan Banggai mulai mengalami kekacauan dan kevakuman
pemerintahan yang cukup panjang. Dalam desertase Banggaische Adatrecht oleh
Dr.JJ.Dormeier disebutkan bahwa pasca
Adi Cokro, ada delapan orang Mbumbu berturut-turut yang memerintah
Kerajaan Banggai. Tiga diantaranya tercatat sebagai Mbumbu dinaadat atau raja
yang dibunuh. Krisis panjang ini baru berarkhir setelah putera Adi Cokro
Maulana Prins Mandapar memerintah. Setelah ayahnya, Mandapar kemudian dianggap
sebagai Raja Banggai pertama dan yang terbesar, ia kembali menegakkan
kekuasaannya diseluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Banggai, mulai dari Pulau
Sonit sampai ke Balingara dan dari Rata sampai ke Teluk Tomini serta mendirikan
suatu pemerintahan pusat di Banggai.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Sejak dari Raja Mandapar silsilah raja-raja Banggai
telah teratur sebagai berikut : 1. Maulana Prins Mandapar Mbumbu doi Godong
(1600-1630)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">
<span lang="IN">2. Molen Mbumbu doi Kintom (1630-1648)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> <span lang="IN">3. </span></span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;">Paudagar Mbumbu doi Benteng</span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;"> </span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><span lang="IN">(1648-1689), 4. </span></span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;">Mbulang Mbumbu doi Balantak</span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;"> </span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><span lang="IN">(1689-1705)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">5. Abdul Gani Mbumbu
doi Kota (1705-1728)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">
<span lang="IN">6. Abu Kasim Mbumbu doi Bacan (1728-1753)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> <span lang="IN">7.Kabudo
Mbumbu doi Mendono (1753-1768); 8. Ansyara Mbumbu doi Padongko (1768-1773)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> <span lang="IN">9. Manduis
Mbumbu doi Dinaadat (1773-1809)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">
<span lang="IN">10. </span></span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;">Agama Mbumbu doi Bugis </span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><span lang="IN">(1809-1821)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> <span lang="IN">11. </span></span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif;">Atondeng Mbumbu doi Galela</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><span lang="IN"> (1821-1827)</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">12.
Lauta Mbumbu doi Tenebak (1827-1847)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">13.
Taja Mbumbu doi Sau (1847-1852)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">14.
Tatu Tanga Mbumbu doi Jere (1852-1858)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">15.
Soak Mbumbu doi Banggai (1858-1870)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">16.
Nurdin Mbumbu doi Labasuma (1870-1882)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">;</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">
<span lang="IN">17</span></span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">.</span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">
Tomundo Hi. Abdul azis (1882-1900)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">18.
Tomundo Hi. Abdul Rahman (1901-1922)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">19.
Tomundo Hi.Awaludin (1925-1940)</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">; </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">20). Tomundo Nurdin Daud (1940-1959). Inilah deretan raja Banggai yang sah dan legal secara
kontitusional dalam episode perjalanan sejarah Batomundoan Banggai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Adapun mengenai status dan posisi Syukuran
Aminudin Amir dalam sejarah Kerajaan Banggai bukanlah Tomundo yang
terlegitimasi secara utuh dan sah oleh tata aturan hukum formil kerajaan
Banggai, melainkan hanya sekedar sebagai Pelaksana tugas harian Tomundo Banggai
tatkala Tomundo Banggai Nurdin Daud yang yang baru berusia 12 tahun dikukuhkan
oleh Basalo Sangkap pada tahun 1939 pasca mangkatnya Tomundo Awaludin sebagai
tomundo Banggai ke 19. Namun karena mengingat usia raja Nurdin Daud yang
terlalu belia untuk melaksanakan tugas kerajaan maka ditunjuklah S.A.Amir yang
saat itu menjabat sebagai Mayor Ngofa sebagai pelaksana tugas (Plt). Namun
kemudian amanat itu dibajak dengan mengukuhkan diri sebagai Tomundo yang legal
meskipun tanpa restu dan tidak melalui pengukuhan oleh Basalo Sangkap
sebagaimana ketentuan konstitusi kerajaan Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Belum cukup sampai disitu pada tahun 1941
rekayasa sejarah Kerajaan Banggai itupun
dimulai, setelah mengukuhkan dirinya sebagai Tomundo. Mengingat posisinya di
dalam keraton kerajaan Banggai di Banggai yang tanpa legitimasi konstitusional
sehingga tidak mendapat pengakuan dari Dewan Basalo Sangkap kala itu, maka atas
dukungan kerjasamanya dengan Belanda yang berada di Luwuk S.A. Amir kemudian dengan berani memindahkan ibu kota
kerajaan Banggai ke Luwuk meskipun tanpa izin dan restu dari raja muda Nurdin
Daud dan Dewan Penasehat Basalo Sangkap. Ia kemudian menyebut dan menamakan
suatu tempat</span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">yang
berlokasi didalam kota Luwuk dengan nama Keraton. Rekayasa ini seakan-akan
bahwa kerajaan Banggai benar-benar telah mempunyai bangunan keraton sendiri di
kota Luwuk sebagai pusat pemerintahan kerajaan Banggai yang baru. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Akhir periode Batomundoan Banggai atau Kerajaan
Banggai adalah ketika terjadi peralihan status wilayah Banggai dari sistem
swapraja Banggai menjadi daerah tingkat II (Dati II) Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-weight: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Periode Batomundoan Adat Banggai (Kerajaan Adat
Banggai)<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Ada pihak yang kemudian memandang miris upaya
pelestarian budaya dan adat Banggai yang
menggunakan simbol dan icon seperti layaknya era Batomundoan Banggai, dengan
argumentasi Banggai saat ini bukan lagi merupakan bagian dari sistem
pemerintahan monarki yang otonom seperti
dulu, tetapi Banggai merupakan bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sehingga penggunaan simbol-simbol kerajaan dipandang
hanyalah merupakan reaktualisasi <i>image</i> kelompok bangsawan untuk
kepentingan pencitraan pribadi dan keluarganya guna mendapatkan kembali
pengakuan dan penghargaan publik semata sebagai orang ningrat, dengan segala
kepentingan yang disisipkan dibalik citra sebagai kaum feodalis itu. terlepas
benar atau tidaknya argumentasi minor tersebut, namun yang pasti sejarah
memeliki posisi penting dalam perjalanan peradaban suatu bangsa. Itulah
sebabnya sehingga sang pendiri republik ini, Soekarno pernah mengatakan bahwa
bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, olehnya itu jangan
sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Inilah pesan keramat yang kini dimanifestasikan oleh
masyarakat adat Banggai dalam wujud Batomundoan adat Banggai yang ditandai
dengan masuknya Batomundoan adat Banggai dalam Forum Silaturahmi Keraton se
Nusantara (FSKN sebagai anggota ke 118. Dimana keberadaan </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Batomundoan Banggai
hanyalah merupakan upaya konkrit untuk melestarikan budaya Banggai</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">
pada khususnya dan nusantara pada umumnya</span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">.</span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"> Sehingga kurang tepatlah kiranya jika sekarang
dalam menyebut langkah pelestarian budaya ini dengan menggunakan istilah
Batomundoan Banggai (kerajaan Banggai), tetapi yang tepat adalah Batomundoan
Adat Banggai (Kerajaan Adat Banggai) karena era sekarang bukanlah era masa
lampau, melainkan hanya era yang mereflesikan kearifan masa lampau demi tujuan
pelestarian adat dan budaya banggai itu sendiri. tetapi dengan cara penggunaan
mekanisme dan atribut-atribut budaya dan adat masa lampau. Inilah yang sekarang
sebagai simbol sejati adat Babasal. Dimana yang dinobatkan sebagai Tomundo
Banggai dan merupakan simbol dan pemimpin adat banggai adalah tomundo yang
dikukuhkan sesuai tatacara pengukuhan raja-raja banggai sebelumnya. Seperti
pengukuhan tomundo Iskandar Awaludin Zaman sebagai pengganti Raja Banggai
sejati (era kerajaan) Nurdin Daud. Kemudian ia diagantikan oleh puteranya
Moh.Fikran Zaman sebagai simbol dan pemimpin adat Babasal yang ke 22. Namun
karena masih muda dan sedang menuntut ilmu maka ditunjuklah Irwan Zaman sebagai
Tomundo Batomundoan adat Banggai yang legal. Olehnya itu dapat disimpulkan
bahwa Tomundo sebagai pemimpin dan simbol adat yang sah dan legal sesuai dengan
mekanisme keadatan adalah Moh.Fikran zaman/Plt Irwan Zaman bukan Moh.Chair Amir
atau Hideo Amir. Sama seperti Raja Banggai terakhir bukan Syukuran Aminudin
Amir melainkan Nurdin Daud.</span><span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">* <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">NB: Catatan ini pernah di publikasikasikan pada media
massa local (Majalah Pelita) medio Maret 2012.<o:p></o:p></span></div>
Unknownnoreply@blogger.com54tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-33202045131625534812013-01-19T07:55:00.001-08:002013-01-19T07:55:08.990-08:00MEMBACA PELUANG INCUMBENT (Analisis Terhadap Potensi Kemenangan IRES)<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<b><span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Oleh : Fatharany Berkah
Abdul Barry<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";">Sekretaris
Jenderal Pemuda Montolutusan<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 21.3pt 201.0pt; text-align: justify;">
<span lang="IN">Terminologi
Incumbent sering terdengar dan familiar pada setiap momentum demokrasi yang
dihelat untuk kepentingan sebuah transisi kepemimpinan yang menunjukan tentang
figur orang atau tokoh penguasa yang ikut kembali menjadi kontesta</span>n<span lang="IN"> politik, baik itu
dalam bentuk pemilihan presiden, gubernur dan bupati atau wali kota, seperti
SBY incument pada pilpres 2009, H.B. Paliudju/Achmad Yahya, Ma’mun Amir /
Musdar Amin yang merupakan incumbent pada Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada) Propinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Banggai, 6 April silam,
meskipun keempatnya tidak bersanding lagi sebagai pasangan Cagub/Cawagub dan
Cabup/Cawabup dimasing-masing tingkatan wilayahnya. Hal inipun sama seperti
yang terlihat pada pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Banggai Kepulauan yang
menyuguhkan tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati termasuk Irianto
Malingong dan Ehud Salamat dengan merek sebagai incumbent. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Dalam
setiap tingkatan proses transisi demokrasi kepemimpinan incumbent selalu
menjadi obyek diskusi dan analisa banyak orang yang menarik untuk
diperbincangkan. Alasannya sederhana karena sebagai orang yang sedang berkuasa,
kiprahnya selama memimpin menjadi obyek evaluasi rakyat (konstituen) dalam
memberikan raport akhir, apakah nilainya baik atau buruk yang berimplikasi pada
sebuah konklusi dan sikap politik yaitu LANJUTKAN atau HENTIKAN. Disinilah
reputasi dan elektabilitas seorang incumbent diuji, apakah masih mendapat
apresiasi dari rakyat atau tidak, atau masih tuluskah rakyat mencintainya atau
tidak?. Itulah yang coba ditelisik oleh penulis dalam tulisan ini dengan
menyajikan praktek kepemimpinan dan fakta-fakta kehidupan di bumi Banggai
Kepulauan era kepemimpinan Ires selama lima tahun. Sebab dari ketiga pasangan
calon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Kepulauan yakni Lania Laosa-Zakaria
Kamindang (LAZKAR), Abubakar Nophan Saleh-Haran Pea (ANSHAR) dan Irianto Malingong-Ehud
Salamat (IRES) bagi banyak kalangan kans kalah menang ketiganya menarik untuk
diamati dan dikaji, tetapi bagi penulis tidak ada yang paling menarik untuk
ditelaah soal peluang menang kalahnya selain pasangan Ires, dalihnya sama Ires
adalah incumbent. Karena bagi penulis kajian evaluatif yang berkonklusi akhir
pada respect or disrespect public berdasarkan pengalaman atas karakter dan
realitas kepemimpinan pemimpin yang selama ini dilihat dan dirasakan kiranya
lebih obyektif, jika dibandingkan dengan mengevaluasi karakter orang yang belum
dirasakan kepemimpinannya atau baru hendak memimpin. Dalam konteks ini,
tentunya kita akan bicara soal plus minusnya Ires yang komparatif dengan
fakta-fakta kehidupan di Bumi Montolutusan dengan orientasi analogi memberikan
kesimpulan yang logis dan faktual kepada publik Banggai Kepulauan sebagai rahim
demokrasi dalam melahirkan pemimpin yang jujur. Berikut rujukan evaluasi
progresif dan regresif yang akan dieksplorasi secara lugas dalam catatan ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0mm; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<!--[if !supportLists]--><b>A.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-weight: normal;">
</span></b><!--[endif]--><b>Rujukan Evalusi Progresif</b><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Ada
dua hal yang selama ini sangat dibanggakan oleh rezim Ires maupun para
penghamba setianya, yaitu soal kesuksesan peralihan ibu kota Kabupaten Banggai
kepulauan dari kota Banggai ke Desa Salakan, serta banyaknya pembangunan fisik
berupa gedung perkantoran dan panjangnya ruas jalan raya yang telah diaspal
oleh rezim Ires sehingga diklaim sebagai prestasi akbar yang sangat spektakuler
dan menjadi ukuran keberhasilan selama kepemimpinannya, khususnya dari segi
pembangunan. Yang perlu digaris bawahi dari klaim keberhasilan itu adalah adanya
indikasi penyesatan <i>mind sett</i> berpikir masyarakat awam bahwa realiasai
pengalihan ibu kota itu karena semata-mata berkat rezim Ires, bukan karena
berangkat dari adanya amanat pasal 11 Undang-undang nomor 51 tahun 1999,
sehingga melahirkan asumsi bahwa “Irianto(Ires)lah yang pindahkan Ibu kota”
dengan menapikan keberadaan amanat konstusi. Padahal secara yuridis Ires tidak
memiliki legitimasi untuk memindahkan ibu kota tanpa adanya pijakan hukum, mungkin kalau dalam kapasitasnya sebagai
pimpinan daerah ia berperan dalam hal itu, benar. Namun tidak berarti Ireslah
yang memindahkan ibu kota ke Salakan, sehingga semua masyarakat di wilayah
pulau Peling yang merasa dimudahkan secara geografis harus memujanya secara berlebihan,
dengan menapikan empat nyawa saudaranya yang meregang bersimbah darah akibat
kebijakan tersebut. maksudnya realisasi pengalihan ibu kota itu hanya soal
“kepatuhan” terhadap amanat pasal 11 atau dengan kata lain siapapun yang
menjadi Bupati Banggai Kepulauan akan bisa melaksanakan kebijakan itu ketika ia
memiliki komitmen untuk mematuhi anjuran konstitusi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Begitu
halnya dengan banyaknya bangunan fisik berupa gedung perkantoran, panjang
lebarnya jalan beraspal atau yang berjalur dua dan sebagainya, tidak dapat dijadikan
sebagai parameter kesuksesan kepemimpinan, apalagi sampai dijadikan sebagai
ukuran kesejahteraan masyarakat Banggai Kepulauan. Sebab kesuksesan
kepemimpinan seseorang khususnya dalam hal pembangunan tidak hanya diukur dari
berapa banyak fasilitas umum dan perkantoran yang berhasil ia dirikan atau
sebapa lebar dan panjangnya jalan raya yang berhasil diaspal, tetapi juga
meliputi seberapa besar pertumbuhan ekonomi suatu daerah sehingga memberikan
dampak positif terhadap incam perkapita masyarakat dari berbagai sektor, serta
seberapa nyamankah rakyat/masyarakat dengan karakter dan metode kepemimpinan
pemimpinya dalam makna yang sebenarnya, bukan nyaman dalam makna yang
dimanipulasi untuk kepentingan pencitraan atau pembentukan opini positif
dibalik realitas negatif yang mengelisahkan rakyat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0mm; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<!--[if !supportLists]--><b>B.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-weight: normal;">
</span></b><!--[endif]--><b>Rujukan Evaluasi Regresif<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Dibalik
dari dua aspek tadi yang menjadi rujukan utama dari sekian banyak klaim
prestasi Bupati Banggai Kepulauan Irianto Malingong yang selama ini dijadikan
jargon kesuksesan kepemimpinannya, sayangnya komitmen pelaksanaan pemerintahan
yang bersih bebas dari paktek KKN tidak menjadi komitmen kepemimpinannya, hal
ini terlihat dari adanya sejumlah skandal korupsi, kolusi dan nepotisme
dilingkungan Pemda Bangkep yang telah menjadi rahasia publik, bagaimana wajah
kepemimpin Bupati Banggai Kepulauan dibalik topeng pembangunan fisik dan
pencitraan di media massa yang tidak proporsional dan realistis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Problem
hukum yang paling sensasional dalam perjalan kepemimpinan Ires adalah perkara
dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan peralatan medik berupa Oxygen Generator
dan instalasi Gas Medis Flowmeter With Humidifier pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banggai
tahun 2007/2008 silam senilai Rp.4 miliar dengan tersangka/terdakwa Kepala
Dinas Kesehatan dan Sosial Bangkep dr.Syahrullah K. Ngongo bersama Direktur Utama
CV.Tunas Bhakti Nusantara Iswandi Ilyas alias Dede rekanan pelaksana proyek
tersebut yang dilaksanakan dalam dua tahap yakni pertama pengadaan Oxygen
Generator dengan sumber dana dari DIPA APBN Satuan Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan nomor : 1622.0/024-04.1/2007 tertanggal 31
Desember 2007 senilai Rp. 2 Miliar yang diusulkan Dinkesos Bangkep sesuai surat
usulan revisi nomor 440/01.A tanggal 3 Januari 2007. Sedangkan tahap kedua
adalah pengadaan Instalasi Gas Medis Flowmeter With Humidifier yang bersumber
dari Dana Otonomi Khusus Penyeimbang (dana Adhoc) dibidang kesehatan sebesar
Rp.2 miliar sesuai DIPA nomor 0165.0/071-03.2/2007 tertanggal 4 April 2007,
dengan total kerugian negara ditaksir sekitar Rp.2,3 miliar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Dari
hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Sulawesi Tengah maupun hasil penyidikan pihak
penyidik Kepolisian Resort (Polres) Banggai Kepulauan terungkap dugaan
penyimpangan terhadap Kepres No.80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa
yang dilakukan oleh Kadinkesos Bangkep Syahrullah K.Ngongo beserta Iswandi
Ilyas rekanan yang mendapat proyek pengadaan oksigen sentral tanpa proses
tender melainkan dengan penunjukan langsung berdasarkan surat perjanjian atau
kontrak nomor 900 tanggal 7 Maret 2007 antara Kadinkesos Bangkep dan direktur
utama CV.Tunas Bhakti Nusantara. Selain itu dalam proses penyidikan di Polres
Bangkep terkuak pula dugaan adanya “KETERLIBATAN” Sulaeman Husen dan Bupati
Bangkep Irianto Malingong yang notabene bersaudara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Indikasi
Keterlibatan Sulaeman Husen ini sebagaimana kesaksian Yusak Siahaya,SH
Penasehat hukum tersangka saat mendampingi klienya dr.Syahrullah ketika
menjalani pemerikasaan di Polres Bangkep yang menyatakan bahwa Wakil Ketua DPRD
Bangkep kala itu Sulaeman Husen “keciprat” dana segar sebesar 10 persen atau
sekitar Rp.400.000 dari total anggaran Rp.4 Miliar atas proyek dimaksud yang
diterimanya dari kontraktor Dede, pengakuan klienya ini menurut Yusak pun
tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sementara indikasi keterlibatan
Bupati Bangkep terungkap dalam penyelidikan dugaan penyimpangan lanjutan yang
dilakukan pihak penyidik, dimana keterlibatan Irianto Malingong selaku Bupati
terkait dengan pemberian persetujuan atas usulan revisi dari nama kegiatan
oxygen central yang dirubah menjadi lanjutan pekerjaan instalasi gas medis dan
pengadaan oxygen flowmeter with humidifier pada tanggal 30 Oktober 2007 yang
diusulan dinkesos Bangkep, sayangnya penyidik tidak memiliki konsistensi untuk
menindak lanjuti hal itu dalam bentuk pernohonanan izin kehadapan Presiden RI
untuk meminta keterangan terhadap pejabat daerah Bupati Bangkep yang ikut
menyetujui revisi nama kegiatan tersebut.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Meski
ditingkat penyelidikan dan penyidikan terdapat sejumlah indikasi keterlibatan
penguasa daerah yang cukup meyakinkan dalam perkara ini, namun gelar perkara
yang dipersidangkan di Pengadilan Negeri Luwuk, majelis hakim yang dipimpin
oleh kepala PN Luwuk sendiri Nursyam,SH,M.Hum justru memberikan vonis bebas
bagi kedua terdakwa dengan dalih tidak cukup bukti/meyakinkan kedua terdakwa
melakukan kesalahan sebagaimana yang jeratkan oleh JPU serta tidak ditemukan
adanya kerugian keuangan daerah /negara dalam kasus ini. Ironisnya lagi
walaupun sempat diper</span>i<span lang="IN">ksa
oleh pihak peyidik Polres Bangkep nama Sulaeman Husen yang disebut oleh
terdakwa dr. Syahrullah dalam BAPnya ikut menikmati 10 persen dari proyek itu,
sebagaimana kesaksian kuasa hukumnya Yusak Siahaya tiba-tiba “hilang” dalam
konsederan BAP setelah berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri
Luwuk. Indikasi “ada udang dibalik batu” kian nampak ketika berlarut-larutnya
proses pelimpahan berkas perkara ke PN Luwuk, spekulasi adanya pengebirian
konsederan BAP yang mencantumkan keterlibatan Sulaeman semakin kuat, ketika selama
proses persidangan nama Sulaeman Husen tidak lagi disebut termasuk oleh kedua
terdakwa, apalagi dihadirkan untuk memberikan kesaksian didepan persidangan.
Hal ini tentunya sangat kontras dengan keterangan terdakwa Syahrullah
sebelumnya dalam BAP sebenarnya. Dan inilah kemenangan pertama dalam
mempertahankan image orang besar dalam kekuasaan Bangkep yang tidak dapat
dijamah oleh hukum, namun bagi penulis vonis bebas kedua terdakwa merupakan
garansi yang ideal bagi dr. Syahrullah dan Dede karena mereka “memegang kartu
joker”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Mungkin
juga masih ada dalam ingatan kita bagaimana polemik dana Rapel ± Rp.8 miliar
yang menjadi hak sekitar 600 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terangkat
pada tahun 2006 dan 2007 yang diduga tidak dibayarkan, belakangan terendus
adanya indikasi penyelesaian masalah itu dengan cara pemberian opsi dilematis
kepada para PNS antara memilih SK 100% atau dibayarkan dana rapelnya dalam
bentuk surat pernyataan untuk tidak menuntut dana rapel tersebut apabila para
PNS ini mau menerima SK-nya. Akibatnya meskipun dalam keadaan terpaksa sejumlah
PNS diduga telah menandatangani surat penyataan itu dengan konsekwensi apa yang
menjadi haknya tidak lagi dibayarkan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Buruknya
roman Pemerintahan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan dari sisi managemen
keuangan selama kepemimpinan Bupati Irianto Malingong bukan hanya dapat dilihat
secara spesifik pada sejumlah kasus dugaan korupsi pada tingkatan SKPD tetapi
juga secara keseluruhan pada lingkup pengelolaan keuangan daerah dapat dicerna
secara jelas dalam kurun beberapa tahun terakhir ini, dimana hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Provinsi Sulawesi Tengah setiap tahunya Bangkep
selalu mendapat raport merah atau dengan opini tidak memberikan pendapat
(disclaimer opinion). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Hasil
pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten
Bangkep tahun 2009 misalnya, dari cakupan pemeriksaan atas laporan keuangan
Kabupaten Bangkep tahun anggaran 2009 sebesar Rp.1,05 triliun, yang meliputi
neraca sebesar Rp.249 miliar, LRA sebesar Rp.804,56 miliar dan belanja senilai
Rp.370,69 miliar, yang menjadi temuan BPK senilai <b>Rp.37,83 miliar</b> karena tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Inilah yang oleh Ketua BPK RI Perwakilan Sulteng Dadang Gunawan, trend opini
atas LKPD Kab.Banggai Kepulauan adalah tetap stagnan atau tidak terdapat
peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Sebab hasil
pemeriksaan BPK atas LKPD Bangkep mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 tetap
dengan opini disclaimer opinion. Menariknya dari hasil pemeriksaan BPK tahun
2009 tersebut, diantara temuan yang menjadikan pemerintahan Irianto Malingong
kembali mendapat raport merah adalah pertanggungjawaban perjalanan pejabat dan
pegawai senilai Rp.5.05 miliar yang tidak sesuai ketentuan serta pekerjaan
pembangunan rumah jabatan (Rujab), pendopo dan garasi bus yang sebesar Rp.3.08
miliar yang juga tidak sesuai ketentuan dan lain sebagainya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Perkara
terkini yang juga tidak kalah hebohnya dan menjadi topik pembicaraan utama di
Banggai Kepulauan adalah terungkapnya modus penipuan dan pemerasan yang
dilakukan oleh sejumlah orang yang berada dilingkungan istana dalam kasus
rekayasa perekrutan data base tenaga honorer yang disebut Masuk Kategori (MK) I
dan MK II, dimana ada sekitar 300 orang yang menjadi korban pemerasan dengan
iming-iming jadi PNS melalui jalur MK I dan MK II dengan terlebih dahulu
menyerahkan uang jutaan bahkan puluhan juta rupiah mulai dari kisaran Rp. 3
juta sampai Rp. 20 juta kepada sindikat mafia MK I dan MK II, padahal
tidak/belum ada kuota pengangkatan atau formasi CPNS dari pemerintah
pusat. </span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Hebatnya
lagi sindikat mafia MK I, MK II ini kembali terindikasi melibatkan orang-orang
penting dalam pusara kekuasaan, beberapa nama seperti Sulaeman Husen, Rahman Hi
Makmur dan yang lainya diduga merupakan aktor utama perkara ini yang pernah
meminta dan menerima uang dari sejumlah korban dengan nominal yang
berfariasi. Pengakuan seorang korban
asal Desa Nulion Kecamatan Totikum Selatan yang dibeberkan Suyono Ketua LSM
Trikora Salakan beberpa waktu lalu bahwa Sulaeman Husen diduga menerima uang
senilai Rp.30 juta sontak membuat politisi partai PAN itu uring-uringan dan
melaporkan ketua LSM Trikora kepihak Polres Bangkep, belakangan oleh kelompok
koalisi LSM di salakan yang <i>concern </i>memberikan advokasi terhadap para
korban mensinyalir bahwa analogi MK bukan hanya sekedar Masuk Kategori tetapi
juga diduga sebagai Modal Kampaye (MK).
namun yang pasti ikut terseretnya nama orang-orang hebat itu secara
politik sangat merugikan Ires.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Begitu
halnya dengan kasus dugaan korupsi proyek Bantuan Selisih Benih Harga Ikan
(BSBHI)dari Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Dirjen Perikanan Budidaya
yang diperuntukan kepada Kelompok Nelayan Pembudidaya Ikan (Pokdakan) di
kabupaten Banggai Kepulauan dalam dua tahapan yakni tahun 2008 dengan anggaran
sebesar ± Rp.1,4 miliar dan tahun 2009 senilai Rp.850.000.000 untuk 17 Pokdakan
dimana hanya Rp.149.700.000 atau 16 % yang diterima/didistribusikan kepada
pokdakan sementara sisinya Rp.700.000.000 atau 82,39% diduga dikebiri oleh
terdakwa Sekretaris / Pelaksana Harian Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Bangkep, Sangihe L. Lasiha serta rekanan penyediah benih Lukman M. Jafar
Abdullah Direktur CV. Cahaya Intan Perkasa, kasus inipun sekarang sedang
dipersidangkan di Pengadilan Negeri Luwuk. Serta kasus dugaan korupsi proyek
pembibitan kacang tanah yang menyeret nama Marlina SH, Chrisno Dahua, dan
rekanan Bimo Pujiono sebagai tersangka dengan indikasi kerugian negara sekitar
Rp.320 juta yang sekarang proses hukum juga sedang berjalan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Catatan
kasus diatas cukup membuka mata publik Bangkep yang masih sehat, tidak rabun
dengan pembangunan fisik semata apalagi buta karena kepentingan jabatan dan
kekuasaan, bahwa inilah bagian dari parade atas fakta-fakta kehidupan Banggai
Kepulauan yang cukup mencoreng wajah kepemimpinan Ires sebab para
terduga/tersangka/terdakwa rentetan kasus itu adalah mereka yang memiliki
hubungan benang merah dengan kekuasaan Ires. Sehingga apapun argumentasinya,
agak sukar untuk membendung image itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Hal
ini diperparah lagi dengan adanya tambahan kesalah-kesalah sikap dan kebijakan
dipenghujung akhir masa jabatanya, baik yang dilakukan dirinya berkaitan dengan
kebijakannya dalam pemerintahan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan
orang-orang terdekat dan kepercayaannya seperti arogansi kekuasaan dalam wujud
otoritarianisme berupa kekerasan politik dengan trend intimidasi, mutasi,
selingkuh proyek dan jabatan, keputusan non job pejabat, manipulasi data
honorer, politik anggaran APBD diskriminasi lalu dibumbuhi pencitraan
berlebihan dengan menghalalkan segala cara ditengah ketimpangan pembangunan dan
pengelolaan pemerintahan yang tidak akuntabel, jauh dari asas umum pemerintahan
yang baik, bahkan aroma skandal merupakan bagian dari warna kekuasaan itu,
tetapi dipoles dengan pemberitaan yang tidak jujur. Sebab kesibukan untuk
mengidentifikasi kekuatan kelompok, kroni, gerbong, pendukung lalu menggilas
orang lain agar tetap nyaman bermimpi indah dalam dekapan manis kekuasaan ini,
justru kian menyuburkan sejuta resistensi dari mereka yang terzolimi dengan
cara mutasi ke pelosok daerah, tidak diberikan proyek, dan dinon jobkan dari
jabatannya. Rangkaian ketidak jujuran
dan kekerasan politik inilah yang dalam perspektif Syarifudin Tayeb disebut
sebagai suntikan energi perlawanan yang sempurna. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Apalagi
kalau kemudian rakyat tahu bahwa ada indikasi masa depan pembangunan
infrastruktur Banggai Kepulauan telah dibarter kepada 8 (delapan) perusahan
berlabel Commanditer Venoscaat (CV) dengan jaminan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Banggai Kepulauan periode
2011-2016 yang sudah ditetapkan pertahunnya, dalam bentuk kontrak kerja
antara Bupati Banggai Kepulauan dan delapan perusahan sebagaimana Surat Kontrak
Kerja Bupati Banggai Kepulan Nomor : 521.03/305/BK/2010, tanggal 14 Nopember
2010, yang berisikan perihal kesepakatan antara Bupati Banggai Kepulauan
Irianto Malingong dengan para kontraktor dari
delapan CV dimaksud, dimana masing-masing pemilik CV mengelontorkan uang
sebesar Rp.1,5 miliar perkontarktor yang dalam surat kontrak itu disebut
sumbangan dalam upaya melanjutkan pembangunan daerah Kabupaten Banggai
Kepulauan, juga sebagai bentuk realisasi kesediaan bekerja sama para kontraktor
tersebut dengan Pemda Bangkep untuk membangun, memelihara dan memantau
infrastrukture kabupaten Banggai Kepulauan pada periode 2011-2016. Delapan
perusahan yang diduga mengikat kesepakatan dengan Bupati Bangkep dan ditetapkan
dalam surat kontrak kerja tersebut yaitu CV.Angkasa Banggai, CV.Rajawali
Bangkep, CV.Bintang Peling, CV.Mahkota Care, CV.Banggai Membangun, CV.Peling
Cemerlang, CV.Barata Center dan CV.Meubel Peling.</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Tentunya
hal ini akan semakin menuai ketidak simpatian publik khususnya dikalangan para
kontraktor lainnya, sebab ancaman untuk tidak mendapat porsi pekerjaan karena
adanya sistem monopolistik seperti ini kian terbuka, lagi-lagi ini merupakan
kesalahan yang juga merusak simpati publik untuk kembali memilih Ires.
Rangkaian fakta-fakta regresif yang memiliki space cukup lebar dengan realitas
progresif ini seolah menganulir dengan jelas apa yang selama ini dicitrakan
melalui media massa, apalagi kondisi ini telah menjadi konsumsi publik Banggai
Kepulauan yang tidak munafik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Sokongan
media untuk mendongkrak kembali elektabilitas Ires, tidak banyak menolong citra
Ires yang terlanjur rusak karena kesalahan demi kesalahan yang dilakukan Ires
maupun orang-orang kepercayaannya dipenghujung masa kepemimpinan. Sebab
mayoritas masyarakat Bangkep tahu bagaimana realitas sebenarnya yang sangat
bertolak belakang dengan berita koran model cerpen ala wartawan kejar setoran.
Seperti misalnya berita Irianto Bupati yang Sangat dicintai Masyarakat, masuk
Banggai (dapil I) disambut antusias padahal nyatanya disambut dengan reaksi
massa, jalan diseluruh wilayah pulau Peling telah beraspal padahal nyatanya
masih ada jalan raya disejumlah wilayah pedesaan yang memprihatinkan, bagimana
mungkin bisa pengaspalan jalan dibangga-banggakan sebagai prestasi Ires dan
telah merata diseluruh wilayah Bangkep, sementara masyarakat Desa Sampekonan
dan Desa Pinalong belum merasakan bahkan tidak mengenal yang namanya aspal itu.
Bag</span>a<span lang="IN">imana
bisa budi daya rumput laut diekspos sebagai sektor unggulan yang telah
mengantarkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi para petani, bahkan
sampai membawa Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai penghasil utama rumput laut
yang menjadi perhatian nasional dan dunia internasional, sementara ratusan juta
rupiah dana bantuan rumput laut bagi para Pokdakan dirampok oleh pejabat daerah
serta koleganya, bangaimana mungkin bisa logis pemerintah daerah telah berhasil
membuka lowongan pekerjaan dan menekan angka pengangguran sementara ratusan
orang anak negeri ini ditipu dan diperas dengan modus MK I dan MK II serta
masih banyak lagi cerpen kebohongan yang dipamerkan penguasa melalui media. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<span lang="IN">Jelasnya
mayoritas dari 111.344 orang masyarakat Bangkep yang memiliki hak suara di TPS
saat ini sudah paham dengan kondisi kekinian, karena mereka belajar dari
fakta-fakta yang ada, sehingga sepanjang dan sebaik apapun narasi cerpen
kebohongan yang disuguhkan disetiap episode, hanya akan menjadi bahan jenaka
yang mengundang tawa. Inilah realitas yang mengantarkan Ires pada sebuah
kesimpulan mayoritas untuk tidak melanjutkan Ires alias dihentikan saja, dengan
kata lain potensi kemenangan Ires sangat Kecil. Artinya bahwa peluang
kemenangan Ires itu hanya akan ada apabila konsep menghalalkan segala macam
cara dilakukan</span> secara maksimal<span lang="IN">. *** </span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify;">
NB:
Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post
& Pantau) edisi 27-28 Juli 2011 <span lang="IN"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-86160078034632622832013-01-17T10:30:00.002-08:002013-11-22T21:47:41.123-08:00PANTASKAH KITA TERSINGGUNG ? (Telaah kritis Atas Ketersinggungan Masyarakat Adat) <br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Oleh : Fatharany Berkah Abdul Barry<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">(Sekretaris Jenderal Pemuda
Montolutusan Banggai)<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 7.1pt; tab-stops: 177.2pt; text-align: center;">
<span lang="IN" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 10.0mm;">
<span lang="IN">Rivalitas antara kontestan
politik pada pemilukada Kabupaten Banggai yang dihelat 6 April lalu menyisakan
polimik yang cukup menggelitik logika publik yang rasional. Mulai dari saling
klaim kemenangan, ketidakpuasan dan gugatan atas hasil akhir Pemilukada hingga
klaim ketersinggungan masyarakat adat Banggai terhadap pernyataan Murad Husain
beberapa waktu lalu yang dinilai menghina dan melecehkan Hideo Amir, salah
seorang tokoh adat Banggai yang selama ini mengklaim diri dan diklaim oleh
mereka yang kurang memahami sistem, struktur
tata pemerintahan, serta mekanisme dalam adat Banggai sebagai Tomundo
(Raja) Banggai yang merupakan simbol Batomundoan adat Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 10.0mm;">
<span lang="IN">Basic problemnya sesunggunya
sederhana yaitu berangkat dari ketidak puasan sekelompok orang atas hasil
Pemilukada Banggai yang sebelumnya di <i>manag</i>
dengan isu politik terkait indikasi kecurangan politik lalu dibiaskan ke isue
SARA dan ketersinggungan adat Banggai
yang dimanifestasikan dalam bentuk rekomendasi pengusiran kepada sesama Warga
Negara Indonesia atas nama Lembaga Adat Banggai yang disertai pressure massa.
Namun dibalik polemik ini, ada sisi yang menarik bagi penulis untuk dibedah
berkaitan dengan KETERSINGGUNGAN MASYARAKAT ADAT atas pernyataan menyentil
Murad Husain kepada tokoh adat Hideo Amir. Outputnya adalah merasionalisasikan
publik tentang pantas atau tidaknya kita sebagai masyarakat adat babasal untuk
tersinggung dan ikut marah terhadap sentilan tersebut berdasarkan referensi
fakta sejarah dan telaah konseptual hukum formil Batomundoan adat Banggai yang
meliputi pembedahan aspek referensi
historis dan rasio ketersinggungan berupa klarifikasi, siapa Tomundo Banggai
yang sah dan siapa Lembaga Adat Banggai yang legal dan memiliki legitimasi
konstitusional dalam Batomundoan Adat Banggai, termasuk legitimasi pemberian
sanksi pengusiran pada seseorang yang dianggap menghina dan melecehkan adat
Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 10.0mm;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 175.5pt; text-align: justify;">
<b><span lang="IN">ASPEK REFERENSI
HISTORIS </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 175.5pt; text-align: justify;">
<b><span lang="IN"> <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Babakan sejarah peradaban
Batomundoan (kerajaan) Banggai dibagi dalam dua fase peradaban yaitu fase
Kerajaan Banggai klasik dan fase Kerajaan Banggai moderen. Fase peradaban
Kerajaan Banggai klasik diperkirakan sekitar abad ke 13-14 masehi. Menurut
Dr.Alb.C.Kruyt dalam studinya De Vorsten van Banggai (terjemahan), kerajaan
Banggai kala itu dipimpin oleh seorang raja yang bergelar ADI dengan didampingi
empat orang dewan penasehat bagi ADI yang bergelar TOMUNDO SANGKAP yang
masing-masing mempunyai wilayah kekuasaan tertentu yaitu Olu, Lombongan,
Singgolok dan Kokini. Secara berturut-turut disebut empat orang Adi yang memerintah
sebelum seorang Adi Lambal Polambal memerintah sebagai raja terakhir pada fase
Kerajaan Banggai klasik. Sedangkan fase
kerajaan Banggai moderen dimulai dari Adi Cokro
yang bergelar Mumbu Doi Jawa, setelah melalui proses transisi
kepemimpinan secara damai dari Adi Lambal Polambal ke Mbumbu Doi Jawa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Dalam peradaban kerajaan
Banggai telah dikenal struktur tata pemerintahan yang demokratis sejak lama
secara turun temurun yang terdiri dari unsur eksekutif dan legislatif. Dimana
Tomundo (Raja) sebagai pucuk pimpinanan kekuasaan kerajaan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh empat orang staff eksekutif atau dewan menteri yang
dikenal dengan sebutan KOMISI SANGKAP yang terdiri dari : (1). Mayor Ngopa atau
Raja Muda; (2). Kapitan Laut atau Kepala Angkatan Perang; (3), Jogugu atau
Menteri Dalam Negeri; (4). Hakim Tua atau Pengadilan. Komisi empat ini ditunjuk
dan diangkat oleh raja yang sedang bertahta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Sedangkan sebagai Badan
Legislatif atau Dewan Penasehat adalah empat Pau Basal yang sekarang disebut BASALO
SANGKAP yaitu (1).Basalo Babolau (Doduung); (2). Basalo Kokini
(Tanobonunungan); (3). Basalo Singgolok (Monsongan); (4). Basalo Katapean
(Gonggong). Basalo Sangkap ini di ketuai oleh Basalo Babolau yang bertugas
melakukan pemilihan dan pelantikan setiap bangsawan untuk menjadi raja, yang
pengukuhannya dilakukan di hadapan Basalo Sangkap, lalu selanjutnya
meriwayatkan secara teratur sejarah raja-raja Banggai secara berurut, kemudian
disebutkan calon raja yang akan dilantik dan kepadanya dipakaikan mahkota
kerajaan. Dengan demikian raja tersebut akan resmi menjadi raja pemimpin
kerajaan Banggai. Keempat Basalo ini sangat dihormati oleh Raja dan para
penerusnya, memiliki pengaruh yang sama luasnya dengan kekuasaan Raja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Dewan penasihat atau Basalo Sangkap ini sesungguhnya merupakan pendiri sejati
Kerajaan Banggai, dimana eksistensi dan kapasitas mereka sebagai dewan
penasehat bagi raja telah ada secara turun temurun sejak kerajaan Banggai
klasik, sebelum datangnya seorang Adi Cokro yang dianggap sebagai pendiri
kerajaan Banggai moderen. Dimana dahulu diera kerajaan Banggai klasik para
leluhur mereka dikenal dengan gelar TOMUNDO SANGKAP atau empat raja yang
masing-masing mempunyai wilayah kekuasaan tertentu yaitu Olu atau Babolau,
Lombongan atau Katapean, Singgolok dan Kokini, sehingga orang bicara Tomundo
dari Olu/Babolau, Lombongan/Katapean, Singgolok dan Kokini. Namun dalam struktur kerajaan Banggai klasik
kala itu kedudukan Tomundo sangkap lebih rendah dari ADI, dimana Tomundo
Sangkap merupakan dewan penasehat bagi ADI . Gelar Tomundo sangkap bagi dewan
penasihat raja ini berubah pada masa kerajaan Banggai moderen ketika Adi Cokro
yang bergelar MBUMBU, mengganti julukan Tomundo Sangkap bagi para dewan
penasehat dengan yang lebih rendah dari gelar Tomundo, namun merupakan gelar
kehormatan kepada keempat penasehat dengan sebutan PAU BASAL, disebut gelar
kehormatan karena membentuk hubungan seperti anak-bapak antara MBUMBU (raja)
dan keempat dewan penasehat. Selanjutnya gelar PAU BASAL berkembang menjadi BASALO
SANGKAP istilah yang kita kenal sekarang. Begitu halnya dengan gelar raja di
era kerajaan Banggai moderen mulai dari
Adi Cokro,Mandapar sampai ke Nurdin Daud, gelar bagi raja yang digunakan adalah
MBUMBU dan TOMUNDO, hanya saja gelar MBUMBU selalu di kombinasikan dengan
tempat sang raja meninggal dunia dan dikubur seperti Raja Mbulang Mbumbu Doi
Balantak berarti raja yang meninggal di Balantak, kemudian Adi Cokro Mbumbu Doi
Jawa atau Raja yang meninggal di Jawa dll.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Tercatat sebagai Tomundo
Banggai 20 terakhir yang legal pada fase kerajaan Banggai moderen adalah
Tomundo Nurdin Daud yang dikukuhkan oleh
Basalo Sangkap pada usia 12 tahun kala raja Awaludin mangkat. Namun karena
usianya yang teramat belia dan dianggap belum cakap dan mampu melaksanakan tugas
pemerintahan maka ditunjuklah Mayor Ngofa kala itu yakni Syukuran Aminudin Amir
untuk menjabat sebagai pelaksana harian Tomundo Banggai dengan ketentuan sampai
Raja Nurdin Daud dewasa dan dapat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai Tomundo
Banggai. Namun sayangnya amanat sementara itu justru dibajak secara
inkonstitusional karena tanpa restu dari raja muda Nurdin Daud dan Dewan
Penasehat Basalo Sangkap. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Sedangkan pada fase kekinian
pasca penghapusan sistem swapraja Banggai, keberadaan Batomundoan Banggai
hanyalah merupakan upaya konkrit untuk melestarikan budaya Banggai. Sehingga
kurang tepatlah kiranya jika sekarng kita menggunakan terminologi Batomundoan
Banggai (kerajaan Banggai), tetapi yang tepat adalah Batomundoan Adat Banggai
(Adat Kerajaan Banggai) karena era sekarang bukanlah era masa lampau melainkan
hanya era yang mereflesikan kearifan masa lampau demi tujuan pelestarian adat
dan budaya. tetapi dengan cara penggunaan mekanisme dan atribut-atribut budaya
dan adat masa lampau. Inilah yang sekarang sebagai simbol sejati adat Babasal.
Dimana yang dinobatkan sebagai Tomundo Banggai yang merupakan simbol dan
pemimpin adat banggai adalah tomundo yang dikukuhkan sesuai tatacara pengukuhan
raja-raja banggai sebelumnya. Seperti pengukuhan tomundo Iskandar Awaludin
Zaman sebagai pengganti Raja Banggai sejati (era kerajaan) Nurdin Daud.
Kemudian ia diagantikan oleh puteranya Moh.Fikran Zaman sebagai simbol dan
pemimpin adat Babasal yang ke 22. Namun karena masih muda dan sedang menuntut
ilmu maka ditunjuklah Irwan Zaman sebagai Tomundo Batomundoan adat Banggai yang
legal. Olehnya itu maka dapat disimpulkan bahwa Tomundo sebagai pemimpin dan
simbol adat yang sah dan legal sesuai dengan mekanisme keadatan adalah
Moh.Fikran zaman/Plt Irwan Zaman bukan Moh.Chair Amir atau Hideo Amir. Sama
seperti Raja Banggai terakhir bukan Syukuran Aminudin Amir melainkan Nurdin
Daud.</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN">ASPEK RASIO KETERSINGGUNGAN<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Penggalan sejarah diatas
jelas menguraikan bagaimana struktur,peran dan fungsi serta mekanisme rotasi
kepemimpinan dalam Batomundoan Banggai. Dimana seorang Tomundo (Raja) Banggai
yang sah dan legal secara konstitusional dalam Batomundoan Banggai ketika
dikukuhkan oleh Basalo Sangkap selaku pihak yang memiliki kewenangan prerogatif
untuk mengangkat dan melantik raja-raja Banggai.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Sehingga ketika kita bicara
tentang Tomundo yang legal sebagai simbol masyarakat adat Babasal atau sebagai
simbol Batomundoan Adat Banggai, maka akan memantik logika nakal kita untuk
mengorek, soal keabsahan Tomundo dan kepantasan kita untuk turut tersinggung
apabiala ada pelecehan terhadap simbol-simbol adat. filterisasi tentang esensi
legalitas dan kepatutan eksitensi dari simbol-simbol tersebut perlu dilakukan
untuk mengantar kita pada kebenaran sejarah, sehingga nantinya akan sangat
logis untuk kita merasa perlu tersinggung atau tidak dalam kapasitas kita
sebagai masyarakat adat. Sebab jika kita tidak melihat dari sisi yang paling
ideal dan logis pada konteks mekanisme dan aturan formil adat, maka akan sangat
prematur dan rancu bila kita langsung menjustification bahwa sikap dan
pernyataan seseorang yang bersinggungan dengan obyek sentilan secara pribadi
adalah penghinaan dan pelecehan adat, lantas kitapun marah dan berkesimpulan
pula bahwa itu adalah penghinaan adat secara masif, apalagi sampai kita
mengeluarkan sanksi pengusiran kepada seseorang. Sementara obyek sentilan yang
kita figurkan sebagai simbol adat itu tidak memiliki kapasitas adat yang jelas
apalagi legal, artinya:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN">Pertama;
</span></b><span lang="IN">Kalau
ada seseorang yang divonis telah menghina dan melecehkan adat Banggai lantas
diberikan sanksi pengusiran dari wilayah hukum adat Banggai, maka tentunya
harus dillakukan sesuai dengan mekanisme pengambilan kebijakan adat yang baik
dan benar berdasarkan ketentuan adat yang baku. Sehingga sikap dan reaksi kita dalam
menyikapi hal-hal tersibut tidak mencideari nilai-nilai keadatan itu sendiri,
jangan sampai kita merasa marah kepada mereka yang meludahi adat tetapi kita
juga sebagai putera daerah yang mengaku tau adat justru adalah orang yang
senang dan sering mengingkari adat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Harusnya sanksi pengusiran
dari wilayah hukum adat Banggai baru dapat dikenakan kepada sesorang dengan
alasan-alasan yang sangat logis dan mendasar, dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan kadar kesalahan seseorang yang dalam hukum adat Banggai
disebut “Molokis-Lokis Tano” dimana seseorang dipandang telah berkhianat dan
melakukan kesalah besar yang tidak bisa diampuni, sehingga harus dibuang
bimbang dan diusir paksa meninggalkan tanah Banggai, Akan tetapi ketika
seseorang telah banyak melakukan pengabdian dan membangun tanah adat Banggai
maka tidak ada alasan untuk melakukan pengusiran terhadapnya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Ketua Lembaga Adat Banggai (LAB) Hamsen B.Kuat dalan nota
penjelasan LAB beberapa wakttu lalu yang dilansir oleh media massa 25 April
lalu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Kalaupun toh sanksi
pengusiran itu pantas dan harus diberikan kepada seseorang karena telah
terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindakan molokis lokis tano, maka
keputusan eksekusi itu merupakan domain Dewan Adat yang terdiri dari TOMUNDO
(inklut staf eksekutifnya/komisi Sangkap) dan BASALO SANGKAP tentunya melalui
proses pengkajian dalam SEBA (Musyawarah) Dewan Adat Batomundoan Adat Banggai.
Sebab jika bicara tentang perangkat adat yang legitimate, maka kedua komponen
inilah sumber kebijakan adat yang final pada setiap pengambilan keputusan adat
yang strategis dan urgen. Konkritnya
sanksi pengusiran kepada Murad Husain dan Herwin Yatim dari wilayah hukum adat
Banggai hanya dapat dilakukan dan dinyatakan syah serta memiliki kekuatan hukum
adat apabila direkomendasikan oleh mereka yang berkompeten yaitu Tomundo dan
Basalo Sangkap, dengan demikian maka rekomendasi sanksi pengsiran kepada Murad
Husain dan Herwin Yatim yang dilakukan oleh Lembaga Adat Banggai yang
ditandatangani oleh unsur lembaga adat tersebut sangat irasional dan tidak
berdasar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN">Kedua;</span></b><span lang="IN"> Kalau toh ada
sindiran seseorang secara lisan terhadap figur tokoh adat Banggai Hideo Amir dengan menggunakan kosakata Anak
Selir, Ko dan lain sebagainya, maka juga sangat prematur untuk kemudian kita
terjemahkan sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan kepada sosok Tomundo
Banggai, apalagi sampai kita mengeksplorasinya menjadi isu penghinaan adat dan
masyarakat Babasal. Tanpa telaah obyektif tentang kapasitas dan legalitas pihak
yang difigurkan sebagai Tomundo Banggai sesuai dengan ketentuan konstitusional
Batomundoan adat Banggai yang baku. Sebab Tomundo atau Raja Banggai yang sah
dan legal hanyalah mereka yang terlegitimasi sesuai dengan mekanisme yang
benar. idealnya kita bisa mengatakan bahwa pernyataan itu merupakan bentuk
penghinaan terhadap icon masyarakat adat Babasal, jika figur yang disindir atau
dilecehkan itu adalah benar-benar
Tomundo Banggai. Tetapi bila yang dilecehkan hanyalah icon imitasi, maka sangat
tidak tepat kalau kita masyarakat adat Banggai (Babasal) menilai bahwa itu
adalah penghinaan terhadap simbol adat Banggai dan kita patut tersinggung dan
marah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify;">
<b><span lang="IN">Ketiga</span></b><span lang="IN">; ketika kita harus
marah dan turun ke jalan meneriakan ketersinggungan itu, dengan mengatasnamakan
koalisi masyarakat adat Babasal atau apapun nama frontnya, pertanyaannya apakah
iya sikap itu telah merefrentasikan ketersinggungan publik adat Banggai yang
meliputi Adat Banggai, Balantak dan Saluan secara kolektif, ataukah hanya
merupakan refrensentasi dari salah satu komponen masyakat adat tersebut ?.
Apakah benar komunitas masyarakat adat Banggai yang mayoritas berada di wilayah
Banggai Banggai Kepulauan turut merasa tersinggung, apakah juga benar mayoritas
masyarakat adat Balantak dan Saluan juga merasa tersinggung ?, kalau jawabannya
iya maka sah-sah kita menyampaikan aspirasi didepan publik dengan cara seperti
itu, karena hal tersebut merupakan hak konstitusional kita sebagai Warga Negara
Indonesia dialam demokrasi seperti ini. Tetapi
kalau jawabannya tidak, maka sangat tidak elegan kiranya ketika kita
harus mengatasnamakan ketersinggungan masyarakat adat Babasal secara kolektif
demi melegalisasi ketidak puasan dan ketersinggungan pribadi atau kelompok
orang tertentu yang bermotif pilitis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Semestinya
kalau memang pernyataan Murad Husain yang ditujukan kepada Hideo Amir atau
pihak mereka yang merasa orang istana, berindikasi melanggar hukum, maka kasus
yang dianggap melecehkan tersebut harusnya dibawah kerana hukum positif dengan
dalil pengaduan berupa perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik.
*** </span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0mm; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
NB:
Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk
Post) edisi 8 -13 Juni 2011 <o:p></o:p></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-84156095562368339112013-01-12T22:08:00.001-08:002013-01-17T10:34:45.266-08:00REFLEKSI HISTORIS & GUGATAN INDEPENDENSI (Sebuah Kritik Terhadap Peran KNPI Bangkep) <br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; tab-stops: 288.0pt 468.0pt 486.0pt 684.0pt; text-align: center;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 150%;">Oleh
: Fatharany Berkah Abdul Barry<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; tab-stops: 288.0pt 468.0pt 486.0pt 684.0pt; text-align: center;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 150%;">Mantan
aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; tab-stops: 288.0pt 468.0pt 486.0pt 684.0pt; text-align: center;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; tab-stops: 288.0pt 468.0pt 486.0pt 684.0pt; text-align: center;">
<span lang="EN-GB" style="font-family: "Arial Unicode MS","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Berbicara
mengenai Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), maka kita akan bicara tentang PEMUDA. Pemuda bagi Bangsa
Indonesia adalah kelompok usia yang memiliki nilai serta posisi yang strategis
dalam masyarakat. Sejarah perjalanan Bangsa Indonesia selalu menyertai pemuda,
karena baik diminta maupun secara sukarela pemuda aktif di dalamnya. Berbagai
moment penting bagi Bangsa Indonesia lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan
para pemuda. Jika kita menengok peran hirtorisnya, sungguh tidak bisa
dipungkiri bila Republik ini lahir juga berkat perjuangan tiada henti dari
pemuda. Tokoh-tokoh pemuda yang lahir pada masa perjuangan revolusi fisik
hingga kemerdekaan adalah bukti konkrit eksistensi para pemuda mulai dari
peristiwa 1908,1928,1945,1965.1998 adalah saksi bisu peran kesejarahan yang
telah dilakoni pemuda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Perjuangan para pemuda tentunya tidak
akan pernah berakhir karena secara sosiologis pemuda merupakan bagian dari
masyarakat yang memiliki sifat progresif, kritis, idealis, dan selalu gelisah
ketika melihat jalan kehidupannya tidak ideal, dan hal inilah yang menjadi
tungku semangat perjuangan pemuda. Kegalauan akan eksistensi perjuangannya untuk
rakyat, telah memunculkan banyak pemuda yang menghimpunkan diri dalam berbagai organisasi
kepemudaan berbasis kemahasiswaan yang memposisikan dirinya sebagai sparing
partner pemerintah, mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang
menyimpang dan tidak memihak kepada rakyat. Pada saat Negara mengalami
kemandegan mereka menekan negara untuk mengurangi hegemoninya dan menuntut pemerintah
agar memberikan kebebasan berkreasi dan berkembang pada rakyat, mereka
melakukan gerakan-gerakan memperjuangkan kepentingan rakyat serta tetap
mempertahankan independensinya tanpa terkooptasi oleh kekuasaan. Itulah
sejatinya identitas pemuda yang kemudian melembagakan diri secara kolektif
dalam wadah berhimpunnya kaum muda mahasiswa seperti KAMI dan KNPI.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Tulisan ini sesunggunya
didedikasikan buat semua insan pemuda yang berafiliasi pada wadah KNPI secara
umum serta para pengurus daerah KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan secara khusus
dengan motivasi : (1) Sebagai JAWABAN atas persepsi sejumlah Pengurus Daerah
KNPI Kabupaten Banggai Kepulauan yang konon katanya sangat mahir mengenai seluk
beluk dan latar belakang sejarah KNPI sehingga mengkalim tidak ada dalil
sedikitpun yang melegitimasi bahwa organisasi tempat berhimpunnya OKP ini,
dapat memberikan KOREKSI kepada pemerintah ketika ada kebijakan pemerintah yang
timpang dengan dalih KNPI adalah lembaga pemuda yang dependen terhadap
kekuasaan. (2). Sebagai GUGATAN terbuka terhadap eksistensi dan peran KNPI
Banggai Kepulauan dalam dinamika social daerah, khususnya peran KNPI menjelang
momentum pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA) Kabupaten Banggai Kepulauan
pada Juni 2011 mendatang yang sarat dengan tendensi politis, indentitasnya
sebagai organisasi pemuda yang bersifat INDEPENDEN pun diabaikan, peran KNPI
Banggai Kepulauan layaknya seperti partai politik pengusung calon pasangan
Bupati dan wakil bupati yang rutin mensosialisasikan kandididatnya secara vulgar dalam berbagai macam format. Oleh
sebab itu, dalam artikel ini, penulis sengaja menyajikan secara singkat awal
kelahiran histories KNPI, Paradigma KNPI, era orde baru (doeloe) dan era orde
reformasi (sekarang) yang sesungguhnya telah memiliki perbedaan, sebagai wujud
adaptasi tuntutan reformasi, baik itu dari segi SIFAT maupun PERAN organisasi
KNPI.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">AWAL SEJARAH KNPI</span></b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">;
Ketika bangsa ini mengalami goncangan social dan politik pada era orde lama
akibat ancaman komunisasi idiologi Negara yang begitu kuat melalui gerakan
revolusioner Partai Komunis Indonesia (PKI), serta problem bangsa lainya yang
kian membebani rakyat, memantik semangat kelompok organisasi pemuda yang
berbasis mahasiswa untuk ikut mengambil peran atas kondisi kritis tersebut
dengan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25
Oktober 1965, KAMI kemudian mengelola massa dan melancarkan demontrasi yang
berujung pada pembubaran PKI dan lengsernya Orde Lama, meskipun peran tersebut harus dibayar dengan
gugurnya Arif Rahman Hakim sebagai pahlawan AMPERA.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">KAMI
ini kemudian menjadi pelopor bangkitnya orde baru bersama ABRI, namun dalam
perjalanannya, KAMI justru gagal melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Akibatnya,
kaum muda sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah
situasi konflik nasional. Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, ketika
masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI, PMKRI, GMKI,
GMNI, PMII, serta Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa
Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa
Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi
maupun politik hingga akhirnya dibubarkan pada bulan Agustus 1966. Kegagalan
KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa untuk melanjutkan perannya
dalam masa orde baru, inilah yang menjadi awal sejarah KNPI. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Meskipun
mereka melakukan kiprah sendiri-sendiri, mereka tetap menyadari bahwa peran
yang lebih berarti yang dapat dilakoni oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa
dan negara hanya bisa dilakukan apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat
tetap dijiwai kaum muda dan pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang
pernah dilakukan KAMI. Sejak itu, dari dialog yang dikembangkan oleh para eks
tokoh KAMI lahirlah gagasan untuk menyelenggarakan suatu musyawarah nasional
(Munas) mahasiswa Indonesia di Bogor 14 -21 Desember 1970 yang mengarah pada
pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union
of Students (NUS). Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai karena
tidak adanya kesamaan persepsi mengenai bentuk dan format yang jelas tentang
organisasi yang akan dibentuk serta adanya rasa saling curiga antar organisasi
ekstra universitas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Wacana
tersebut ternyata langsung ditangkap kekuatan politik utama Orde Baru yaitu
Golongan Karya (Golkar), mengngingat meleburnya kembali organisasi-oraganisasi
mahasiswa eks KAMI tersebut merupakan kebangkitan kembali kekuatan presur yang
militan karena latar belakang idiologi oraganisasi mereka adalah organisasi
pergerakan yang jika dilepas akan
mengintai dan mengancam kelanggengan kekuasaan yang sedang dibangun. Menyadari
hal itu Golkar segera melakukan pendekatan kepada organisasi kemahasiswaan
untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional
melalui Median Sirait Sekretaris Bidang Papelmacenta, Abdul Gafur dan David Napitupulu. Hal ini dilakukan Golkar
seiring dengan politik korporatisme Negara yang merupakan suatu sistem
perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam
pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan
itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Penjajakan
yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral
antara Sekretaris Papelmacenta Golkar Median Sirait, dengan Ketua Umum PB HMI
Akbar Tandjung, Ketua GMNI Suryadi dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya
seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung,
serta organisasi kepemudaan seperti Gerakan Pemuda Marhaen(GPM), GP Anshor, dan
lain-lain dilakukan secara kontinyu sejak bulan Mei, Juni dan Juli guna
menyeragamkan visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Finalisasinya pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai
ketua umum pertama. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br />
<b>PARADIGMA KNPI<o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0mm; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-pagination: none; tab-stops: 27.0pt; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 0mm;">
<!--[if !supportLists]--><b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span></span></b><!--[endif]--><b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Era
Orde Baru (Doeloe); </span></b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Mencermati
sejarahnya tersebut, sesungguhnya motivasi orientasi pembentukan KNPI dari para
tokoh muda mahasiswa sebagai wadah persatuan dan kesatuan kaum muda pasca
kegagalan KAMI, bukanlah untuk menjadi bagian dari perpanjangan tangan penguasa
yang turut melestarikan kekuasaan rezim orde baru. Tetapi murni dilatari sebuah
kesadaran kritis kaum muda akan potensi dan tanggungjawab mereka sebagai social
control dan agent of change yang masih konsisten dalam khittah perjuangannya
untuk terus melakukan peran – peran progresif. Ketergabungan pemuda pada KNPI
ini, telah memikat penguasa saat itu untuk merebut dan meminangnya guna
mengebiri kekritisan kaum muda. Akibatnya visi ideal pembentukan KNPI, kemudian
terbajak oleh kekuasaan orde baru. Alhasil setelah dibentuk KNPI menjadi
organisasi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan
kemahasiswaan yang pada akhirnya membuat KNPI kehilangan Independensinya karena
mendukung rezim otoritarian.<b> </b>KNPI kemudian
memposisikan dirinya menjadi piranti politik pemerintah dalam menegakan UU
No.8/1985 atau yang dikenal dengan nama Undang-undang Keormasan.<b> </b>Akibat sikap pengurus yang
memposisikan KNPI sebagai piranti politik pemerintah pada waktu itu, maka cap
sebagai organisasi kepanjangan tangan pemerintah tidak bisa dielakkan. KNPI
menjadi anak emas dan stempel pemerintah untuk segala kebijakannya. Sementara
politik korporasi pemerintah orde baru dengan memanfaatkan seluruh organisasi
kemasyarakatan dan profesi untuk mendukung kebijakan pemerintah. Untuk
melegalkan hal itu, KNPI masuk ke dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara)
agar mendapat pengakuan konstitusi. Ketua Umum dan pengurus inti menjadi
elit-elit pemuda yang memiliki akses pada kekuasaan tanpa batas.
Jabatan-jabatan strategis seperti anggota DPR bahkan menteri bisa didapatkan
oleh pengurus inti DPP KNPI. Sesuatu yang sangat menggiurkan bagi siapa saja
yang haus kekuasaan dan jabatan.<br />
KNPI inilah yang akhirnya kurang
dipercaya masyarakat dan pemuda untuk menjadi kekuatan agregasi kepentingan
pemuda Indonesia. Tak heran bila tuntutan pembubaran KNPI nyaring terdengar dan
semakin kencang ketika gerakan reformasi berhasil menurunkan Presiden Soeharto.
Karena dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang
kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya,
sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut
serta melanggengkan rezim.<b><o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Masad Masrur</span></b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> dalam sebuah tulisannya menguraikan bahwa ada
tiga hal yang menjadi argumentasi atas tuntutan pembubaran KNPI, yaitu : <b><i>Pertama</i></b>,
kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin
yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini,
otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil.
Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan
kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. <b><i>Kedua,</i></b>
dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi
kekuasaan. Tidak dipungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources
politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar
dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat
diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan
menteri pada pemerintahan Soeharto. <b><i>Ketiga,</i></b> KNPI menjadi medan magnet
bagi ”perkelahian” untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk
meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan
watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering
nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan mengakui KNPI
sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br />
<b>2. Era Orde Reformasi (Sekarang) </b>;
Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Melalui
Kongres IX di Caringin, Bogor tahun 1999 KNPI yang menghadapi desakan
pembubaran berhasil merumuskan dirinya sebagai pendukung gerakan reformasi. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum
pada Kongres itu, mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran
KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena
situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi
oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang
dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk <i>independen dan kembali memposisikan pemuda
sebagai mitra kritis pemerintah. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Lewat
keberanian untuk merubah paradigma KNPI itu, dari pendukung pemerintah menjadi <i>kelompok penekan pemerintah (pressure group)</i>
citra KNPI semakin mengalami perubahan. Ujian berat ini ternyata mampu diatasi
oleh KNPI dengan kecerdasan mengubah jati dirinya menjadi gerakan yang lebih
progresif. Walaupun akhirnya keistimewaan yang sempat dinikmati sebelumnya
harus dilepaskan. Jangankan untuk mendapat akses kursi kekuasan, untuk
mendapatkan anggaran dari pemerintah pun sulit. Perubahan paradigma inilah yang
menjadi garansi sehingga eksistensi KNPI di era reformasi sekarang tetap
dipertahankan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Sayangnya,
harapan agar KNPI dapat memainkan peran sebagai kelompok penyeimbang pemerintah
ditengah dinamika kepemudaan saat ini masih belum terwujud secara real, karena
paradigma berpikir sebagian pengurus yang belum berubah dari paradigma lama
(Orde Baru) meyakini wadah KNPI dapat memberinya keistimewaan menyebabkan
rebutan kursi kekuasaan di KNPI masih terjadi. Jauh dari pikiran progresif revolusioner, yang muncul malahan
bagaimana mendapat uang dan kekuasaan yang terpikirkan. Akibatnya KNPI terjebak
pada konflik internal, konflik ini meletus pada penyelenggaraan pertemuan yang
bertema “New Deal Pemuda Indonesia” pada tanggal 28-30 Oktober 2007 di Hotel
Sahid, Jakarta. Pertemuan yang dihadiri oleh OKP dan BEM tersebut salah satunya
menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum DPP KNPI, Hasanuddin Yusuf
dan mendesak agar Hasanuddin Yusuf mundur dari jabatan ketua umum. Alasan
desakan ini salah satunya adalah aktivitas pendirian Partai Pemuda Indonesia
(PPI). Dimana sebagai pendiri dan Ketua Umum PPI Hasanuddin Yusuf telah
menunggangi KNPI untuk membangun infrastruktur PPI hingga ke daerah dimana Pengurus
DPP KNPI dan pengurus DPD KNPI Provinsi dan Kabupaten/Kota banyak yang diajak
dan terlibat dalam PPI. Langkah Hasanudin Yusuf ini dinilai bisa membawa KNPI
dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan
kepentingan partai politik sama seperti yang terjadi di era orde baru. Apalagi
posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin
mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di
masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Menjelang
Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di Pekanbaru, Riau pada tanggal 22-25
Juli 2008 gerakan Kontra Hasanuddin semakin kencang melakukan konsolidasi. Hal
yang sama pun dilakukan oleh kelompok Pro Hasanuddin yang ingin melindungi
kepemimpinan Hasanuddin Yusuf. MPP Riau ini, menghasilkan dua keputusan yang
berbeda. Kelompok Pro Hasanuddin masih mengakui kepemimpinan Ketua Umum
Hasanuddin Yusuf. Sedangkan kelompok Kontra Hasanuddin menonaktifkan Hasanuddin
Yusuf dan mengangkat Hans Havlino Silalahi sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum
DPP KNPI yang bertugas untuk mempersiapkan Kongres XII di Bali pada tanggal 28
Oktober 2008. akibatnya Kongres KNPI ke XII akhirnya berlangsung di dua kubu
yang berbeda , dimana kubu pro Hasanudin Yusuf
melaksanakan Kongres di Hotel Mercure Conventional Center Ancol –
Jakarta Pada Tanggal 25 – 28 Oktober
2008 yang menghasilkan Ketua Umum Ahmad Doli Kurnia dan Sekretaris Jenderal
Pahlevi Pangerang. Sedangkan kubu kontra Hasanudin Yusuf melaksanakan Kongres di Hotel Convention
Center Aston Denpasar-Bali, pada tanggal 28 Oktober- 2 Nopember 2008 memutuskan
Azis Syamsudin sebagai Ketua Umum dan Sayed Muhammad Mualiady sebagai
Sekretaris Jenderal.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">GUGATAN INDEPENDENSI; </span></b><span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Bila kita
menilik sejarah KNPI era orde baru (doeloe) dan KNPI era reformasi (kekinian) sebagaimana
yang telah diuraikan diatas, nampak jelas bahwa ada perbedaan paradigma.
Sebagai imbas dari hegemoni gerakan reformasi 1998 yang memaksa Soeharto
lengser dari jabatannya, image KNPI sebagai bagian dari rezim orde barupun
dinilai patut untuk ikut direformasi. Karena sepanjang kiprahnya KNPI banyak
dijadikan sebagai alat mobilitas vertical untuk jabatan politik atau menjadi
lahan penghidupan yang mengatasnamakan kaum muda. <i>Tidak Independen dan menjadi mitra pengawal kebijkan pemerintah</i> khususnya
dibidang kepemudaan dan kemahasiswaan menjadi symbol paradigma KNPI era orde
baru. Sementara diera reformasi saat ini, sebagai garansi adaptasi terhadap
suhu reformasi yang begitu panas terhadap desakan untuk mereformasi semua
komponen orde baru, maka KNPI melakukan reposisi sifat dan perannya menjadi organisasi
pemuda yang bersifat <i>independent</i> dan berperan sebagai <i>mitra kritis pemerintah</i>. Tuntutan INDEPENDENSI
KNPI ini tentunya tidak hanya sekedar tekstual dalam konstitusi KNPI, tetapi
pada aplikasi teknisnya dalam managemen kepemimpinan organisasi termasuk dalam
hal pengambilan kebijakan organisasi harus mencerminkan profesionalitasnya
sebagai suatu organisasi yang benar-benar independen.<b><o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Sehingganya
sangat naïf jika ada yang mengharamkan KNPI mengoreksi pemerintah dengan
apologi bahwa tidak ada dalam sejarah KNPI berseberangan pendapat dengan
pemerintah, seolah menjastifikasi bahwa KNPI bersifat dependen kepada
pemerintah sehingga tidak ada ruang untuk tidak bersepakat dengan berbagai
macam kebijakan pemerintah sekalipun itu timpang. Paradigma pemuda khususnya
yang menjadi ketua atau pengurus KNPI dengan menyeragamkan antara KNPI era orde
baru dengan KNPI era orde reformasi patut dipertanyakan landasan berpikirnya,
baik dari segi referensi historis pemuda/KNPI maupun dari segi referensi
konstitusi KNPI. Termasuk jika, paradigma kolot seperti itu menjadi bagian dari
corak berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Kabupaten Banggai
Kepulauan. Kesesatan berfikir ketua dan sebagian pengurus DPD KNPI Banggai
Kepulauan dalam memaknai sifat dan peran KNPI dapat dilihat secara nyata pada kiprahnya
selama beberapa bulan belakangan ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 1.7pt;">
<span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Sejumlah
kebijakan organisasi yang inkonstitusional dapat kita jadikan sebagai indicator
variablenya. Mulai dari pelaksanaan rapat-rapat pleno KNPI yang jauh dari
quorum karena sengaja tidak menghadirkan para unsure pimpinan DPD KNPI Banggai
Kepulauan, serta pembentukan Pengurus Kecamatan (PK) yang tidak procedural
karena tanpa melalui proses Musyawarah Kecamatan (Muscam) melainkan para camat
se Kabupaten Banggai Kepulauan yang di mandatir untuk melakukan rekruitmen Pengurus
Kecamatan dimasing – masing kecamatan sesuai dengan wilayah kerja masing-camat
yang bersangkutan. Padahal jelas bahwa amanat konstitusi KNPI pada Anggaran
Dasar pasal 21 ayat (2) point C menyebutkan bahwa Muscam memiliki wewenang
untuk memilih dan menetapkan pengurus kecamatan, dan Pasal 30 ayat (1)</span><span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> bahwa Pengurus Kecamatan dipilih oleh Musyawarah Kecamatan
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.</span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 1.7pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Kesan bahwa pembentukan PK yang dilegitimasikan
kepada masing-masing camat sarat dengan unsur politis atau dengan kata lain
bahwa pembentukan PK ini sengaja dipolitisasi bukan hanya sekedar sebagai
realisasi dari amanat Musyawarah Daerah Kabupaten (MUSDAKAB) III KNPI Banggai
Kepulauan tetapi lebih dari itu sebagai ajang rekruitmen tim sukses untuk
pemenangan incumbent pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Kepulauan yakni Irianto Malingong dan
Ehud Salamat (IRES). Sebab bagimana
mungkin seorang Bupati hanya dengan label ketua dewan pembina KNPI turut
menandatangani surat DPD KNPI Bangkep yang ditujukan kepada para camat se Kabupaten
Banggai Kepulauan perihal perintah pembentukan PK. Sementara dalam konstruksi struktur
organisasi KNPI, posisi dewan pembina yang meliputi unsur Muspida bersifat informal struktural, sehingga tidak memiliki
legitimasi konstitusi untuk dilibatkan dalam pengambilan kebijakan organisasi,
berbeda halnya dengan Dewan Pengurus dan Majelis Pemuda Indonesia (MPI) yang
bersifat formal struktural. Ini tentunya sangat lucu, sebagai organisasi
independen KNPI Banggai Kepulauan seolah seperti layaknya organisasi birokrasi semacam
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dalam pelaksanaan kebijkannya menggunakan
garis komando birokrasi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 1.7pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Yang luar biasa lagi, penyebutan
struktur pengurus ditingkat kecamatanpun berubah nama dengan menggunakan
termilogi DPC (Dewan Pimpinan Cabang) KNPI, bukan Pengurus Kecamatan (PK) sebagimana
disebutkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KNPI, kemudian
adalagi ditingkat desa yang disebut PAC (Pengurus Anak Cabang) hal ini seperti
diberitakan dalam media massa yang menyebutkan bahwa Ketua KNPI Bangkep melantik
19 DPC KNPI Kecamatan.</span><span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> </span><span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Penggunaan terminologi ini mengigatkan saya pada struktur
partai politik kita yang akrab menggunakan
penyebutan itu untuk pengurus ditingkat Kabupaten dan Kecamatan. Mungkin
penyebutan ini bagian dari isyarat bahwa memang KNPI Bankep adalah organisasi
politik, sama seperti PDIP dan PAN yang siap untuk mengusung calon Bupati dan
Wakil Bupati Banggai Kepulauan periode 2011-2016. sehingga pelantikan 19 PAC KNPI Bangkep
merupakan salah satu strategi konsolidasi untuk memenangkan kandidit yang
diusung DPD Partai KNPI kabupaten Banggai Kepulauan. Konsolidasi ke
kecamatan-kecamatan dengan menggunakan atribut KNPI, mobil berlogo KNPI dengan
gambar pasangan calon Bupati dan wakil bupati Bangkep merupakan salah satu instrumen untuk mensosialisasikan bahwa DPD
Partai KNPI Bangkep mendukung kandidat tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 1.7pt;">
<span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Inilah
gambaran KNPI Bangkep yang kehilangan independensi, karena bukan hanya sekedar
dibarter dengan alokasi APBD 2011 senilai Rp.250 juta, tetapi juga dibarter untuk
menaikan rating dimata penguasa guna mengenjot karier. Independensi KNPI pun
tersandera oleh kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dengan dalih
membesarkan KNPI untuk kepentingan pemuda. kalau toh sahwat kita besar untuk
ikut memainkan peran pada rana politik praktis menjelang PEMILUKADA dengan
orientasi tertentu untuk mencapai ambisi pribadi maupun kelompok, maka
seharusnya KNPI secara kelembagaan jangan digunakan sebagai wadah untuk menggalang
dukungan yang kemudian diarahkan untuk mendukung salah satu pasangan calon
karena itu merupakan infraksi konstitusi KNPI. Kalaupun KNPI ikut mengambil
peran pada momentum politik seperti PEMILUKADA, maka yang paling tepat
dilakukan oleh KNPI adalah bagaimana memberikan edukasi politik kepada
masyarakat dengan cara turut serta mensosialisasikan penyelenggaraan PEMILUKADA
dengan format yang lebih cerdas seperti acara seminar, debat kandidat dan lain
sebagainya, sehingga masyarakat bisa menentukan pilihannya sesuai hati nurani
masing-masing. </span><span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Profesionalisme
pengurus dalam memposisikan diri sesuai dengan kapasitas mereka secara personal
maupun inpersonal adalah sikap yang proporsional. Entah itu dalam kapasitas
sebagai pimpinan / pengurus KNPI (ketua pemuda), sebagai pejabat daerah (bawahan)
atau dalam kapasitas sebagai pribadi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan
pihak penguasa tentunya merupakan salah satu aitem agar independensi organisasi
tidak tericiderai. Karena sebagai lembaga berhimpunnya OKP, KNPI merupakan
wadah yang mengedepankan intelektualitas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Tetapi
sepertinya susah untuk mengubah kondisi ini, peran yang tengah dilakoni KNPI
Banggai kepulauan telah menjadi ciri dari karakter berfikir mereka yang Orde
Baru</span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">-</span><span lang="IN" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">isme (ORBAISME). </span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Apalagi ditambah
dengan managemen pemerintahan Banggai kepulauan yang dikelola dengan mengadopsi
konsep Orbaisme. Sehingga lengkaplah sudah bahwa Bangkep adalah miniature
Indonesia era Orde Baru. Bagaimana tidak, Paradigma DPD KNPI Banggai Kepulauan
masih terjebak pada paradigma lama (Orde Baru) karena masih beranggapan bahwa
KNPI sebagai lembaga kepanjangan tangan pemerintah. Aktivitas organisasi selalu
mengandalkan pada anggaran pemerintah APBD. Padahal dalam AD/ART KNPI tidak
tercantum bahwa sumber anggaran utama KNPI adalah dari APBD, melainkan dari iuran
anggota dewan pengurus yang ditetapkan oleh masing-masing tingkatan dewan
pengurus, Sumbangan anggota, bantuan pihak lain yang tidak mengikat, dan
usaha-usaha lain yang sah, dengan melalui badan-badan khusus yang dibentuk
untuk mengacu pasal 32 anggaran dasar ini, sesuai dengan pasal 33 Anggaran
Dasar KNPI. Kalaupun APBD masuk dalam kategori bantuan pihak lain yang tidak
mengikat, berati tidak ada sebuah keharusan bagi KNPI untuk melakukan segala
macam cara untuk kepentingan pemerintah / penguasa, hanya karena telah
mendapatkan alokasi APBD senilai Rp.250 juta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoBodyText2" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0mm; margin-left: 0mm; margin-right: 5.65pt; margin-top: 0mm; tab-stops: 503.25pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Tetapi kadang karena kekakuan
berpikir kita dalam memaknai hal-hal yang sesungguhnya praktis seperti itu,
membuat ketergantungan eksistensi sebuah ogranisasi seperti KNPI mutlak berada
dalam uluran tangan pemerintah. Akibatnya independensi KNPI menjadi lentur yang
menyebabkan KNPI sulit bersikap kritis terhadap pemerintah. Padahal KNPI kekinian (orde reformasi)
bukanlah KNPI dulu (orde baru) KNPI sebagai institusi bagian dari pemerintah
yang harus mendapat fasilitas berupa anggaran, sarana, atau lainnya. Tetapi KNPI
adalah lembaga independen yang menyuarakan kebebasan berekspresi kaum muda di
ruang publik. Kebebasan berpendapat dan bersikap dilakukan untuk mengontrol
kebijakan pemerintah, menjaga harmonisasi kehidupan sosial, serta mewujudkan
keadilan sosial. Dan Pengurus KNPI bukan calon elit penguasa. Sebagai wadah
bersama KNPI bukan tangga kekuasaan. Tetapi KNPI adalah aggregator sekaligus
artikulator kepentingan masyarakat/pemuda. Aktivis pemuda yang menjadi pengurus
KNPI adalah aktivis pro demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan
kepentingan untuk menjadi penguasa yang dilakukan tetapi memperjuangkan amanat
penderitaan rakyat yang diutamakan. Dengan perubahan kondisi sosial politik
saat ini maka untuk menjadi penguasa baik di legislatif maupun eksekutif para
pemuda harus lewat jalur partai politik. KNPI dijadikan sebagai laboratorium
kader untuk mengasah kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak para pemuda
Indonesia.***</span><br />
<span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; text-indent: 45pt;"><br /></span>
<span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; text-indent: 45pt;">NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 25 - 29 Januari 2011</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-GB" style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-56464175722754331372013-01-12T04:50:00.001-08:002013-11-22T21:44:05.815-08:00REFLEKSI SEJARAH BANGGAI, Mengorek Kronologis Penamaan Kabupaten Banggai<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; tab-stops: 288.0pt 468.0pt 486.0pt 684.0pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Oleh : Fatharany
Berkah Abdul Barry</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0mm 0mm 0.0001pt 18pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><i>Mantan Ketua
Umum Ikatan Mahasiswa Banggai Kepulauan (IMBK) Luwuk.<o:p></o:p></i></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0mm 0mm 0.0001pt 18pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><i>Pemerhati
Sejarah Banggai</i><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0mm 0mm 0.0001pt 18pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0mm 0mm 0.0001pt 18pt; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Kabupaten
Banggai ibu kotanya Luwuk, bukan Banggai, hal ini tentunya bisa mengundang
pertanyaan, bahkan kebingunan bagi mereka yang kurang atau tidak mengerti
kronologis sejarah Banggai. Bisa saja itu terjadi, karena memang secara
geografis dan de facto Banggai merupakan nama pulau, nama kota, nama suku dan
nama bahasa daerah yang semuanya sekarang berada di Kabupaten lain (Banggai
Kepulauan), dan tidak berada di Kabupaten Banggai ini yang nota benenya berada
di daratan pulau Sulawesi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Secara umum mungkin masyarakat Kabupaten Banggai maupun Banggai
Kepulauan khususnya generasi muda sekarang hanya mengetahui dan memahami secara
sederhana bahwa penamaan Kabupaten Banggai tidak terlepas dari sejarah kerjaan
Banggai yang beribukota di Luwuk. Pemahaman sejarah secara parsial inilah yang
kemudian mengantarkan mereka pada penggeneralisasian sejarah Banggai yang
secara keliru yang mengarah pada distorsi historis. Dalam tulisan ini penulis
akan menguraikan secara singkat sejarah Banggai hingga sampai pada kronologis
penamaan kabupaten Banggai yang beribukota Luwuk, bukan Kabupaten Banggai yang
beribukota Banggai, atau Kabupaten Luwuk yang beribukota Luwuk. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Banggai sebenarnya telah dikenal sejak abad ke 13-14 Masehi, ketika pada
masa kejayaan kerajaan Mojopahit yang dipimpin Prabu Hayam Wuruk (1351-1389)
dimana Banggai telah menjadi bagian dari kerajaan adikuasa Mojopahit. Hal ini
dibuktikan melalui tulisan Mpu Prapanca seorang pujangga Mojopahit dalam
bukunya Nagara Kertagama bertarik caka 1478 atau sekitar 1365 Masehi yang
termuat dalam seuntai syair nomor 14 bait ke lima sebagai berikut,“Ikang saka
nusa-Nusa, Mangkasara, Buntun, <u>Benggawi</u>, …<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Banggai yang dimaksud dalam tulisan Mpu Prapanca adalah Banggai sejati
atau wilayah Banggai saja (sekarang) Kabupaten Banggai Kepulauan yang tidak lain
adalah merupakan suatu kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang raja yang
bergelar Adi dan empat orang penasehat bagi Adi yang bergelar Tomundo sangkap
yang terdiri dari tomundo Olu atau Babolau, Tomundo Lombongan atau Katapean, Tomundo
Singgolok, dan Tomundo Kokini. Secara berturut-turut disebut empat orang Adi
yang memerintah sebelum seorang Adi Lambal Polambal datang yang merupakan Adi
kelima atau terakhir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Pada masa pemerintahan Adi Lambal Polambal datanglah seorang bangsawan
dari tanah Jawa (Demak) yang merupakan panglima perang Sultan Baabullah dari
kesultanan bernama Adi Cokro yang oleh orang Banggai disebut Adi Soko. Karena
kearifan dalam mengatasi konflik yang kerap kali terjadi antar keempat
batomundoan tersebut, keempat Tomundo itu kemudian bersepakat untuk menobatkan
Adi Cokro sebagai raja utama mereka yang disertai dengan penyerahan kekuasaan dari
Adi Lambal Polambal kepada Adi Cokro. Setelah menjadi raja Adi Cokro bergelar
Mumbu dan memerintah tahun 1580-1590, sejak itu menurut J.J.Dormeir gelar Adi
menghilang dan digantikan dengan Mumbu yang kemudian dikombinasikan dengan
tempat mereka (raja) meninggal dan di kuburkan, seperti misalnya Raja Mbulang
Mumbu Doi Balantak, yaitu raja yang meninggal di Balantak dst. Sejak raja Abdul
Azis naik tahta pada tahun 1882 gelar Mumbu kemudian tidak digunakan lagi dan
digunakanlah gelar Tomundo sampai pada raja terakhir Tomundo Nurdin Daud. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Sementara itu Adi terakhir Adi Lambal Polambal oleh Adi Cokro diangkat
kembali sebagai pelaksana pemerintahan dengan memberi jabatan Jogugu, sedangkan
keempat Tomundo tetap dipertahankan dalam kapasitas mereka sebagai Dewan
Penasehat dengan gelar kehormatan Pau Basal (banggai : Pau = anak/putera, Basal
= besar), dan memberi mereka nama-nama baru seperti Olu (Babolau) menjadi
Doduung, Kokini menjadi Tano Bonunugan, Singgolok menjadi Monsongan, dan
Lombongan (katapean) menjadi Gonggong. Gelar Pau Basal ini kemudian berkembang
menjadi Basalo yang sekarang kita kenal dalam struktur lembaga adat Banggai
disebut Basalo Sangkap yang terdiri dari Basalo Babolau di Doduung, Basalo Kokini
di Tano Bonunugan, Basalo Singgolok di Monsongan, dan Basalo Katapean di Gonggong
yang semuanya berkedudukan di Pulau Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan. Keempat Basalo ini bertugas memilih dan
melantik seorang bangsawan menjadi raja serta meriwayatkan secara teratur
sejarah raja-raja banggai secara berurutan, mereka sangat dihormati oleh Mumbu
dan para penerusnya karena merupakan suatu Dewan Penasehat yang pengaruhnya
sama luasnya dengan kekuasaan Mumbu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Pada masa kekuasaan Adi Cokro beliau kemudian sukses memperluas wilayah
kekuasaan Kerajaan Banggai dengan menaklukan kerajaan-kerajaan di Pulau Peling
seperti kerajaan tua Tokolong (Buko) dan Lipu Babasal (Bulagi) serta kerjaan
Sisipan, Liputomundo, Kadupang, dan Bongganan. Selain itu ia juga berhasil
menundukan kerjaan Bualemo, Bola, Lowa, dan Gori-gori di wilayah jazirah timur
Pulau Sulawesi (Banggai darat). Menurut hemat penulis prestasi inilah yang
kemudian melahirkan klaim bahwa Adi Cokro lah pendiri Kerajaan Banggai modern. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Adi Cokro mempunyai tiga orang isteri yaitu pertama menikah dengan puteri
Raja Motindok (Batui) Nuru Sapa mempunyai putera bernama Abu Kasim, kedua
menikah dengan seorang Castella Putri Kerajaan Portugis di Ternate dan
mempunyai putera bernama Maulana Prins Mandapar,dan yang ketiga yaitu menikah
dengan Puteri Basalo Babolau atau Doduung, Nurusia dan memperoleh seorang anak
bernama Puteri Saleh. Konon katanya seperti di tulis oleh J.J. Dormeier dalam
bukunya </span><span style="font-family: "Comic Sans MS";">Banggaische Adatrecht
(1945) karena sang isteri Nuru Sapa sering bertengkar dengan isteri Nurusia
maka adi Cokro memutuskan untuk kembali ke Demak dengan membawa serta isteri ketiganya
Nurusia bersama puterinya yang masih kecil hingga mangkat disana. </span><span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Pasca sepeninggal Adi Cokro, Kerajaan Banggai mengalami masa transisi
berdarah dan degradasi pemerintahan, selanjutnya disebut dua belas orang Mumbu
yang memerintah secara berturut-turut, tiga diantara mereka tercatat sebagai
Mumbu Dinaadat (banggai : dinaadat = dibunuh) yaitu Mumbu doi Tano, Mumbu doi
Ndalangon, Mumbu Palangkangkang, Mumbu Tetelengan, Mumbu Dinaadat doi Batang,
Mumbu Dinaadat doi Taipa, Mumbu Dinaadat, Mumbu Aibinggi, Mumbu Sinambebekon,
Mumbu doi Taipa, dan Mumbu doi Pangkola. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Krisis berkepanjangan ini baru berakhir setelah Mandapar putera Adi
Cokro memerintah. Setelah ayahnya, Mandapar kemudian dianggap sebagai Raja
Banggai pertama dan yang terbesar, ia kembali menegakkan kekuasaannya diseluruh
wilayah kekuasaan Kerajaan Banggai. Sejak dari raja Mandapar silsilah raja-raja
Banggai telah teratur, terhitung secara berurut ada 20 orang raja, mulai dari
Mandapar sampai dengan Nurdin Daud yaitu sebagai berikut : <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">1).
Maulana Prins Mandapar Mumbu doi Godong (1600-1630), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">2). Molen
Mumbu doi Kintom (1630-1648), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">3). </span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;">Paudagar Mumbu doi Beteng</span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;"> (1648-1689),</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">4). </span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;">Mbulang Mumbu doi Balantak</span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;"> (1689-1705),</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">5). Abdul
Gani Mumbu doi Kota (1705-1728), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">6).
Abu Kasim Mumbu doi Bacan (1728-1753), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">7).
Kabudo Mumbu doi Mendono (1753-1768), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">8). Ansyara
Mumbu doi Padongko (1768-1773), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">9). Manduis
Mumbu doi Dinaadat (1773-1809), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">10). </span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;">Agama Mumbu doi Bugis</span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;"> (1809-1821),</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">11). </span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;">Atondeng Mumbu doi Galela </span><span style="font-family: 'Comic Sans MS'; line-height: 150%;">(1821-1827),</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">12).
Lauta Mumbu doi Tenebak (1827-1847), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">13).
Taja Mumbu doi Sau (1847-1852), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">14).
Tatu Tanga Mumbu doi Jere (1852-1858), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">15).
Soak Mumbu doi Banggai (1858-1870), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">16).
Nurdin Mumbu doi Labasuma (1870-1882), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">17),
Tomundo Hi. Abdul azis (1882-1900), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">18).
Tomundo Hi. Abdul Rahman (1901-1922),<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">19).
Tomundo Hi.Awaludin (1925-1940), <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">20).
Nurdin Daud (1940-1959). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Ke 20
raja Banggai ini mulai dari Mandapar hingga Nurdin Daud melaksanakan
pemerintahannya dengan pusat pemerintahan di kota Banggai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Setelah raja Awaludin wafat, secara yuridis formal berdasarkan
konstitusi kerajaan Banggai, maka dilantiklah Nurdin Daud sebagai raja Banggai
selanjutnya dan merupakan raja terakhir kerajaan Banggai pada tahun 1940 diusia
12 tahun. Namun karena mengingat usia raja Nurdin Daud yang masih terlalu belia
untuk melaksanakan tugas pemerintahan kerajaan Banggai, maka ditunjuklah
Syukuran Aminudin Amir yang saat itu menjabat Mayor Ngopa sebagai Pelaksana
Tugas harian (plt) mendampingi raja Nurdin Daud, bukan ditunjuk sebagai raja
Banggai. Namun karena ambisi pribadi Syukuran Amir untuk menjadi raja, Syukuran
Amir kemudian berhianat dan merebut tahta kerajaan Banggai dari raja muda
Nurdin Daud secara inkonstitusional kala raja Nurdin Daud sedang bersekolah di
Makassar. Beliau kemudian mengklaim dirinya sebagai raja dan sekarang diklaim
oleh sebagian masyarakat awam yang kurang memahami sejarah Banggai secara utuh
sebagai raja banggai terakhir setelah raja Awaludin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Menurut pengakuan saksi sejarah (tokoh adat Banggai) yang dikutip oleh Abdul
Yasin dalam catatannya Menggugat Sejarah
Banggai sebagaimana dilansir salah satu media massa local medio April 2008 bahwa
“kala raja Nurdin Daud berada di Makassar untuk studi, Syukuran Amir meminta
kepada Dewan Basalo Sangkap untuk melantik dan mengesahkan dirinya sebagai raja
Banggai, namun hal itu ditolak oleh Dewan Basalo Sangkap, karena memang hanya
ada satu raja Banggai legal dan sah secara hukum diwilayah kerajaan Banggai
pada saat itu, namun hal itu tidak menyurutkan ambisi Syukuran Amir untuk
merebut tahta kerajaan banggai dari tangan raja Nurdin Daud”. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Pada tahun 1941 merupakan awal terjadinya episode baru rekayasa sejarah
kerajaan Banggai yang dilakukan oleh Syukuran Amir sang pejabat pelaksana tugas
harian pemerintahan kerajaan Banggai. Karena tidak mendapat dukungan dari Basalo
Sangkap atas keinginannya untuk dikukuhkan sebagai raja banggai definitive,
serta atas kerjasamanya dengan pemerintah Hindia Belanda yang berada di Luwuk,
Syukuran Amir memindahkan ibu kota kerajaan Banggai dari Kota Banggai ke kota
Luwuk yang berada didaratan Pulau Sulawesi, kemudian menyebut dan menamakan
suatu tempat yang berlokasi didalam kota Luwuk dengan nama Keraton Banggai
meskipun sejatinya tidak ada bangunan keratonnya, rekayasa ini seakan-akan
bahwa kerajaan Banggai telah mempunyai keraton di Luwuk sebagai pusat
pemerintahan kerajaan Banggai yang baru.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Rekayasa dan dosa sejarah Syukuran Amir yang telah merebut tahta
kerajaan Banggai secara inkonstitusional dari tangan raja terakhir Nurdin Daud
serta memindahkan ibu kota kerajaan dari kota banggai ke kota Luwuk atas
konspirasinya dengan pemerintah Hindia Belanda, nampaknya memberikan keuntungan
bagi Luwuk ibukota kerajaan banggai versi Syukuran Amir dan sebaliknya
merugikan bagi kota Banggai sebagai ibukota kerajaan Banggai sesungguhnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">Setelah kerajaan Banggai mengalami berbagai macam perubahan karena
perkembangan sejarah, mulai Swapraja Banggai, lalu Dasting II Banggai, kemudian
Daswati II Banggai, dan kini Kabupaten Dati II Banggai yang terbentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Tingkat II di Sulawesi (LN 1959/74, TLN 1822). Daerah-daerah dimaksud
diantaranya adalah daerah Swantara tingkat II Banggai atau simpelnya disebut
kabupaten Banggai dengan ibukota Luwuk,
bukan kota Banggai yang sejatinya merupakan pusat peradaban kerajaan Banggai. Fakta
inilah yang oleh penulis disebut menguntungkan Luwuk dan merugikan Banggai yang
semunya berawal dari rekayasa dan dosa sejarah yang dilakukan oleh Syukuran Amir.
Mungkin sejarah akan berbicara lain jika kala itu Syukuran Amir tidak merebut
dan memindahkan ibukota kerajaan Banggai dari Banggai ke Luwuk, logikanya jika <i>black historis</i> itu tidak terjadi, maka ibukota
kabupaten Banggai sekarang bukan di Luwuk tapi di Banggai. <o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><br /></span>
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;">NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 11 Juli 2008</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Comic Sans MS"; mso-bidi-font-family: Arial;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-26047367544643304102012-11-20T23:21:00.001-08:002016-01-20T01:36:20.988-08:00KAMI ANARKIS KARENA “BAPAK”<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; tab-stops: 4.0in 6.5in 6.75in 9.5in; text-align: center;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;">Oleh : FATHARANY BERKAH ABDUL BARRY</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; tab-stops: 4.0in 6.5in 6.75in 9.5in; text-align: center;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;">Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Cabang Luwuk Banggai</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Aksi unjuk rasa atau demonstrasi bukanlah
hal baru dalam negara demokrasi yang demokratis, bahkan unjuk rasa merupakan
salah satu instrument yang cukup efektif dalam menyampaikan aspirasi, dalam
konteks demokrasi penyampaian aspirasi merupakan upaya demokratisasi. Dimana
secara harfiah demokratisasi dapat diartikan sebagai proses untuk mencapai demokrasi. Sedangkan demokrasi secara familiar diamaknai sebagai pemerintahan
dari, oleh, dan untuk rakyat, artinya bahwa demokrasi merupakan sistem yang
bertumpu pada daulat rakyat, bukan daulat pemimpin, daulat pemerintah (negara),
atau dengan kata lain rakyat merupakan subyek dari segenap kegiatan yang
dikelola dan dijalankan oleh pemerintah. Dengan demikian maka motif substansial
dari pada aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh elemen rakyat merupakan bentuk
kesadaran kritis yang demokratis terhadap eksistensi rakyat sebagai pemegang
kedaulatan.Manifestasi dari kesadaran
kritis ini adalah lahirnya kekuatan-kekuatan oposisi yang dalam perspektif Jeff
Haynes disebut dengan“kelompok aksi”yang merefleksikan upaya masyarakat bawah untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> menyuarakan dan mengejar apa yang mereka pandang sebagai kepentingan mereka melalui usaha kolektif. </span></span><br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Sementara eksistensi mahasiswa adalah
merupakan bagian integral dari rakyat yang dicitrakan sebagai komunitas
intelektual yang memiliki kesadaran penuh akan makna demokrasi, dimana rakyat
diposisikan sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">provider</i> yang menjalankan fungsi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">civil service</i>. Sehingga sebagai komunitas
rakyat intelektual, mahasiswa mempunyai kesadaran kritis serta tanggung jawab
besar terhadap kelangsungan peradaban rakyat pada khususnya dan Negara pada
umumnya. Atas dasar kesadaran dan tanggung jawab itulah mahasiswa kemudian
mengidentifikasikan dirinya sebagai oposan sejati dalam menentang setiap
kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, dengan
filosofi suara mahasiswa adalah refresentasi dari suara rakyat kecil yang
tertindas, dan itu merupakan suara kebenaran yang mutlak untuk diperjuangkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sejarahpun mencatat, bahwa hampir
seluruh perubahan yang terjadi secara signifikan selama peradaban bangsa ini
sejak dari era orde lama Soekarno hingga era orde reformasi SBY-JK tidak
terlepas dari peran aktif mahasiswa sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">agen
of change</i> .<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Secara historis empiris,
aksi unjuk rasa di Indonesia yang dipelopori oleh mahasiswa disebabkan oleh
(1). Kemerosotan ekonomi, sehingga melahirkan kebijakan pemerintah sebagai
solusi alternative yang sering dipandang berada diluar jangkauan perasaan dan
aspirasi rakyat dan bahkan terkesan sangat tidak berpihak pada rakyat jelata,
(2). Hegemoni pemerintah (Negara) yang teramat besar kepada rakyat sehingga
menjurus pada otoritarianisme rezim. Ironisnya perjalanan sejarah pergerakan
mahasiswa di republik ini tak luput dari stigmatisasi politis aparat keamanan
yang didesain secara apik melalui manajemen konflik mereka. Kebiasaan untuk
menyederhanakan persoalan memang dapat dipahami, tapi tentunya bukan dijadikan
dalih untuk menghalalkan cara-cara animalis yang menciderai demokrasi dan
nilai-nilai kemanusiaan.</span><br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Perlawanan yang berbuah anarkisme secara kausalitas sesungguhnya memiliki
motif dan indikator-indikator tertentu yang menjadi dasar argumentasi tindakan
anarkis suatu kelompok perlawanan. Pada konteks ini, anarkisme mahasiswa dalam
melakukan aksi unjuk rasa tentu memiliki motivasi yang melatari sehingga
mahasiswa memandang bahwa tindakan anarkis itu perlu dilakukan. Semisal ada
pertanyaan mengapa kami (mahasiswa) anarkis ?, maka secara simple jawabannya
adalah “Kami Anarkis Karena “Bapak” ada dua kategori sosok bapak yang dimaksud penulis
dalam catatan ini yaitu; pertama adalah “mereka para pemimpin pemerintahan”
yang melakoni peran sebagai pengambil kebijakan (policy maker), dan kedua adalah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“aparat keamanan” sebagai alat pengaman
kebijakan (policy security). Sikap kedua kelompok<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“bapak” tersebut telah memicu semangat
perlawan mahasiswa, sebagai akibat dari; (a). ketidakpekaan dan kurang
responsifnya para pemimpin (pemerintah) dalam menanggapi dan merealisasikan
aspirasi mereka berimplikasi pada kekecewaan mahasiswa yang justru makin
menyuburkan militansi dan sikap anti pemerintah yang membias pada kian
meningkatnya frekuensi aksi demonstrasi mahasiswa, (b). sikap eksesif aparat
keamanan yang disertai dengan tindakan refresif berupa penyerangan dan
pengrusakan kampus, pengeroyokan, penganiayaan, dan penangkapan para aktivis
mahasiswa semakin meningkatkan solidaritas mahasiswa dan kian menyuburnya sikap
antipati kepada aparat keamanan yang dianggap alat rezim yanhg sok moralis dan
menggunakan jargon supremasi hukum sebagai identitas etisnya dalam penegakan
hukum.</span><br />
<div style="text-indent: 0px;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;"> Doktrinasi terhadap subyektifitas kebenaran aparat keamanan sebagai
penegak hukum ini seolah-olah mutlak milik aparat kepolisian. Meskipun pada
aplikasinya seringkali mereka lakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum itu
sendiri, yang konon katanya sangat di junjung tinggi oleh mereka. Dalam konstelasi
seperti ini, ketidakpekaan dan apatisme pemerintah dalam merespon dan merealisasikan
tuntutan mahasiswa serta tindakan refresif aparat kepolisian pada mahasiswa
yang tidak manusiawi ini, kadonya adalah resistensi sebagai efek dari rentetan
kekecewaan mahasiswa kepada para pemimpin (pemerintah) dan aparat keamanan
(kepolisian)</span><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;"> </span><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;">yang kemudian
dikompensasikan dalam bentuk tindakan anarkis.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><b style="font-family: 'helvetica neue', arial, helvetica, sans-serif;"><span style="font-family: "comic sans ms"; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;">Pemandangan
terhadap aksi demonstrasi mahasiswa dalam memperjuangan aspirasi masyarakat
kelas bawah yang sering berujung pada anarkisme dan tindakan refresif aparat
keamanan pada mahasiswa merupakan suatu kelaziman, anarkisme mahasiswa sering
dijadikan sebagai pemicu dan alasan pembenaran tindakan beringas aparat
keamanan. Sejumlah peristiwa tragis penangan aksi protes mahasiswa maupun
masyarakat kepada penguasa yang dilakukan oleh aparat keamanan baik itu
kepolisian maupun TNI cukup menjadi catatan hitam kebiadaban rezim Soeharto
serta aparat keamanan kita dalam mengatasi gejolak masyakat sipil yang hendak
menuntut keadilan, sebut saja beberapa peristiwa pergerakan mahasiswa dan
rakyat di negeri ini meninggalkan stigma dan elegi seperti tragedi Malari 1974,
Tanjung Priuk 1984, Semanggi I dan II 1998 serta Trisakti Mei 1998 yang
merupakan awal gerakan fenomenal reformasi yang berbutntut pada lengsernya
rezim otoritarian orde baru dan tewasnya Elang Mulya Lesmana cs sebagai
pahlawan reformasi. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Memasuki era
reformasi yang merupakan simbol kebangkitan demokrasi di Indonesia setelah 32
tahun disandera, intensitas partisipasi rakyat dalam mengawal reformasi dan
demokratisasi semakin besar, terutama pada komunitas masyarakat intelektual
seperti mahasiswa.</span></span><br />
<div style="text-indent: 0px;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;"> Refleksi terhadap pengawalan reformasi dan demokratisasi dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat terus dimanifestasikan dalam bentuk aksi-aksi
demonstrasi mahasiswa. Namun di era reformasi ini aksi-aksi mahasiswa masih
tidak luput dari kekerasan aparat keamanan. Lagi-lagi anarkisme mahasiswa
dijadikan apologi aparat dalam melegalkan tindakan refresif mereka, pemukulan,
penganiayaan, dan penyerbuan terhadap mahasiswa ke kampus-kampus dengan
menggunakan senjata api yang disertai pengrusakan fasilitas kampus, bagi aparat
keamanan merupakan bagian dari tindakan penegakan hukum, dalam kasus seperti
ini, banyak aktivis mahasiswa yang menjadi korban penculikan, penganiayaan dan
bahkan ada yang dipenjarakan dengan berbagai motif. Penyerangan kampus
Universitas Nasional oleh aparat keamanan pada hari Sabtu 24 Mei 2008
kemarin, dimana 75 orang mahasiswa ditahan, 7 diantaranya menurut Kepala Divisi
Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Abu Bakiar nataprawira dikenakan sanksi pidana
sesuai dengan pasal 170, 212, dan 214 KUHP tentang Pengrusakan, Pengeroyokan,
dan penggunaan narkoba. Anehnya pengeroyokan dimaksud adalah pengeroyokan
mahasiswa terhadap aparat keamanan atau pengrusakan yang dilakukan oleh
mahasiswa ketika terjadi chaos, sementara pengeroyokan terhadap mahasiswa dan
penyerangan kampus</span><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;"> </span><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 0.5in;">yang dilakukan oleh
aparat keamanan justru tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran hokum yang
juga layak untuk dipidanakan.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><b style="font-family: 'helvetica neue', arial, helvetica, sans-serif;"><span style="font-family: "comic sans ms"; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;">Potret kelabu
tersebut diatas menunjukan terjadinya polarisasi dan distorsi dalam penegakan
hukum oleh aparat keamanan, sebab jika segala tindakan yang dilakukan aparat
merupakan upaya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari penegakan supremasi
hukum atau palah namanya, sejatinya sebagai institusi penegak hukum yang
memiliki kedalaman pemahaman hukum, aparat keamanan semestinya melakukannya
dengan tetap menggunakan koridor hukum bukan malah melanggar hukum , karena
apapun alasannya reaksi mereka yang cenderung emosional dan brutal dalam
mengatasi maraknya aksi unjurasa mahasiswa di tanah air yang berakhir pada
pemukulan sewenang-wenang sebagaimana disaksikan pada tayangan media audio
visual tidak dibenarkan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Peristiwa
penyerangan kampus Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari akhir Maret lalu
dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sekarang terjadi di Universitas
Nasional (UNAS) Jakarta adalah rangkaian peristiwa kotemporer penanganan aksi unjuk
rasa (demonstrsi) mahasiswa adalah salah satu dari sekian bentuk pelanggaran
hukum yang dapat dijadikan sampel kegagalan aparat keamanan dalam melakukan
reformasi ditubuhnya. Seharusnya institusi penegak hukum, aparat keamanan harus
lebih bijak dan professional dalam menangani para pengunjuk rasa dengan
cara-cara yang proporsional, sebab aparat keamanan itu adalah community justice
bukan hanya sekedar refresif security. ***</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial;">NB; Catatan
ini sebelumnya pernah di publikasikan pada media massa LUWUK POST edisi 26 – 28
Mei 2008</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1225431638042261383.post-16995195447917156732012-10-31T05:50:00.001-07:002016-01-21T12:10:47.727-08:00AUTOBIOGRAFI<div style="background: white; line-height: 21.6pt; margin-bottom: 21.6pt; margin-left: 0mm; margin-right: 0mm; margin-top: 0mm; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 21.6pt; margin: 0mm 0mm 21.6pt; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "comic sans ms";">Terpencil, jauh dari keramaian kota, terletak diatas
pegunungan, dengan pepohonan yang masih rindang adalah gambaran singkat tentang
tanah kelahiranku di Desa Sampekonan, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Sulawesi Tengah. Itulah Desa dan negeri yang sangat kucintai. Sementara
tempat domisiliku saat ini adalah di Luwuk, sebuah kota kecil nan indah di
ujung timur Sulawesi, yang merupakan ibu kota Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi
Tengah. </span><span style="font-family: "comic sans ms";">Fatharany Berkah
Abdul Barry disapa fathan, itulah aku. Lahir pada tanggal 06 Mei 1984 sebagai putera
pertama dari keluarga sangat sederhana, pasangan Dien<span style="font-family: "comic sans ms";"> </span>Abdul Barry Thomas Luasusun
(ayah) dan Nur’aini Nuh Pasangi Pakandakon (ibu). Dua sosok manusia tangguh yang berprofesi sebagai
pandai besi dan petani yang sadar dan meyakini betapa pentingnya pendidikan
bagi anak-anaknya sebagai jalan untuk meretas kecerahan. Iya itulah mereka
orang tuaku, pahlawanku dan sumber utama motivasi dan inspirasiku.</span><br />
<span style="font-family: "comic sans ms";">Sumber lain
motivasiku setelah ayah ibuku adalah kelima orang adikku tersayang yaitu Abdul Qawie
Abdul Barry, Abdul Kahar Abdul Barry, Rizky Abdul Barry, Shaum Abdul Barry dan
Al Fajri Abdul Barry, <i>"</i></span><span style="font-family: "comic sans ms";"><i>for you my dear sister, mutual love will make us one, of mutual support will make us stronger, and if we are always united, we will always be strong. even a very strong will to conquer the rigors of life"</i></span><i style="font-family: 'Comic Sans MS';">.</i><span style="font-family: "comic sans ms";"> Aku telah memiliki keluarga
yang otonom seorang isteri bernama Rahayu Gianita Binaba dan empat orang
generasiku yaitu Sayyidah Nurfaizahrani Abdul Barry, Tutu Ali Diennan Abdul
Barry, </span><span style="font-family: "comic sans ms";">Pangkeari </span><span style="font-family: "comic sans ms";">Lipu </span><span style="font-family: "comic sans ms";">Khairi</span><span style="font-family: "comic sans ms";"> Abdul Barry dan Annaurah Nurul Abidah Abdul Barry. </span><br />
<span style="font-family: "comic sans ms";">Pendidikanku kuawali
sejak usia 6 tahun, karena dikampungku kala itu tidak ada jenjang pendidikan TK
maka aku langsung memulai pendidikan di SD Inpres Sampekonan tahun 1991 dan lulus
tahun 1997, lalu merantau sebentar mengikuti paman ke Sulawesi Utara dan
melanjutkan di SLTP Negeri 4 Bitung tahun 1997 lulus tahun 2000, kemudian
kembali pulang kampung tahun 2000 dan lanjut di SMU Negeri 1 Tinangkung, Salakan
Kabupaten Baggai Kepulauan lulus tahun 2003. Sejak SD sampai SMU prestasi akadimikku
terbilang lumayan signifikan. Pasca lulus SMU aku sesungguhnya menginginkan
melanjutkan kuliah pada perguruan tinggi negeri atau swasta diluar daerah yang lebih
memadai fasilitasnya, namun karena memahami kemampuan ekonomi keluarga yang
minim, aku akhirnya mengubur harapan itu dan memilih melanjutkan perdidikan
starata satu (S1) pada salah satu perguruanh tinggi swasta yang dikelola oleh
yayasan pendidikan Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai yaitu Universitas
Tompotika (Untika) Luwuk pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik program
studi Ilmu Pemerintahan hingga lulus tahun 2008.</span><br />
<span style="font-family: "comic sans ms";">Keputusan untuk
memilih kuliah dikampus local yang biayanya masih terjangkau sejatinya bukan
karena sekedar memahami kondisi ekonomi keluarga, tetapi merupakan keyakinan
bahwa kualitas, tidak diukur dan ditentukan sepenuhnya oleh fasilitas dan status favorit atau negeri suatu
perguruan tinggi. Tapi kulitas ditentukan oleh seberapa tekun kita dalam
menempa diri untuk menjadi berkualitas. Prinsip inilah yang membawaku pada
kesadaran akan pentingnya keserasian proses penempaan diri secara internal (kampus)
dan eksternal (organisasi). Kesadaran ini pula yang telah memanggilku aktif dalam
pergerakan mahasiswa didaerahku, organisasi kemahasiswaan internal dan
eksternal menjadi kampus keduaku dalam melakukan proses dialektika. Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dll adalah sarana dimana
aku mengasah kepekaan nuraniku akan setiap panggilan pembaharuan, mengoreksi dan
membuat catatan, berdiskusi dan memberikan solusi adalah bagian dari hobi
jiwaku. itulah pernak-pernik dari semangat dan idiologiku yang kemudian
membawaku ke alam jurnalis dan akademis. Sedikit kemampuan yang kumiliki itulah
yang kini membuatku aktif menulis artikel, dan opini sebagai wujud penyaluran
bakat dan koreksi terhadap berbagai persoalaan politik, social budaya dan
pemerintahan yang ada. Diantara dari sekian catatan-catatan isengku yang
sudah pernah dipublikasikasikan meskipun hanya melalui media massa local antara
lain; Kami Anarkis Karena Bapak. Refleksi sejarah Banggai, mengorek kronologis
penamaan kabupaten Banggai. Refleksi Historis dan Gugatan Independensi, telaah
kritis terhadap peran KNPI Bangkep. Membaca Peluang Incumbent, analisis
terhadap potensi kemenangan IRES, dll.</span><span style="font-family: "comic sans ms";">Saat ini selain
aktif dalam dunia jurnalis sebagai Pimpinan Redaksi pada Majalah Pelita Luwuk
Banggai, aku juga memiliki rutinitas sebagai salah satu tenaga pengajar di
almamaterku Fisipol Untika Luwuk, dan kini tengah menyelesaikan studi pascasarjana ilmu politik di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta.*** YPAB</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com3