Oleh : Fatharany
Berkah Abdul Barry
Mantan Ketua
Umum Ikatan Mahasiswa Banggai Kepulauan (IMBK) Luwuk.
Pemerhati
Sejarah Banggai
Kabupaten
Banggai ibu kotanya Luwuk, bukan Banggai, hal ini tentunya bisa mengundang
pertanyaan, bahkan kebingunan bagi mereka yang kurang atau tidak mengerti
kronologis sejarah Banggai. Bisa saja itu terjadi, karena memang secara
geografis dan de facto Banggai merupakan nama pulau, nama kota, nama suku dan
nama bahasa daerah yang semuanya sekarang berada di Kabupaten lain (Banggai
Kepulauan), dan tidak berada di Kabupaten Banggai ini yang nota benenya berada
di daratan pulau Sulawesi.
Secara umum mungkin masyarakat Kabupaten Banggai maupun Banggai
Kepulauan khususnya generasi muda sekarang hanya mengetahui dan memahami secara
sederhana bahwa penamaan Kabupaten Banggai tidak terlepas dari sejarah kerjaan
Banggai yang beribukota di Luwuk. Pemahaman sejarah secara parsial inilah yang
kemudian mengantarkan mereka pada penggeneralisasian sejarah Banggai yang
secara keliru yang mengarah pada distorsi historis. Dalam tulisan ini penulis
akan menguraikan secara singkat sejarah Banggai hingga sampai pada kronologis
penamaan kabupaten Banggai yang beribukota Luwuk, bukan Kabupaten Banggai yang
beribukota Banggai, atau Kabupaten Luwuk yang beribukota Luwuk.
Banggai sebenarnya telah dikenal sejak abad ke 13-14 Masehi, ketika pada
masa kejayaan kerajaan Mojopahit yang dipimpin Prabu Hayam Wuruk (1351-1389)
dimana Banggai telah menjadi bagian dari kerajaan adikuasa Mojopahit. Hal ini
dibuktikan melalui tulisan Mpu Prapanca seorang pujangga Mojopahit dalam
bukunya Nagara Kertagama bertarik caka 1478 atau sekitar 1365 Masehi yang
termuat dalam seuntai syair nomor 14 bait ke lima sebagai berikut,“Ikang saka
nusa-Nusa, Mangkasara, Buntun, Benggawi, …
Banggai yang dimaksud dalam tulisan Mpu Prapanca adalah Banggai sejati
atau wilayah Banggai saja (sekarang) Kabupaten Banggai Kepulauan yang tidak lain
adalah merupakan suatu kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang raja yang
bergelar Adi dan empat orang penasehat bagi Adi yang bergelar Tomundo sangkap
yang terdiri dari tomundo Olu atau Babolau, Tomundo Lombongan atau Katapean, Tomundo
Singgolok, dan Tomundo Kokini. Secara berturut-turut disebut empat orang Adi
yang memerintah sebelum seorang Adi Lambal Polambal datang yang merupakan Adi
kelima atau terakhir.
Pada masa pemerintahan Adi Lambal Polambal datanglah seorang bangsawan
dari tanah Jawa (Demak) yang merupakan panglima perang Sultan Baabullah dari
kesultanan bernama Adi Cokro yang oleh orang Banggai disebut Adi Soko. Karena
kearifan dalam mengatasi konflik yang kerap kali terjadi antar keempat
batomundoan tersebut, keempat Tomundo itu kemudian bersepakat untuk menobatkan
Adi Cokro sebagai raja utama mereka yang disertai dengan penyerahan kekuasaan dari
Adi Lambal Polambal kepada Adi Cokro. Setelah menjadi raja Adi Cokro bergelar
Mumbu dan memerintah tahun 1580-1590, sejak itu menurut J.J.Dormeir gelar Adi
menghilang dan digantikan dengan Mumbu yang kemudian dikombinasikan dengan
tempat mereka (raja) meninggal dan di kuburkan, seperti misalnya Raja Mbulang
Mumbu Doi Balantak, yaitu raja yang meninggal di Balantak dst. Sejak raja Abdul
Azis naik tahta pada tahun 1882 gelar Mumbu kemudian tidak digunakan lagi dan
digunakanlah gelar Tomundo sampai pada raja terakhir Tomundo Nurdin Daud.
Sementara itu Adi terakhir Adi Lambal Polambal oleh Adi Cokro diangkat
kembali sebagai pelaksana pemerintahan dengan memberi jabatan Jogugu, sedangkan
keempat Tomundo tetap dipertahankan dalam kapasitas mereka sebagai Dewan
Penasehat dengan gelar kehormatan Pau Basal (banggai : Pau = anak/putera, Basal
= besar), dan memberi mereka nama-nama baru seperti Olu (Babolau) menjadi
Doduung, Kokini menjadi Tano Bonunugan, Singgolok menjadi Monsongan, dan
Lombongan (katapean) menjadi Gonggong. Gelar Pau Basal ini kemudian berkembang
menjadi Basalo yang sekarang kita kenal dalam struktur lembaga adat Banggai
disebut Basalo Sangkap yang terdiri dari Basalo Babolau di Doduung, Basalo Kokini
di Tano Bonunugan, Basalo Singgolok di Monsongan, dan Basalo Katapean di Gonggong
yang semuanya berkedudukan di Pulau Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan. Keempat Basalo ini bertugas memilih dan
melantik seorang bangsawan menjadi raja serta meriwayatkan secara teratur
sejarah raja-raja banggai secara berurutan, mereka sangat dihormati oleh Mumbu
dan para penerusnya karena merupakan suatu Dewan Penasehat yang pengaruhnya
sama luasnya dengan kekuasaan Mumbu.
Pada masa kekuasaan Adi Cokro beliau kemudian sukses memperluas wilayah
kekuasaan Kerajaan Banggai dengan menaklukan kerajaan-kerajaan di Pulau Peling
seperti kerajaan tua Tokolong (Buko) dan Lipu Babasal (Bulagi) serta kerjaan
Sisipan, Liputomundo, Kadupang, dan Bongganan. Selain itu ia juga berhasil
menundukan kerjaan Bualemo, Bola, Lowa, dan Gori-gori di wilayah jazirah timur
Pulau Sulawesi (Banggai darat). Menurut hemat penulis prestasi inilah yang
kemudian melahirkan klaim bahwa Adi Cokro lah pendiri Kerajaan Banggai modern.
Adi Cokro mempunyai tiga orang isteri yaitu pertama menikah dengan puteri
Raja Motindok (Batui) Nuru Sapa mempunyai putera bernama Abu Kasim, kedua
menikah dengan seorang Castella Putri Kerajaan Portugis di Ternate dan
mempunyai putera bernama Maulana Prins Mandapar,dan yang ketiga yaitu menikah
dengan Puteri Basalo Babolau atau Doduung, Nurusia dan memperoleh seorang anak
bernama Puteri Saleh. Konon katanya seperti di tulis oleh J.J. Dormeier dalam
bukunya Banggaische Adatrecht
(1945) karena sang isteri Nuru Sapa sering bertengkar dengan isteri Nurusia
maka adi Cokro memutuskan untuk kembali ke Demak dengan membawa serta isteri ketiganya
Nurusia bersama puterinya yang masih kecil hingga mangkat disana.
Pasca sepeninggal Adi Cokro, Kerajaan Banggai mengalami masa transisi
berdarah dan degradasi pemerintahan, selanjutnya disebut dua belas orang Mumbu
yang memerintah secara berturut-turut, tiga diantara mereka tercatat sebagai
Mumbu Dinaadat (banggai : dinaadat = dibunuh) yaitu Mumbu doi Tano, Mumbu doi
Ndalangon, Mumbu Palangkangkang, Mumbu Tetelengan, Mumbu Dinaadat doi Batang,
Mumbu Dinaadat doi Taipa, Mumbu Dinaadat, Mumbu Aibinggi, Mumbu Sinambebekon,
Mumbu doi Taipa, dan Mumbu doi Pangkola.
Krisis berkepanjangan ini baru berakhir setelah Mandapar putera Adi
Cokro memerintah. Setelah ayahnya, Mandapar kemudian dianggap sebagai Raja
Banggai pertama dan yang terbesar, ia kembali menegakkan kekuasaannya diseluruh
wilayah kekuasaan Kerajaan Banggai. Sejak dari raja Mandapar silsilah raja-raja
Banggai telah teratur, terhitung secara berurut ada 20 orang raja, mulai dari
Mandapar sampai dengan Nurdin Daud yaitu sebagai berikut :
1).
Maulana Prins Mandapar Mumbu doi Godong (1600-1630),
2). Molen
Mumbu doi Kintom (1630-1648),
3). Paudagar Mumbu doi Beteng (1648-1689),
4). Mbulang Mumbu doi Balantak (1689-1705),
5). Abdul
Gani Mumbu doi Kota (1705-1728),
6).
Abu Kasim Mumbu doi Bacan (1728-1753),
7).
Kabudo Mumbu doi Mendono (1753-1768),
8). Ansyara
Mumbu doi Padongko (1768-1773),
9). Manduis
Mumbu doi Dinaadat (1773-1809),
10). Agama Mumbu doi Bugis (1809-1821),
11). Atondeng Mumbu doi Galela (1821-1827),
12).
Lauta Mumbu doi Tenebak (1827-1847),
13).
Taja Mumbu doi Sau (1847-1852),
14).
Tatu Tanga Mumbu doi Jere (1852-1858),
15).
Soak Mumbu doi Banggai (1858-1870),
16).
Nurdin Mumbu doi Labasuma (1870-1882),
17),
Tomundo Hi. Abdul azis (1882-1900),
18).
Tomundo Hi. Abdul Rahman (1901-1922),
19).
Tomundo Hi.Awaludin (1925-1940),
20).
Nurdin Daud (1940-1959).
Ke 20
raja Banggai ini mulai dari Mandapar hingga Nurdin Daud melaksanakan
pemerintahannya dengan pusat pemerintahan di kota Banggai.
Setelah raja Awaludin wafat, secara yuridis formal berdasarkan
konstitusi kerajaan Banggai, maka dilantiklah Nurdin Daud sebagai raja Banggai
selanjutnya dan merupakan raja terakhir kerajaan Banggai pada tahun 1940 diusia
12 tahun. Namun karena mengingat usia raja Nurdin Daud yang masih terlalu belia
untuk melaksanakan tugas pemerintahan kerajaan Banggai, maka ditunjuklah
Syukuran Aminudin Amir yang saat itu menjabat Mayor Ngopa sebagai Pelaksana
Tugas harian (plt) mendampingi raja Nurdin Daud, bukan ditunjuk sebagai raja
Banggai. Namun karena ambisi pribadi Syukuran Amir untuk menjadi raja, Syukuran
Amir kemudian berhianat dan merebut tahta kerajaan Banggai dari raja muda
Nurdin Daud secara inkonstitusional kala raja Nurdin Daud sedang bersekolah di
Makassar. Beliau kemudian mengklaim dirinya sebagai raja dan sekarang diklaim
oleh sebagian masyarakat awam yang kurang memahami sejarah Banggai secara utuh
sebagai raja banggai terakhir setelah raja Awaludin.
Menurut pengakuan saksi sejarah (tokoh adat Banggai) yang dikutip oleh Abdul
Yasin dalam catatannya Menggugat Sejarah
Banggai sebagaimana dilansir salah satu media massa local medio April 2008 bahwa
“kala raja Nurdin Daud berada di Makassar untuk studi, Syukuran Amir meminta
kepada Dewan Basalo Sangkap untuk melantik dan mengesahkan dirinya sebagai raja
Banggai, namun hal itu ditolak oleh Dewan Basalo Sangkap, karena memang hanya
ada satu raja Banggai legal dan sah secara hukum diwilayah kerajaan Banggai
pada saat itu, namun hal itu tidak menyurutkan ambisi Syukuran Amir untuk
merebut tahta kerajaan banggai dari tangan raja Nurdin Daud”.
Pada tahun 1941 merupakan awal terjadinya episode baru rekayasa sejarah
kerajaan Banggai yang dilakukan oleh Syukuran Amir sang pejabat pelaksana tugas
harian pemerintahan kerajaan Banggai. Karena tidak mendapat dukungan dari Basalo
Sangkap atas keinginannya untuk dikukuhkan sebagai raja banggai definitive,
serta atas kerjasamanya dengan pemerintah Hindia Belanda yang berada di Luwuk,
Syukuran Amir memindahkan ibu kota kerajaan Banggai dari Kota Banggai ke kota
Luwuk yang berada didaratan Pulau Sulawesi, kemudian menyebut dan menamakan
suatu tempat yang berlokasi didalam kota Luwuk dengan nama Keraton Banggai
meskipun sejatinya tidak ada bangunan keratonnya, rekayasa ini seakan-akan
bahwa kerajaan Banggai telah mempunyai keraton di Luwuk sebagai pusat
pemerintahan kerajaan Banggai yang baru.
Rekayasa dan dosa sejarah Syukuran Amir yang telah merebut tahta
kerajaan Banggai secara inkonstitusional dari tangan raja terakhir Nurdin Daud
serta memindahkan ibu kota kerajaan dari kota banggai ke kota Luwuk atas
konspirasinya dengan pemerintah Hindia Belanda, nampaknya memberikan keuntungan
bagi Luwuk ibukota kerajaan banggai versi Syukuran Amir dan sebaliknya
merugikan bagi kota Banggai sebagai ibukota kerajaan Banggai sesungguhnya.
Setelah kerajaan Banggai mengalami berbagai macam perubahan karena
perkembangan sejarah, mulai Swapraja Banggai, lalu Dasting II Banggai, kemudian
Daswati II Banggai, dan kini Kabupaten Dati II Banggai yang terbentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Tingkat II di Sulawesi (LN 1959/74, TLN 1822). Daerah-daerah dimaksud
diantaranya adalah daerah Swantara tingkat II Banggai atau simpelnya disebut
kabupaten Banggai dengan ibukota Luwuk,
bukan kota Banggai yang sejatinya merupakan pusat peradaban kerajaan Banggai. Fakta
inilah yang oleh penulis disebut menguntungkan Luwuk dan merugikan Banggai yang
semunya berawal dari rekayasa dan dosa sejarah yang dilakukan oleh Syukuran Amir.
Mungkin sejarah akan berbicara lain jika kala itu Syukuran Amir tidak merebut
dan memindahkan ibukota kerajaan Banggai dari Banggai ke Luwuk, logikanya jika black historis itu tidak terjadi, maka ibukota
kabupaten Banggai sekarang bukan di Luwuk tapi di Banggai.
NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 11 Juli 2008
NB: Catatan ini sebelumnya pernah dipublikasikan pada media massa local (Luwuk Post) edisi 11 Juli 2008
Untuk kami...keterkaitan nya dengan "Top Secret Banggai" masalah Pemindahan, Pemakaian nama, pengucilan Banggai merupakan suatu kamuflase tingkat tinggi...hehehe jadi ada hikmahnya juga, kelakuan nya Mayorngopa...
BalasHapusBlack historis dimulai ketika Adi Cokro menginvasi kerajaan2 yang lainnya...
BalasHapusYang kemudian oleh sebagaian orang (KATANYA) disatukan...
Padahal yang terjadi justru daerah2 taklukannya menjadi tanah JAJAHAN TERNATE termasuk BANGGAI ITU SENDIRI...
gaga kalo ketemu langsung baru di bahas yang bigini, biar feer... hehhe,, bgmna???
BalasHapus